Mengenal Potensi AI di Indonesia, Menguntungkan atau Menghilangkan Pekerjaan?

Jum'at, 23 Agustus 2024 | 21:00 WIB
Mengenal Potensi AI di Indonesia, Menguntungkan atau Menghilangkan Pekerjaan?
AI: Ancaman atau Masa Depan? Mengungkap Rahasia Kecerdasan Buatan
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan sudah merambah ke banyak sektor seperti teknologi, transportasi, kesehatan, keuangan, kecantikan, dan masih banyak lagi. Cukup menarik untuk mengetahui potensi AI pada masa depan terutama di Indonesia.

Sebagai informasi, terdapat asumsi yang menilai bahwa AI dapat menghilangkan pekerjaan seseorang. Meski begitu, ternyata ada beberapa peluang yang bisa diraih berkat teknologi kecerdasan buatan.

Tim Suara.com mewawancarai dua narasumber yaitu Ajar Edi selaku Director Government Affairs Microsoft Indonesia and Brunei Darussalam serta Wahyudi Djafar selaku Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat atau ELSAM untuk mengetahui kecerdasan buatan.

Kita bakal mengulik lebih dalam mengenai apa itu AI, apa kegunaannya, bagaimana regulasi AI di Indonesia serta bagaimana Indonesia dapat memanen potensi kecerdasan buatan.

Baca Juga: Apa Pekerjaan Kartika Dewi? Adik Sadra Dewi yang Diduga Ikut Kecipratan Hasil Korupsi Harvey Moeis

AI sudah datang di Indonesia, bisa dijelaskan secara sederhana apa itu AI?

Jadi kalau secara sederhana dalam konteks AI ini kita bisa bilang, ini tahun kedua. Tahun kedua dalam konteks ‘Bagaimana Ai memberikan banyak manfaat’. Tahun pertama itu, ketika ada Chat GPT, kemudian waktu itu ada Open AI, mengenalkan bagaimana Large Language Model. Kita bisa berkomunikasi dengan komputer menggunakan bahasa sehari-hari sama nih kayak misal kita ngobrol sama orang lain gitu ya.

Bisa minta tolong, tolong dong, saya mau cari makanan yang enak di daerah Jakarta Selatan, misalnya. kita bisa berkomunikasi dengan komputer seperti kita berkomunikasi pakai bahasa sehari-hari. Nah, sekarang ini modelnya sudah lebih advance, jadi ada namanya multimoda nih. Tidak cuma teks, tapi bisa suara, video, juga foto nih. Terus modelnya sudah Small Language Model nih jadi lebih advance. (Ajar Edi)

Narasumber wawancara potensi AI di Indonesia, Wahyudi Djafar dan Ajar Edi. (YouTube/ Suaradotcom)
Narasumber wawancara potensi AI di Indonesia, Wahyudi Djafar dan Ajar Edi. (YouTube/ Suaradotcom)

Bisa diceritakan bagaimana sejarah AI?

Walaupun kalau ditarik jauh itu AI-nya sudah mulai tahun 1950-an sudah diskusi di situ tuh. Jadi, apa yang kita nikmati sekarang mungkin kita main Copilot gitu ya di Bing.com, ngobrol kok kayak Magic nih ya. Padahal sebenarnya ya itu awalnya hitung-hitungan matematik sebenarnya, dari algoritma, coding, nah generatif AI itu membuat kita bisa berkomunikasi tanpa harus masukin kode-kode atau algoritma di komputer kita.

Baca Juga: Lapangan Kerja Kian Sempit, Nasib Menganggur Jadi Seburuk-buruknya Realita bagi Sarjana

Karena generative AI bisa membantu kita berkomunikasi seperti kita saat ini nih. Nah, AI itu kan bukan berdiri sendiri, tadi yang Mbak ee sampaikan kedua AI juga aplikasi sebenarnya sudah kita pakai hari-hari ini, main sosial media sudah ada AI-nya, Smart Watch ada AI-nya gitu ya. Nah AI ini bagi kami, industri ini punya potensi jadi semacam ee kalau kita bilang punya purpose menciptakan banyak hal baru turunannya.

Gampangnya gini,. ketika dulu ada mesin cetak itu, itu teknologi itu bisa membantu menaikkan GDP atau PDP lah ya. Mesin cetak itu diciptakan di Jerman tapi yang bisa memanen manfaat ekonominya adalah Belanda. Nah Belanda paling banyak itu, mesin cetak dibandingkan Eropa efeknya apa PDB-nya Belanda bisa naik bahkan empat kali lipat waktu itu.

Turunannya ada industri bisnis, tintanya nih, ada kertasnya, ada bendernya, ada kemudian para penulis, pembaca. Nah itu potensi ekonomi yang di-generate dari turunan mesin cetak.

Hal yang sama terjadi ketika ada Thomas Alpha Edison menemukan bola lampu, listrik muncul. Nah, listrik itu pengantar potensi ekonomi baru. Muncullah kemudian misalnya kalau kita suka bikin roti ada blender tuh, ada microwave.

Kalau panas, kan tinggalnya di Bandung nih, cari hangat-hangat atau yang dingin ada kulkas tuh, Itu kan potensi ekonomi turunan yang kemudian muncul industri lain yang menyokong listrik itu.

Nah AI itu sama, kita yakin bahwa AI itu sebagai pengantar, kemudian akan ada namanya tech stack di bawahnya yang bisa mendukung punya potensi ekonomi-ekonomi baru yang bisa kita panen. Ada anahnya, untuk investasi, data center-nya, ada chip, ada industri pendukung-pendukung lain. Yang terpenting adalah kosistem turunannya, orang-orang yang menyiapkan aplikasi-aplikasi yang AI. Yang dibangun di atas platform AI ini. (Ajar Edi)

Kalau misalkan dilihat sekarang sih kayak India, itu sudah berjalan kan industri AI-nya gitu. Nah kalau misalkan di Indonesia, Mas Wahyudi, ELSAM itu sudah ada riset, bagaimana sih perkembangan industri AI di Indonesia khususnya?

Ya, jadi sebenarnya kalau dari sisi penetrasi Indonesia juga cukup tinggi ya dalam konteks pemanfaatan dan pengembangan teknologi AI ini gitu kan. Meskipun kemudian tentu sektornya sangat variatif di level kesenjangannya antara satu sektor dengan sektor yang lain. Jadi, kalau dari studi kami kan memang bersama dengan akses partnership kemungkinan topangan dari ekonomi AI itu kan bisa mencapai 18 persen dari total PDB kita di 2022.

Jadi dia bisa mencapai 243 miliar dolar ya. Nilai ekonomi yang mungkin ditopang oleh pemanfaatan atau optimasi dari teknologi AI. Nah dari sisi keterpaparan sampai dengan saat ini memang yang paling besar di sektor teknologi informasi dan komunikasi.

Karena kan tadi seperti dijelaskan Pak Ajar memang banyak berkaitan dengan Chatboard lalu kemudian bagaimana mengembangkan konten-konten yang berkaitan dengan teknologi informasi dan komunikasi dan sebagainya. Nah yang paling rendah tingkat keterpaparannya itu adalah sektor pertanian, Agriculture, gitu kan. Ya, mungkin ini soal kapasitas dan sebagainya. Akses terhadap perangkat dan seterusnya gitu kan. Tetapi kalau dilihat lebih jauh, sektor yang paling beresiko di masa depan ketika ekonomi AI ini tumbuh, justru di sektor pertanian. (Wahyudi)

Apakah teknologi AI bisa menggantikan manusia?

Karena pada dasarnya kan teknologi AI, meskipun tadi diceritakan Pak Ajar itu dia mampu menciptakan ya, mampu apa namanya memproduksi hal-hal baru, dia bukan dibuat untuk menggantikan fungsi manusia pada dasarnya gitu kan. Jadi kan, ini yang harus ditekankan, kenapa kemudian perkembangan teknologi AI itu harus direspon dengan berbagai aspek, pendekatan, agar kemudian fungsi kontrol manusianya itu tetap sentral gitu kan. (Wahyudi)

Kalau tantangan di Indonesia sendiri untuk meningkatkan pendapatan melalui AI, itu seperti apa Mas Wahyudi?

Tantangannya ini, kalau dalam konteks eprivate sector, sebenarnya mereka sudah mulai membangun, membangun apa namanya, membangun adopsi atau bahkan mengakselerasinya, misalnya beberapa perusahaan BUMN sudah punya teknologi ini, kemudian digunakan untuk publik untuk meningkatkan engagement dengan customer-nya, punya hal baru dalam rangka experience dan meningkatkan productivity-nya.

Nah tantangannya, menurut saya adalah satu yang yang pertama adalah meningkatkan majority penggunaan cloud computing di pemerintah. Karena AI ini kan backbone-nya komputasi awan ya, sekarang mungkin sudah hyper skill cloud gitu. Nah kalau kemudian pemerintah juga bisa memaksimalkan pemanfaatan cloud computing, kita harapkan pemerintah bisa menemukan aplikasi-aplikasi baru AI, berbasis AI yang bisa memaksimalkan services-nya untuk khalayak seperti itu.

Apakah kemudian AI ini mau digunakan sebagai tools atau kemudian mau digunakan sebagai kalau kita bilang weapon lah, senjata gitu ya pilihannya kan.

Jadi, negara harus memastikan bahwa AI yang digunakan di Indonesia itu harus yang aman tepercaya, memastikan, keselamatan penggunanya, atau kita-kita ini. Jadi harus ada regulasi yang embedded, yang kemudian bisa mengikat eh bukan mengikat, memastikan para developer perusahaan pembuat AI produknya aman. (Wahyudi)

Kita takut bahwa AI bisa menghilangkan pekerjaan. Apakah AI dapat membunuh pekerjaan kita atau justru malah membantu, Mas Ajar?

Ini pertanyaannya menantang, bagus sekali. Jadi, kalau belajar dari sejarah, selalu akan ada opportunity-opportunity baru atas teknologi, tadi disebutkan ada mesin cetak kemudian listrik.

