Cerita Perjuangan Dinar Candy Bangun Kelab Malam Bermodalkan Pengalaman Jadi DJ

Selasa, 27 Agustus 2024 | 15:06 WIB
Cerita Perjuangan Dinar Candy Bangun Kelab Malam Bermodalkan Pengalaman Jadi DJ
Dinar Candy di kawasan Gunawarman, Jakarta, Senin (5/8/2024). [Suara.com/Adiyoga Priyambodo]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Dinar Candy dikenal sebagai salah satu DJ kenamaan Tanah Air. Bahkan, popularitas perempuan berdarah Sunda diklaim sudah sampai ke beberapa negara di Asia.

Namun, penghasilan dari panggung DJ saja dirasa belum cukup bagi Dinar Candy. Usia yang tak lagi muda membuat Dinar realistis untuk mencari lahan pemasukan baru dari bidang lain.

Tak jauh berbeda dari artis lain, Dinar Candy memilih jalur bisnis untuk ditekuni. Hanya saja, beberapa pilihan bisnis yang diambil Dinar tak kunjung berbuah positif.

Sampai akhirnya, Dinar Candy memberanikan diri membuka kelab malam sendiri. Ia percaya pengalaman sebagai DJ cukup untuk menjalankan bisnis tersebut.

Baca Juga: Dinar Candy Pernah Dikatain Kampungan gegara Tampil di Kelab Kecil

Dinar Candy di kawasan Gunawarman, Jakarta, Senin (5/8/2024). [Suara.com/Adiyoga Priyambodo]
Dinar Candy di kawasan Gunawarman, Jakarta, Senin (5/8/2024). [Suara.com/Adiyoga Priyambodo]

Ternyata, jalan Dinar Candy tak semulus itu. Ia sempat rugi besar-besaran di masa awal kelab malam beroperasi.

Lantas, seperti apa cerita perjuangan Dinar Candy, yang kini bahkan sudah memiliki dua bisnis kelab malam di Jakarta? Berikut, hasil perbincangan Dinar dengan tim Suara.com.

Sekarang sibuk mengelola kelab malam?

Iya, dua kelab ya. Ini yang di Senopati, saham aku 100 persen nih kalau sekarang. Tapi gedung masih sewa. Kalau yang di Kelapa Gading, ada beberapa investor.

Awal kepikiran mulai bisnis kelab malam apa? Bukannya sempat ditipu di bisnis lain juga dan sempat kapok?

Baca Juga: Dinar Candy Ungkap Rahasia Sukses Kelola 2 Kelab Malam di Jakarta

Ya gara-gara aku DJ sih. Kan dari DJ, aku udah tur ke seluruh kota dan udah tur Asia juga. Jadi harusnya sih aku tahu cara manage atau marketing-nya.

Ternyata setelah dijalani, apa yang didapat dari bisnis kelab malam ini?

Awalnya tuh kayak 2 bulan awal tuh rugi terus. Jadi, pas 2 bulan bangun kelab itu, 2 bulan awal tuh rugi terus.

Penyebab ruginya apa?

Itu sebelum kami mengenal tempatnya atau mengenal daerahnya itu. Kami kan nggak tahu marketnya seperti apa. Aku tuh pernah, undang artis mahal ke sini. Tapi malah rugi.

Dinar Candy di kawasan Gunawarman, Jakarta, Senin (5/8/2024). [Suara.com/Adiyoga Priyambodo]
Dinar Candy di kawasan Gunawarman, Jakarta, Senin (5/8/2024). [Suara.com/Adiyoga Priyambodo]

Setelah rugi terus di bulan-bulan awal, apa yang kamu lakuin?

Ya akhirnya kami mulai belajar lah, kayak tempat ini tuh sukanya apa, kayak gitu-gitu. Ternyata, setelah kami cuma undang musisi yang harganya murah, musisi biasa, malah dia rame. Jadi memang tiap tempat beda-beda marketnya.

Dari situ langsung berhasil?

Belum. Kayak aku waktu awal-awal tuh, ini udah jalan, tapi masih nombok gedung, masih nombok listrik, masih nombok karyawan.

Terus kamu ngelakuin apa lagi?

Jadi aku tuh kayak, kalau lagi show ke luar kota, dapet uang kan. Nah, itu aku bayarin ke mereka awal-awalnya.

Sempat keluar dana berapa banyak buat pertahanin kelab malam yang terus-terusan rugi?

Wah, boncos banyak banget pokoknya.

Jadinya, mulai dapat hasil di bulan ke berapa bisnis berjalan?

Setelah 3 bulan itu udah balik modalnya. Jadi di bulan keempat, udah mulai bisa bayar-bayar sendiri dari sini.

Kunci titik baliknya?

Dinar Candy di kawasan Gunawarman, Jakarta, Senin (5/8/2024). [Suara.com/Adiyoga Priyambodo]
Dinar Candy di kawasan Gunawarman, Jakarta, Senin (5/8/2024). [Suara.com/Adiyoga Priyambodo]

Ya itu tadi, dari hasil belajar. Adik aku kan yang megang di sini, GM-nya adik aku. Jadi, dia belajar, di wilayah ini itu sukanya apa.

Jadi ketemu akhirnya ya, selera pasar yang pas?

Iya, kalau di sini tuh segi musiknya aja udah beda banget. Jadi, kayak di sini tuh buat orang-orang yang nggak terlalu suka kebisingan. Dia mau chill, mau main, tapi nggak suka yang rame-rame banget gitu.

Dari situ, keuangan untuk operasional mulai lancar ya?

Iya, jadi sekarang udah lega, udah bisa ditinggal-tinggal.

Kalau untuk kelab yang di Kelapa Gading, gimana?

Oh, kalau itu ada beberapa investor. Bahkan ada yang dari Hong Kong kalau nggak salah. Jadi ibarat katanya bisa saling support.

Situasi pasar di sana gimana?

Beda lagi. Kalau yang di Kelapa Gading, sukanya sama DJ yang seksi-seksi. Yang ke sana kan kebanyakan om-om sama koko-koko.

Pusing lagi dong ngolah konsepnya?

Nggak. Kalau yang di sana kan timnya memang manajemennya yang pegang bukan aku 100 persen, jadi aku cukup mengetahui besar pengeluaran dan segala macemnya. Di sana kan memang ada beberapa orang yang megang.

Dari bisnis dua kelab malam ini, pelajaran apa yang akhirnya didapat?

Sabar dan bertahan. Kalau udah nyemplung, udah mengeluarkan dana, jangan setengah-setengah. Nanti kalau setengah-setengah, rugi. Kalau bisa, keluarin dana terus sampai bisnis itu stabil.

Selain urusan modal, ada pelajaran lain lagi yang didapat?

Dari SDM-nya. Itu harus yang memang mumpuni. Kalau nggak tuh, misalkan pekerjanya korup atau nggak terbuka, itu bahaya.

Makanya salah satu kelab kamu dipasrahin ke orang yang bisa diawasin langsung ya?

Iya, kalau di sini kan adik aku yang megang. Jadi semuanya transparan dan cepat maju.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI