Suara.com - Alvin Lie, salah satu sosok yang sudah tidak asing lagi di dunia transportasi udara Indonesia. Mantan anggota Ombudsman RI ini juga menjadi salah satu tokoh kunci yang berkontribusi pada perbaikan sistem dan kebijakan transportasi udara di Tanah Air.
Sebagai mantan anggota Komisi V DPR RI yang membidangi infrastruktur, transportasi, dan perhubungan, Alvin Lie juga kerap menyumbangkan suara kritis yang memperjuangkan transparansi, keselamatan, dan efisiensi dalam industri penerbangan.
Selama masa jabatannya, ia berperan aktif dalam pengawasan terhadap kebijakan penerbangan, termasuk memastikan standar keselamatan internasional diterapkan dengan baik oleh maskapai-maskapai nasional.
Tak hanya itu, Alvin Lie juga dikenal sebagai pengamat penerbangan yang kerap memberikan pandangan tajam dan konstruktif terhadap isu-isu penerbangan, mulai dari harga tiket pesawat, pelayanan maskapai, hingga regulasi yang memengaruhi kelangsungan industri transportasi udara.
Baca Juga: Tiket Pesawat Murah, Konsumen Happy Maskapai Gigit Jari
Salah satu kontribusi besarnya adalah dorongannya terhadap modernisasi bandara di Indonesia agar mampu bersaing secara global.
Ia percaya bahwa pengembangan fasilitas bandara yang modern, efisien, dan ramah lingkungan adalah kunci untuk menarik lebih banyak wisatawan mancanegara sekaligus meningkatkan daya saing maskapai nasional.
Terakhir dirinya mendirikan Asosiasi Pengguna Jasa Penerbangan Indonesia (APJAPI) sebagai wadah yang bisa digunakan penumpang pesawat untuk mengeluhkan layanan.
Lewat APJAPI, Alvin Lie membantu menyuarakan keluhan penumpang terhadap layanan maskapai maupun di bandara.
Dalam wawancara bersama Suara.com, dia membagikan cerita soal ketertarikannya di industri transportasi udara hingga harapannya terhadap pelayanan di bandara maupun di dalam pesawat.
Baca Juga: Kebijakan Penurunan Harga Tiket Pesawat di Nataru Dianggap 'Akal-akalan', Penumpang Sebut Sama Saja
Kenapa Memilih Fokus Bergelut di Industri Penerbangan?
Kebetulan saya sejak kecil itu sudah terkagum-kagum dengan barang terbang. Waktu SMP itu mau ikut sekolah penerbang tapi sama ayah nggak boleh karena mahal kan. Dia bilang, nanti kalau kamu sudah kerja mau belajar terbang silahkan bayar sendiri.
Itulah yang terjadi setelah saya mulai kerja, belajar soal penerbangan. Mulai dari olahraga dirgantara sampai jadi instruktur paramotor, olahraga Dirgantara. Kemudian saya juga mengambil lisensi pilot.
Pernah selesai belajar, ada diklat-diklat saya ikut. Terutama yang terkait dengan keselamatan penerbangan. Jadi saya punya beberapa sertifikat di sana.
Kemudian ketika di DPR saya juga mempelajari regulasi-regulasi badan-badan dunia standar-standar. Ya begitulah asal mulanya.
Apakah memang sedari kecil Cita-citanya Pilot?
Tidak, tidak, sekadar jadi pilot. Tapi saya terkagum-kagum. Seperti pesawat itu kan beratnya puluhan ton, kok bisa terbang? Terbang itu dengan kecepatannya juga bisa membawa kita dari satu tempat ke tempat lain dengan dalam waktu singkat. Luar biasa saya terkagum-kagum.
Selain itu juga saya melihat rumitnya pekerjaan di bandara. Bandara ini kan tempat ketemunya semua pemangku kepentingan penerbangan. Ya itu kemudian saya belajar, diskusi dengan teman-teman.
Bagaimana Menurut Anda Kondisi Industri Transportasi Udara di Indonesia?
Kalau industri di Indonesia yang berkembang adalah industri transportasi udaranya, pengangkutannya.
Tapi kalau produksi pesawatnya kan tidak berkembang. Setelah ditinggal Pak Habibie belum ada lagi yang seperti beliau komitmennya terhadap penerbangan. Untuk di Indonesia yang berkembang ini transportasi udaranya.
Kemudian untuk perawatan pesawat ini juga terkendala ya. Sehingga, walaupun pesawat yang dioperasikan di Indonesia banyak, tapi untuk perawatan pesawatnya juga belum begitu berkembang. Paling-paling hanya Garuda Maintenance Facilities (GMF), FL Teknik.
Transportasi udara ini kan luas banget ya. Saya tidak menyoroti masalah teknis penerbangan dan sebagainya. Karena itu banyak teman-teman yang lebih senior.
Saya lebih fokus pada kebijakan-kebijakan, regulasi. Terutama juga yang berkaitan dengan hak-hak penumpang. Karena jumlah penumpang di Indonesia ini cukup banyak, tapi suaranya belum ada yang lantang mewakili.
Apa Saja Regulasi Menurut Anda yang Harus Diperbaiki?
Regulasi itu luas banget. Karena penerbangan ini mulai dari aspek pengelolaan ruang udaranya, kemudian lintas udaranya. Kompetensi personil-personil. Personil itu bukan pilot ya, tapi personil daratnya.
Jadi yang tidak kalah pentingnya sekarang ini adalah aspek dampak lingkungan. Ini kan sekarang menjadi sorotan polusi udara.
Kemudian juga bahan bakar yang tidak ramah lingkungan. Hal-hal begini nggak mungkin semuanya saya ambil, tapi saya fokus kembali lagi mendalami tentang penumpang dan dampak lingkungan.
Strategi Apa yang Harus Dilakukan Pemerintah untuk Mengakomodir Kebutuhan Penumpang?
Ya, di Indonesia ini saya melihat aneh ya. Karena harga tiket domestik itu diatur oleh pemerintah. Ada tarif batas-batas. Tapi justru dengan pengaturan ini terjadi banyak masalah.
Banyak keluhan bahwa harga tiket itu mahal. Karena mungkin ada ekspektasi publik kalau diatur pemerintah itu semuanya jadi murah.
Padahal harga tiket ini yang untuk penerbangan ke luar negeri itu kan tidak diatur pemerintah. Itu malah nggak ada keluhan. Ketika murah, orang juga beli. Ketika mahal, yang mampu beli, yang nggak mampu itu ya nanti mengatur jadwal penerbanganannya sendiri.
Ini yang kemudian menjadikan harga tiket itu menjadi komoditas politik. Ini yang sangat disayangkan, karena ini yang membuat industri transportasi udara Indonesia sulit berkembang, tidak sehat, karena ada campur tangan politiknya.
Sebenarnya itu murni bisnis. Intervensi untuk kepentingan politik dan yang menderita adalah industri, sama penumpangnya juga. Pengelola bandara, kemudian maskapai penerbangan itu merasakan sangat berat.
Untuk sementara mungkin harga tiket pesawat terasa murah ya. Sedikit lebih murah lah, nggak banyak-banyak amat. Kalau 10 persen itu sebenarnya juga nggak begitu terasa.
Tapi jangka panjangnya, industri menjadi tidak sehat, maskapai penerbangan mengurangi rutenya, mengurangi pelayanannya, bahkan mungkin ada yang tumbang, nggak bisa melanjutkan bisnis. Itu ujung-ujungnya nanti konsumen juga rugi. Saat kita mau terbang, nggak ada yang melayani.
Setelah Lepas dari Ombudsman Bapak Mendirikan APJAPI, Apa Alasannya?
Ya, saya melihat begini. Kalau pelaku industri transformasi udara itu kan ada maskapai ada asosiasinya. Pengelola bandara ini juga hampir semuanya, mayoritas besar lah hampir semuanya adalah dari pemerintah. Berarti kan ada satu komando juga. Pemerintah, regulator.
Kemudian bahkan asosiasi pilot pun ada. Untuk konsumen ini, saya merasakan belum ada yang dapat menjembatani atau menyuarakan konsumen ini sebagai kelembagaan.
Saya pribadi sudah sering mendapatkan saluran komplain ya. Komplain saya teruskan, tapi kan kurang patut. Karena saya kan sifatnya pribadi. Perorangan. Beda kalau ini ada kelembagaannya.
APJAPI ini saya bentuk bersama teman-teman. Bukan sekedar untuk menyampaikan keluhan. Tapi juga memberikan masukan baik itu kepada pelaku usahanya, baik itu maskapai penerbangan, pengelola bandara, juga kepada regulator.
Kami juga melakukan kajian-kajian. Seperti yang kemarin Nataru itu. Perspektifnya bagaimana. Kami juga meluncurkan ini kemarin, Sakti. Sakti ini saluran aspirasi konsumen transportasi udara Indonesia.
Itu tujuannya adalah setiap orang yang terbang bisa melakukan penilaian terhadap karena prasarana pelayanan di bandara oleh kapal penerbangan dan sebagainya.
Demikian juga dapat menilai, dapat memberikan, kalaupun ada keluhan disampaikan melalui Sakti ini, kami juga membangun sistem. Jadi keluhan yang masuk itu kami teruskan kepada pengelola-pengelolanya.
Jadi kami bukan yang menyelesaikan, tapi kami teruskan supaya nggak usah gaduh di media sosial karena ada keluhannya. Dan dari keluhan-keluhan yang masuk itu nantinya kami juga akan analisis di mana keluhan yang berulang, di mana keluhan yang paling banyak. Dan itu menjadi bahan kami untuk membahasnya dengan pelaku penyelenggara pelayanan maupun dengan regulator.
Siapa Saja yang Terlibat Dalam Apjapi?
Pengurusnya saya sebagai ketua, sebagai sekretaris itu adalah Pak David Tobing. Beliau adalah ahli hukum tentang hak konsumen. Kemudian, ada Wakil Ketua Pak Solekan Subarno. Beliau pernah bekerja di airline, di bidang IT-nya, saya ingat soal teknologi dan sebagainya. Itu ahlinya Pak Solekan.
Kemudian Wakil Sekretaris ada Pak Ramdan. Pak Ramdan ini dulunya kerja di bandara. Jadi tahu seluk-beluknya bandara. Kemudian sebagai pengawas ada Bu Polana.
Bagaimana Bapak melihat kebiasaan masyarakat saat melakukan penerbangan?
Gini, terbang itu tidak untuk semua orang. Jadi bukan seperti kita naik bus gitu semua orang juga bisa naik bus. Tapi terbang ini ada untuk orang-orang yang membutuhkan kecepatan. Dan orang-orang ini waktu itu nilainya sangat berharga.
Sehingga perlu cepat. Bayar mahal pun nggak masalah. Jadi jangan salah persepsi bahwa penerbangan itu murah. Nggak ada penerbangan itu murah. Kalau mau murah ya naik bus gitu kan.
Di Indonesia ini memang sejak tahun 2000 ya waktu Presiden Gus Dur jadi Presiden itu kan kemudian diregulasi ya.
Yang tadinya maskapai penerbangan itu hanya BUMN. Kemudian banyak sekarang justru yang besar kan swasta. Jumlah penumpang yang diangkut juga bertambah. Sehingga kalau dulu itu hanya orang-orang elit saja yang bisa naik pesawat. Sekarang kan kelas menengah ini justru yang banyak naik pesawat.
Dan tidak sedikit yang baru pertama kali naik pesawat. Ini perlu edukasi bagi yang baru pertama kali naik pesawat atau jarang-jarang naik pesawat. Alur pelayanan di bandara seperti apa.
Kemudian apa yang harus disiapkan. Mengatasi rasa takut. Ini hal-hal begini yang perlu terus ada edukasi.
Mohon maaf, biasanya orang yang merantau lah. Makanya dia terpaksa naik pesawat buat ke Jakarta. Dan dia juga pulang kampungnya naik pesawat juga. Ada nggak kebiasaan yang paling nonjol biasanya? Ada. Ada yang terpaksa harus naik pesawat juga ada.
Mereka ini juga tidak semuanya tergolong mampu secara ekonomi. Kalaupun harus mudik, terpaksa naik pesawat, mereka juga harus menabung dulu. Hal-hal seperti ini yang perlu diapresiasi.
Sehingga ketika mereka di bandara kurang paham prosedurnya bagaimana. Kemudian di pesawat kurang tahu. Jangan dianggap, ah ini orang norak. Itu perlu diganti. Hal-hal beginilah yang kebetulannya APJAPI itu hadir untuk hal-hal seperti ini. Termasuk juga tahun 2023 akhir, itu setahun yang lalu.
Kami kan juga menyelenggarakan pelatihan emergency drill. Itu kalau terjadi kondisi teror, bagaimana keluar dari pesawat. Bagaimana memakai pelampung.
Nanti kalau sudah terjun ke air harus bagaimana. Hal-hal seperti itu yang tidak mungkin dilakukan kalau tidak ada yang memprakarsai seperti APJAPI.
Apa Harapan Bapak untuk Industri Transportasi Udara di Indonesia?
Transportasi udara terus mengalami perubahan. Dengan majunya teknologi, dengan makin sadarnya terhadap lingkungan, terus ada perbaikan-perbaikan, kemajuan teknologi. Dengan demikian juga peraturan itu juga banyak berubah. Jadi pengguna jasa yang sering terbang pun juga perlu terus mengikuti perkembangan-perkembangan ini.
Supaya tetap bisa menikmati penerbangan, dan bukan hanya sebagai penikmat tapi juga bisa ikut membantu kelancaran, juga menjaga keselamatan.