Kalau dari asesmen kita, AI pun akan punya opportunity-opportunity baru. Memang akan ada perubahan shifting beberapa rule, yang mungkin awalnya dikerjakan manusia karena rutin, dengan perkembangan teknologi ada otomatisasi yang kemudian bisa jadi akan tergantikan. Bisa jadi.

Tapi kemudian, yang penting adalah shifting antara potensi pekerjaan yang lebih akan mendekati AI ini, yang membutuhkan orang-orang yang juga harus beradaptasi dengan AI.

Nah, itulah yang kemudian memunculkan kesadaran bahwa tidak bisa dia dilepaskan dari fungsi-fungsi manusia, gitu ya. Jadi human kontrolnya, itu tetap harus utama ya, dalam konteks penggunaan teknologi AI gitu kan. Itulah kenapa kemudian kan yang perlu dilakukan sebagai respon adalah meningkatkan kapasitas dan kualitas dari manusianya, agar dia bisa kemudian melakukan kontrol terhadap mesin ini.

Seperti tadi statement saya di awal bahwa AI ini dikembangkan diciptakan itu bukan untuk mensubstitusi fungsi dari manusia gitu kan. Kapasitasnya kan memang untuk membantu. Tetapi lagi-lagi kan bahwa yang namanya mesin, ini kan mesin ya Ini bukan produk yang punya emosi, bukan produk yang bisa kemudian berimprovisasi bagaimana mengambil satu keputusan terhadap seseorang gitu kan. (Ajar Edi)

Kalau menurut Mas Wahyudi, pemerintah Indonesia harus ngapain lagi nih untuk meningkatkan industri AI di Indonesia?

Uni Eropa itu kan sangat maju dalam hal penciptaan regulasi teknologi gitu kan. Itu pun mereka butuh waktu yang cukup panjang ya. Pertama kali kan usulan tentang AI Act itu muncul 2019 dan kemudian baru kemudian disahkan di akhir 2023 gitu kan.

Butuh waktu beberapa tahun untuk sampai kemudian mereka memiliki satu kesepakatan tentang ini loh struktur bangunan undang-undang AI di sana, dan mereka sudah memiliki pengalaman mengimplementasikan undang-undang perlindungan data sejak tahun 95, di seluruh negara-negara Uni Eropa.

Bahkan kalau di tingkat nasional, mungkin sudah dari tahun 70-an gitu kan. Nah sementara kita ini baru mau belajar mengimplementasikan undang-undang PDP gitu kan. Nah, bagaimana ketika kita dipaksa untuk melahirkan undang-undang AI. Itulah kenapa, tadi kita butuh semacam sequencing, pentahapan.

Oke, pertama kita belajar menggunakan pendekatan etika. Teknologi juga mungkin baru akan dikembangkan, BRIN mungkin akan memulai bagaimana standarisasi teknologi AI, Kementerian Perindustrian bisa memulai itu gitu kan. Baru kemudian, nanti kita bicara soal menggunakan pendekatan regulasi.

Mungkin kita butuh waktu 10-15 tahun untuk sampai kemudian melahirkan undang-undang AI gitu kan, karena tadi butuh pembelajaran untuk bisa mengenali teknologinya, kebutuhan pengaturannya seperti apa, dan kemudian bagaimana peraturan yang nantinya diciptakan itu memang memiliki karakter memiliki keunikan yang sesuai dengan konteks kita di Indonesia (Wahyudi)

Oke kalau misalkan Elon Musk punya quote “Lahirnya AI itu lebih bahaya daripada nuklir” Nah saya pengen dengar nih quote tentang AI dari Mas Ajar dan Mas Wahyudi

Buat saya adalah AI memberdayakan Indonesia. Setiap negara punya potensi dan punya waktunya dan bagi saya AI akan memberdayakan Indonesia mencapai Indonesia Emas. (Ajar Edi)

Setiap teknologi yang dikembangkan oleh umat manusia itu kan pasti tujuannya baik karena kan dia ingin membantu ya, tugas-tugas dari manusia itu sendiri gitu kan. Jadi teknologi yang diciptakan oleh manusia itu juga memiliki tugas kemanusiaan pada dasarnya gitu kan, dari yang tadinya miskin mungkin dengan teknologi karena aksesnya lebih mudah dia bisa lebih sejahtera gitu kan. Itu yang menurut saya penting ditekankan bahwa kemudian AI itu memiliki karakter apa black box problem ya atau problem kegelapan ya opacity itu ya AI itu kan karena tadi bahwa dia dibangun dengan kombinasi berbagai macam teknologi, berbagai macam pilar gitu kan sehingga kemudian perlu dipastikan ada kejelasan ada transparansi dari produk yang nantinya diciptakan.

Itulah kenapa kemudian tata kelola menjadi penting baik di level teknologi di level etika ataupun kemudian di level apa hukumnya seperti apa. Kalau direspons secara benar, secara tepat gitu kan baik dari sisi positif maupun resikonya. Ya dia akan mampu kemudian, apa istilahnya nya AI adalah akselerasi Indonesia gitu kan. Akselerasi ekonomi Indonesia. (Wahyudi)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI