Suara.com - Bakal Calon Gubernur Jakarta Pramono Anung memastikan langkahnya maju di Pilkada Jakarta 2024 adalah murni keputusan penugasan dari Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Di luar itu, Pramono mengakui dekat dengan Presiden Jokowi.
Pramono yang ditugaskan menjadi cagub dan berpasangan dengan Bacawagub Rano Karno alias Bang Doel memastikan tak gentar hanya diusung oleh PDIP. Ini dikatakan Pramono karena berkaca pada Pilkada Jakarta 2012 lalu yang saat itu PDIP menjagokan Jokowi-Ahok, padahal lawanya merupakan calon petahana yang diusung banyak parpol.
Sementara lawan terkuat Pramono-Rano Karno di Jakarta adalah Ridwan Kamil-Suswono. Pasangan yang diusung Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus itu diusung belasan partai politik.
"Kita punya pengalaman di 2012 ketik Pak Jokowi maju dengan Pak Ahok yang mendukung hanya 18 persen. Sekarang lebih hebat lagi yang mendukung 15 persen melawan 85 persen (atau) 14 partai, sehingga kalau saya melihat ini peluang malah lebih bagus karena masyarakat kita itu selalu berempati dengan orang yang lagi dikeroyok," ujar Pramono saat wawancara khusus dengan Suara.com di kediamanya kawasan Jakarta Selatan, dikutip Senin (16/9/2024).
Baca Juga: KIM Plus Dinilai Setengah Hati Usung Ridwan Kamil, TSRC: Gerindra Sudah Mencapai Tujuan di Jabar
Meski menganggap dirinya sedang 'dikeroyok' di Pilkada Jakarta 2024, Pramono menikmatinya karena dia menegaskan memiliki hubungan baik dengan banyak orang, termasuk elite parpol di KIM Plus.
"Selama ini memang di dalam politik itu saya politik merangkul, menjadi jembatan bisa diterima siapa saja, dengan pengalaman panjang saya, menurut saya ini hal yang juga menjadi keuntungan saya pribadi," jelasnya.
Berikut wawancara lengkap jurnalis Suara.com dengan Pramono Anung:
Mas Pram ini sering disebut titipannya Pak Jokowi, termasuk di Pilkada?
Yang jelas saya ini diputuskan seribu persen keputusan oleh Ibu Mega. Saya bersama dengan Pak Jokowi yang sekarang beliau presiden itu mengenal dekat beliau. Bahkan ketika beliau maju sebagai calon wali kota pertama kali, waktu itu saya masih wakil sekjen (PDIP), belum jadi sekjen sehingga proses beliau menjadi gubernur dan sebagainya saya terlibat secara langsung.
Baca Juga: Kabar Gembira untuk Driver Ojol, Pramono Anung Usul Kenaikan Status dan Gaji
Jadi memang saya juga tidak bisa pungkiri saya memiliki kedekatan karena apapun kan 10 tahun saya menjadi pembantu langsung presiden yang sehari-hari ada di dekatnya presiden. Itu hal yang tidak bisa dinafikan. Sehingga dengan demikian saya harus bekerja secara profesional ketika Ibu Mega meminta saya, saya harus mendapatkan izin Pak Jokowi. Karena ini juga bagian pendidikan etika politik bagi siapapun yang mendapatkan posisi. Sehingga kalau ada pertanyaan apakah saya maju ini atas izin presiden? Pasti. Tapi siapa yang memutuskan? Ibu Megawati.
Apa ini juga jadi strategi dari PDIP supaya tidak katakanlah 'dijailin'?
Saya tidak pernah berprasangka apapun, sebab dalam pemilihan gubernur itu yang pertama adalah figur, mau dijailin mau tidak kalau figurnya nggak kuat juga nggak bisa. Dan saya merasakan selama 10 hari ini, 12 hari lah ketika saya melakukan sosialisasi saya mendapatkan respons dukungan, apresiasi yang luar biasa dari pemilih. Rata-rata setiap hari itu 9-11 titik sehingga dengan demikian dan termasuk yang muncul di semua TV kalau lihat di media kan hampir, mungkin kamu Ria bosen, tetapi saya harus mengejar kekurangan itu.
Dan alhamdulillah dalam menyampaikan gagasan sekali lagi saya harus menyampaikan bahwa saya nggak mau yang neko-neko yang nggak bisa dikerjakan, semua yang akan kami lakukan adalah apa yang kami gali kami dapatkan dari rakyat di Jakarta.
Dapat dipastikan pasangan Pramono-Bang Doel (Rano) ini bukan menjadi bukti bahwa PDIP sedang tersandera?
Kalau lihat wajah saya kan penuh senyum. Siapa yang mau nyandera wajah yang penuh senyum? Nggak ada.
Saya bilang sama Bang Doel begini, Bang kita berdua lebih baik genuine dan apa adanya. Pertarungan, pertarungan gagasan, ide, keinginan, aspirasi, dan bagaimana memecahkan masalah Jakarta, daripada hal-hal yang bersifat etnisitas, agama, dan sebagainya. Makanya banyak yang menyarankan saya menjadi Bang Pram, nggak, saya tetap Mas Pram. Namanya juga orang Jawa, lahir Kediri, orang tua Jogja sehingga itu lah yang menjadikan kenapa saya minta Ria untuk dipanggil Mas.
Kalau misalkan sudah mulai terjun ke lapangan ke masyarakat tapi kita lihat sendiri gitu Mas Pram, Pak RK dengan Pak Suswono itu mesin politiknya belasan partai politik mendukung gitu. Nggak takut apa?
Jadi sekali lagi pertarungan di Pilgub itu pertarungan figur. Kita punya pengalaman di 2012 ketik Pak Jokowi maju dengan Pak Ahok yang mendukung hanya 18 persen. Sekarang lebih hebat lagi yang mendukung 15 persen melawan 85 persen, 14 partai sehingga kalau saya melihat ini, ini peluang malah lebih bagus karena masyarakat kita itu selalu berempati dengan orang yang lagi dikeroyok.
Saya ini kan lagi dikeroyok rame-rame, tapi saya siap dikeroyok dan saya menikmati untuk dikeroyok. Tapi saya tetap menjalin hubungan baik dengan seluruh partai yang di luar PDI Perjuangan karena selama ini memang di dalam politik itu saya politik merangkul menjadi jembatan bisa diterima siapa saja, dengan pengalaman panjang saya, menurut saya ini hal yang juga menjadi keuntungan saya pribadi.
Pak RK ini sudah mencoba beberapa kali mengunjungi masyarakat tapi itu ternyata banyak penolakan. Mas Pram merasa diuntungkan nggak?
Saya terus terang nggak pernah mau baca medsosnya Kang Emil atau Pak Suswono, saya nggak pernah baca karena bagi saya pendapat publik silakan saja. Saya merasa diuntungkan atau tidak bagi saya yang paling penting adalah bagaimana masyarakat Jakarta itu bisa menerima saya dan memberikan apresiasi karena memang saya belanja masalah dari hati ke hati, door to door saya dateng ke kampung-kampung yang memang kumuh seperti Tambora yang penduduk paling padat di Asia Tenggaara, kebakaran tertinggi di Jakarta, itu lah belanja masalah yang saya dapatkan. Tetapi saya juga karena saya latar belakang dari keluarga yang biasa biasa saja, bapak saya guru sehingga ini menjadi keuntungan bagi saya untuk melakukan sosialisasi. Saya terus terang tidak pernah mendapatkan hambatan sampai hari ini.
Mas Pram, kok Cak Lontong ketua tim pemenangan?
Jadi politiknya kan politik gagasan, politik riang gembira, politik tanpa beban, maka ketika saya dan Bang Doel berdiskusi, saya terpikir Cak Lontong.
Jadi representasi dari warga di Jakarta ini kan ada mas, ada bang, ada cak, ada kang, ada juga aa. Yaudah daripada susah-susah ambil aja Cak Lontong yang orang juga tahu sangat cerdas, smart, dan beliau juga pemimpin yang baik sehingga saya dan Bang Doel memutuskan Cak Lontong.
Sempet ada penolakan dari Cak Lontong. Kok saya yang ditunjuk?
Nggak ada, karena Cak Lontong melihat saya dan Bang Doel juga mungkin mau maju dengan 15 persen ini juga lucu gitu ya. Tetapi ini menjadi tantangan bagi kami.
Tapi memang Cak Lontong ini menjadi target utama atau second choice?
Cak Lontong jadi target utamanya. Kalau mau jujur sebenarnya target utamanya ada dua nama. Cak Lontong sama Iko Uwais, pesilat. Kenapa ambil Iko Uwais atau Cak Lontong? Karena kami tahu butuh satu figur orang Betawi asli, Iko Uwais Betawi asli. Kedua, pesilat. Jadi melawan begitu banyak itu butuh pesilat yang bisa silat kanan, silat kiri, dan sebagainya. Terutama silat lidah, kan gitu.
Jadi itu lah yang menjadi pemikiran saya dan Bang Doel. Tapi sayangnya Iko Uwais walaupun mau untuk membantu tapi dia baru pulang ke Jakarta, 4 Oktober karena lagi syuting di China, lagi main film di China.
Tapi Cak Lontong pernah menjadi salah satu tim kampanyenya Pak Ganjar dengan Pak Mahfud. Tapi kan waktu ktu kalah, Mas Pram?
Iya gak apa-apa karena itu kan Pilpres. Pilpres sama Pilgub juga berbeda.
Apalagi saya dan Bang Doel ditambah Cak Lontong kebayang nggak jalan-jalan di kafe pasti rame banget. Saya ya, ri
Saya ya, Ria, waktu awal-awal sosialisasi kepada masyarakat saya betul betul kaget, orang udah lupa sama saya karena sudah hampir 10 tahun lah nggak pernah mau tampil di publik. Tapi sekarang, hari ini karena saya muncul terus di ruang publik, di TV, di podcats, radio, nuga mulai pasang bilboard dan sebagainya, sekarang orang udah muali kenal dan orang yakin bahwa saya ini memang tipe pekerja keras. Jadi apa yang menjadi utama yang saya jual adalah kerja keras. Saya akan sungguh sungguh kerja keras untuk melakukan pembenahan dan perubahan yang ada di jakarta ini.
Followers naik nggak nih Mas Pram? Followers IG?
Saya followers IG dalam waktu sehari rata-rata naik 1.000, rata-rata 1.000.
Siapa yang kelola?
Saya masih langsung. Jadi IG saya isinya sebelumnya hanya sepedahan, olahraga, cucu. Sekarang tiba-tiba, tapi ya memang materi bahannya ada yang menyiapkan tapi saya pegang sendiri.
Putri saya bantu di tiktok. Tiktok sama twitter, tapi kalau IG memang lebih banyak saya.
Ngomonin program, di rt/rw mau pasang cctv dari level gang sampai jalan besar kemudian gajinya rt/rw itu dinaikkan. Itu dinaikkan itu untuk jaga cctv Mas Pram?
Jadi yang pertama di jakarta ini ada 30.894 rt, ada 2.740 rw, maka kalau Jakarta mau lebih aman harus ada CCTV di semua wilayah yang ada sehingga semua aktivitas itu bisa termonitor. Nah kenapa pakai CCTV? Supaya kekerasan menurun, orang yang mau melakukan narkoba juga menurun, sehingga aktivitas masyarakat benar-benar bisa dilihat. Dan nanti akan disambungkan ke warga kalau memang warga juga ingin berpartisipasi. Dengan demikian maka saya yakin pasti perkelahian, bullying, kekerasan, narkoba turun.
Nah yang dinaikkan di-double-kan itu insentif yang sebelumnya Rp2 juta menjadi Rp4 juta di RT. RW nya dari Rp2,5 juta menjadi Rp 5 juta. Maka dengan demikian memang ini insentif untuk RT RW dan termasuk di dalamnya nanti ada yang perlu juga dilakukan perbaikan misalnya kaya jumantik, itu mendapatkan Rp500 ribu. Nah angka-angka yang kecil begini lah yang menjadi konsen saya.
Termasuk guru honorer. Jadi guru honorer kita itu kuotanya untuk KKI, KKI itu yang mendapatkan gaji setara dengan UMR itu terlalu kecil. Banyak juga honorer yang memang tidak memenuhi KKI sehingga mereka gajinya hanya Rp 1-3 juta. Kalau kami diberikan amanat maka ini yang akan kami lakukan perbaikan.
Jadi hal-hal kecil yang kami temukan di lapamgan ini lah yang menjadi program utama kami. Termasuk kemarin ketika di Kelapa Gading ada permintaan untuk tolong dong bukain balai rakyat supaya kalau ada perkawinan, khitanan, ataupun acara hiburan itu nggak perlu ke mana-mana, dan diberikan gratis kepada warga. Dan memang dulu di Betawi tuh ada di Jakarta ada tapi mungkin udah hampir 30 tahun pelan-pelan ilang semua. Nah kalau pemerintah Provinsi Jakarta mengadakan balai rakyat per RT menurut saya bukan sesuatu yang susah karena APBD kita hampir Rp86 triliun, SILPA-nya Rp5 triliun. SILPA itu sisa anggaran. Kalau sisa anggaran katakanlah dua kali, dua tahun aja digunakan untuk itu semua daerah itu punya balai rakyat. Dan tempat yang paling baik untuk gotong royong, berkumpul, bersilaturahmi, dan macam-macam adalah di balai rakyat.
Jika Mas Pram berhasil jadi gubernur, bagaimana penerapannya agar angagran untuk RT RW bisa transparan?
Jadi insentif itu kan per bulan. Pengawasnya bagiman, semua dibuat transparan. Sekarang ini kan udah eranya era digital jadi digitalisasi akan dilakukan
Termasuk saya juga ini ada hal yang baik dari Pak Anies akan dilanjutkan, hal yang baik dari Pak Ahok kami lanjutkan. Dari Pak Ahok misalnya urusan pengaduan ke balai kota, menurut saya tetap harus diadakan. Tapi supaya tidak semua orang ke balai kota, ada akses digital kepada masyarakat yang memang ingin mengadu secara digital, dan laporan itu wajib sampai kepada gubernur dan wakil gubernur. Dulu qlue.
Nah sekarang ini dengan segala hormat, ini lah problem kita. Dengan pergantian pemimpin sering kali pergantian kebijakan. Saya pengin mencoba menjadi warna baru apa yang baik dari Pak Sutiyoso, Pak Foke, Mas Anies, Pak Ahok, termasuk Pj Pak Heru.
Ini sudah berganti kepemimpinan tapi Jakarta masih punya masalah yang disebutnya kekal, yaitu macet. Kalau Pak RK dan Pak Suswono usul pusat perkantoran di Sudirman-Thamrin pindah ke selatan jakarta. Kalau Mas Pram?
Ya saya nggak mau muluk muluk untuk memindahkan perkantoran yang begitu besar itu juga butuh effort yang luar biasa.
Yang paling penting dan terpenting adalah satu, konektivitasnya diperbaiki, yang kedua frekuensi pada saat jam-jam sibuk ditambah.
Pagi ke kantor, jam sibuk pasti baik itu KRL, MRT penuh banget. Terapi jam siang kosong. Maka pengaturan frekuensi itu juga menjadi penting.
Seperti juga yang saya alami sendiri ketika saya turun dari MRT mau buka pintu, ngetap aja sampai 5-6 kali. Yang begini begini nggak boleh terjadi.
Jadi sekali lagi pertama perbaikan internal infrastrukturnya, kedua frekuensinya, ketiga jalurnya ditambah termsuk MRT-nya harus diperbanyak, sekarang kan MRT-nya hanya sampai dengan lebak bukus harus sampai tangerang. Kenapa? Kemacetan ini kan yang paling besar disebabkan oleh mobil dari luar Jakarta ke delam ketika pagi hari dan pulang ketika sore hari itu penyebab utamanya kemacetan terjadi.
Kalau kemudian infrastruktur tranportasinya bagus mereka nggak perlu lagi bawa mobil.
Wacana tarif KRL berdasarkan NIK?
Saya termasuk yang nggak setuju. Jadi yang namanya angkutan transportasi publik itu tidak boleh ada diskriminasi.
Kalau saya nggak boleh, nggak boleh ada diskriminasi. Harus rata. Karena orang naik transportasi publik atau KRL itu tadi kan kita nggak bisa mengecek itu dapat bansos atau nggak, itu orang kaya atau menengah atau miskin.
Sehingga siapaun yang naik transportasi umum harus diperlakukan sama.
Ngomongin sampah nih mas Pram. Jakarta itu kan masih buang sampah ke Bantargebang di Bekasi, padahal sudah ada pengelolaan sampah yang di Sunter itu belum selesai selesai. Apakah nanti kalau misalkan terpilih mau diselesaikan?
Jadi itu problem utamanya yang disebut dengan tipping fee, kenapa? Saya tahu karena memang seluruh persoalan Jakarta dibahas itu Sekretaris Kabinet lah yang mempersiapkan apa yang akan menjadi putusan kemudian realisasi dari putusan itu, saya ikut terlibat. Kenapa sampai hari ini tidak terselesaikan (ITF)? Problem utamanya yang pertama penentuan per-kwH itu antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah sampai hari ini angkanya itu masih belum nemu.
Ada yang minta 12, ada minta 15 per kwh. Yang kedua karena terlalu bertele-tele di internal pemerinahan, investor yang dari luar pada takut. Sebenernya dulu ada yang di Jawa Timur di surbaya ada, bahkan di solo(cek) juga ada, di bandung ada, jakarta udah setengah jalan, jadi karena belum ada kejelasan berapa kwh-nya sehingga ini menjadi problem, belum terslesaikan sampai dengan hari ini.
Kalau Mas Pram terlipih akan dilanjutkan?
Jadi kalau saya yang paling penting ego sektoral antara pemerintah pusat dan pemerintah Jakarta nggak perlu terjadi lagi, karena kalau nggak, walaupun di Bantargebang itu sampah udah begitu banyak, padahal sampah itu kan bisa sekarang ini dengan teknologi yang ada bisa bermanfaat. Harus segera dilakukan dikonversi apa yang bisa dimanfaatkan dari sampah itu.
Berarti nanti ITF yang di sunter itu diteruskan?
Harus jalan. Gini, cara berpikir yang harus diubah sering kali pemerintah provinsi itu tidak berani mengambil keputusan karena payung hukumnya belum klir, takut kemudian mereka ketika tidak menjabat ada persoalan hukum. Tapi kalau payung hukumnya sudah klir, disepakati dan kemudian dilibatkan aparat penegak hukum siapapun mungkin akan berani untuk mengambil keputusan itu.
Mas Pram ini sebenrnya unek-unek dari banyak terutama kalangan milenial, kemudian gen z juga. Sudah ganti pemimlin segala macam tetap aja lapangan pekerjaan susah, kita S1, S2 sudah nyari kerja susah?
Jadi Jakarta apapaun walaupun bukan lagi sebagai ibu kota negara dengan undang undang nomor 2 tahun 2004, Jakarta ini terap pusat perekonomian nasional, kota global dan epicentrum pertumbuhan ekonomi Indonesia, maka Jakarta apapun akan sangat menarik terutama bagi ke anak-anak yang baru lulus sekolah, baik s1, s2, dan seterusnya untuk mengadu nasib.
Apa yang harus dilakukan? Maka tanggung jawab pemerintah Jakarta adalah memberikan kemudahan, memfasilitasi, memperbanyak lapamgan kerja, memberikan ruang seluas luasnya bagi para dunia usaha untuk masuk karena dengan menjadi kota global tidak bisa menjadi kota global kalau masyarakatnya sendiri tidak dimajukan. Jadi dengan demikain sekali lagi saya bukan yang ingin katakanlah muluk-muluk, tapi ingin menyelesaikan apa yang menjadi persoalan masuarakat.
Kalau PPSU atau pasukan oranye gimana?
Jadi PPSU itu kan setiap tahun dievaluasi. Problemnya di PPSU itu banyak orang yang pensiun dari ASN masuk di PPSU. Saya termasuk setuju PPSU-nya jangan tiap tahun (pengrekrutan), masa tiap tahun, mungkin tiga tahun sekali dievaluasi. Tetapi bagi orang yang mau manfaatkan itu yang mantan-mantan ASN ya jangan, kemudian mereka seakan akan ini menjadi lembaga untuk pensiunan lah giu.
Karena kan kabarnya PPSU itu walaupun bersih-bersih tapi gajinya menggiurkan (setara UMP)?
Dan saya termasuk yang setuju dengan Pak Ahok, pasukm oranye itu dihidupkan kembali, syarat pendidikannya nggak perlu sampai SLTA, SD juga nggak apa-apa. Karena mereka kan bukan untuk pendidikannya dibutuhkan tapi keterampilannya dibutuhkan. Jadi saya setuju.
Kembali soal dukungan yang ada, optimis dapat suara banyak kan namanya baru muncul di Pilkada?
Yang jelas dari yang disurvei oleh siapapun nggak ada. Yang disurvei oleh siapapun nggak ada, tiba-tiba nama saya ya udah lah saya yakin nanti kalau ditunggu 2 minggu lagi akan sangat berbeda. Sekarang aja sudah sangat berbeda.
Saya nggak ada karena memang keinginannya juga nggak ada. Tapi saya selalu mengambil kerja keras maka dengan kerja keras saya yakin lah masyrakat Jakarta terutama Gen Z akan iba, kok ada orang bekerja keras untuk memperbaiki Jakarta.
Nah ini ngomongin Gen Z, menarik dukungan mereka caranya bagaimana?
Ya pertama saya punya anak yang Gen Z, yang kedua saya melakukam survei terhadap Gen Z. Jadi mereka ini sekarang ini membutuhkan pemimpin yang mempunyai integritas tapi yang nomor satunya adalah yang punya pengalaman.
Dan itu kenapa suara saya di Gen Z tiba-tiba naik tinggi. Karena mereka melihat pengalaman panjang saya sebagai orang yang pernah menjadi pimpinan DPR, Sekretaris Presiden, sekarang jadi menteri Sekretaris Kabinet, dua periode lagi, dan selama saya memimpin praktis hampir tidak ada gejolak. Rupanya ini yang menjadi daya tarik bagi Gen Z untuk melihat saya. Karena survei itu kami lakukan, kami lihat. Dan kami juga pasti akan memperdalam itu.
Lawan sebelah didukung banyak mesin partai, gimana?
Kalau mesin banyak biasanya suka mogok-mogok.
Terakhir ngomongin 'isi tas'. Sekarang maju, dan anak bapak maju lagi, ini dua-duanya maju di Pilkada gimana isi tasnya itu?
Jadi saya ini sebenarnya kalau mau jujur ya, sudah selesai dengan diri saya sendiri. Sebelum saya jadi politisi, saya juga sudah punya usaha. Bahkan saya mengalami nasib yang sama dengan emak saya. Anak saya ketika maju sebagi bupati periode pertama dia nggak mau. Nggak mencalonkam nggak mau persis seperti saya. Bahkan ketika saya pertmuan dengan ibu.
Yang kedua ini lawannya (anak saya Hanindhito) mau kotak kosong lagi, saya bilang nggak nggak nggak. Harus ada lawan. Makanya lawannya ini ada lawan, supaya dia punya pengalaman juga untuk melawan. Saya sendiri juga kurang lebihnya sama.
Berarti aman isi tas ya untuk PIlkada?
Ya mudah-mudahan, kita berdoa semoga Allah memberikan isi tas yang cukup.
Dua lho ini sekaligus maju ini gimana nggak pusing ibu, haduhh. Bapaknya, anaknya maju semua?
Yang jelas bahwa satu hal yang saya, mudah-mudahan pelajaran juga bagi anak-anak muda. Betul-betul, boleh dicek, saya wanti-wanti kepada Dito adalah kalau kamu pada periode pertamanya jangan pernah berurusan dengan uang, bekerja profesional, kalau pekerjaanmu bagus pasti popularitas kamu juga bagus.
Sekarang ini yang mengejutkan elektabilitas dia itu di atas 80. Sehingga ya mohon maaf, bagi lawannya pasti berat banget apalagi dia incumbent.
Sehingga ya itu lah modalnya dia. Nggak terlalu seperti saya yang survei juga nggak ada harus senyam senyum mesam mesem untung aja ria mau dateng ke rumah ku ini.
Kalau Pak Ahok dikenalnya tegas tapi kerjanya bagus. Mas Anies kalem kalem kerja. Kalau Mas Pram?
Saya kerja keras dan nggak mau kalah. Determinasi saya pasti akan kuat.