Suara.com - Industri perhotelan merupakan salah satu bagian dari industri pariwisata yang terdampak pandemi Covid-19, akibat adanya larangan untuk beraktivitas di luar rumah. Praktis, tidak ada tamu yang datang membuat industri perhotelan mengalami kerugian.
Director of Sales & Marketing THE TRIBRATA, Hotel & Convention Center (Sutasoma Hotel & The Opus Grand Ballroom), Hilma Hendriyani menceritakan bagaimana horornya pandemi Covid-19 bagi industri perhotelan.
"Itu masa kelamnya di bidang pariwisata secara umum. Ada PHK besar-besaran, ada yang masih bersyukur nggak di PHK tapi digaji setengah, ada juga yang cuma digaji ala kadarnya. Nah, during the pandemic, karena kita nobody prepared untuk facing that problem, nggak ada yang masuk perhotelan itu semua drop ya. Can you imagine, sama sekali nggak ada tamu yang datang," ujarnya kepada Suara.com, ditulis Selasa (16/7/2024).
Dengan pengalaman lebih dari 24 tahun di dunia perhotelan, Hilma memiliki pemahaman mendalam tentang dunia perhotelan. Ia menganggap kemunculan hotel murah tidak akan berpengaruh terhadap penurunan tamu bagi hotel berbintang.
Baca Juga: 30 Kelompok Seni Tampil dalam Mahakarya Sumbing, Kibarkan Sektor Ekonomi Pariwisata Magelang
Menurutnya, pengalaman yang didapat oleh pengunjung saat menginap di hotel kapsul dan hotel berbintang tentunya akan berbeda. Di hotel berbintang, pengunjung akan dilayani dengan berbagai macam service, fasilitas, serta akomodasi yang lebih baik.
"Hotel kapsul itu menurut saya bukan saingan. Saya rasa baik ya, karena masyarakat umum bisa punya lebih banyak pilihan. Jadinya mereka bisa tahu kalau di hotel kapsul begini experience-nya lebih dapat, kalau di hotel berbintang begini. Dan pada akhirnya itu ada marketnya masing-masing," terangnya lagi.
Simak wawancara eksklusif Suara.com dengan Hilma Hendriyani secara lengkap, berikut ini:
Bisa cerita sedikit latar belakang memulai karir di hospitality? Kan sebelumnya pramugari, apa yang mendorong untuk akhirnya pindah industri perhotelan?
Ya, saya dulu sebenarnya masuk ke pramugari nggak sengaja. Awalnya cuma temenin teman untuk daftar. Dulu kan ini ya, walk-in interview. Nah, pada waktu itu karena seharian jadi saya disuruh ikut, eh nggak tahunya tes dan kejadian masuk.
Baca Juga: Intip Kiat Sukses Wawancara ala Direktur Jung dalam Buku Direktur Berkata
Nah, saat itu padahal saya masih kuliah jujur aja. Akhirnya ambilnya selama satu kontrak. Tapi my mom said, karena masih kuliah jadi harus balik.
Setelah itu saya kuliah, saya ambil diploma untuk di bisnis perhotelan. Terus saya melanjutkan sampai selesai, sampai magister untuk Manajemen Perhotelan.
Dengan pengalaman selama lebih 24 tahun di industri perhotelan, bagaimana Anda melihat bisnis hospitality saat ini? Apakah perbedaannya dengan saat memulai karier dulu sudah sangat terasa?
Jauh banget ya perbedaannya. Hospitality itu very dynamic. Kenapa? Zaman dahulu kan, wahospitality itu belum sebanyak sekarang. Terus sekarang udah ada yang namanya hotel bintang dua lah, bintang tiga, bintang empat.
Mostly itu dulu tuh nggak ada. Sekarang tuh bahkan bisa menginap di apartment yang ada servicenya seperti hotel, kalau dulu kalau mau menginap harus di hotel bagus dan berbintang.
Sekarang hotel-hotel yang kecil juga bagus-bagus in terms of facilities-nya, in terms of quality hotelnya sendiri. Kalau di-compare with zaman dulu tuh, hanya bintang-bintang lima dan empat yang bisa sebagus itu.
Jadi bisnis perhotelan tuh amat sangat dynamic dan majunya pesat sekali. Dulu harga hotel tuh mahal-mahal. Sekarang harga satu juta bisa dapat kamar di hotel bintang empat.
Untuk fasilitasnya, harga yang sekarang satu juta, dulu harga itu satu setengah juta. Bahkan sekarang makin affordable ya bilangnya, dengan harga 450 ribu sampai 500 ribu bisa dapat kualitas hotel bagus.
Anda sendiri menghadapi dinamika industri perhotelan yang berkembang sangat cepat, bisakah menceritakan bagaimana perjalanan kariernya yang bisa bertahan selama ini?
Saya bisa berkarier memang cukup lama ya. Sekarang saya membawahi divisi sales dan marketing, tapi karier saya dimulai dari bawah, dari operational. Jadi saya mulai sebagai resepsionis yang di depan menyambut tamu, lalu jadi guest loyalty executive, sampai akhirnya naik satu tahap menjadi duty manager.
Saat ini sebagai frontliner, saya lebih banyak bekerja di depan, berhubungan sama tamu. Setelah beberapa lama, saya melihat sales kayaknya enak ya, bertemu orang lebih banyak, ketemu klien dan orang-orang baru.
Akhirnya cobalah ke divisi sales di tahun 2003. Itulah pertama saya di sale, saya pegang event-event sales. Nah, dari situ belajar how to deali with client. Itu pengalaman yang beda dengan kayak kalau kita di frontliner, di resepsionis. Kalau di situ, tamunya sudah datang kita jelaskan kamarnya di sini, dapat fasilitas ini.
Pokoknya lebih ke tamu. Tapi kalau di sales kan saya berurusan dengan PIC atau yang booking kamarnya, bukan tamunya langsung. Jadi saya belajar cara dealing harga gimana, cara offering harga gimana, cara make a deal harganya sampai selesai gimana, terus baru nanti ketemu pas tamunya datang. Jadi lebih luas scope pekerjaannya.
Kembali ke soal dinamika industri perhotelan, kita baru aja keluar dari pandemi COVID-19 yang bisa dikatakan hampir mematikan bisnis perhotelan. Bisa Anda ceritakan bagaimana situasi saat itu, dan akhirnya adakah strategi untuk bisa tetap hidup saat pandemi Covid-19?
Pandemi itu sangat mematikan bagi industri perhotelan ya. Once pandemic comes, nobody prepared, nobody knows what happened. Kita bilang kayak kiamat kecil for everybody, specially untuk di perhotelan juga. Itu masa kelamnya di bidang pariwisata secara umum.
Ada PHK besar-besaran, ada yang masih bersyukur nggak di PHK tapi digaji setengah, ada juga yang cuma digaji ala kadarnya. Nah, during the pandemic, karena kita nobody prepared untuk facing that problem, nggak ada yang masuk perhotelan itu semua drop ya. Can you imagine, sama sekali nggak ada tamu yang datang.
Akhirnya hotel hanya bisa mengandalkan tamu yang ada, yang sudah in-house tapi karena lockdown mereka nggak bisa keluar, dan itu pun hanya beberapa saja, tamu-tamu asing yang nggak bisa keluar dan pulang ke negara asalnya akhirnya tinggal di hotel.
Thank God juga setelahnya, pemerintah mengeluarkan namanya repatriasi. Jadi semua tamu orang Indonesia ataupun orang asing yang datang dari luar negeri, mesti diisolasi dulu, dicek apakah positif atau tidak. Nah, itulah sumber pendapatan hotel pada saat itu. Seiring berjalannya waktu, PPKM berubah dari 14 hari, akhirnya turun jadi 7 hari, 4 hari, sampai 3 hari, akhirnya sampai sama sekali isolasi mandiri itu ditiadakan.
Alhamdulillah akhirnya pandemi selesai juga, bisnis mulai menggeliat. Tahun 2022, pada saat itu yang kita andalkan hanya dari government segmentation, jadi instansi pemerintahan yang sudah ngadain meeting, yang sudah ngadain acara. Untuk corporate sama sekali belum.
Akhirnya setelah pemerintahan menyatakan tidak ada lagi COVID-19 sebagai penyakit yang kayak flu biasa itu, baru perlahan-lahan corporate-nya mulai berdatangan.
Alhamdulillah, tahun 2023 pertengahan itu bisnis mulai menggeliat sangat cepat. Mungkin juga orang sudah capek di rumah terus. Setelah itu perlahan-lahan kembali normal sampai saat ini.
Sebagai insan profesional di dunia perhotelan, apa pendapat Anda soal work-life balance yang saat ini ramai jadi pembahasan?
Pasti work-life balance harus dicapai. Saya work hard, play hard. Saya setuju banget there is balancing between work and life. Biasanya saya suka nonton, nonton film, baca buku, baca novel.
Untuk olahraga, saya sukanya sekarang lari. Jadi Sabtu dan Minggu saya usahain saya lari pagi-pagi. Pokoknya saya lari itu sebagai me time. Lari itu bagus banget loh manfaatnya, stres berkurang, metabolisme saya jadi bagus, lari sambil dengerin musik akhirnya saya jadi cooling down.
Memiliki peran leadership dalam sebuah industri yang dinamis tentunya tidak mudah. Bagaimana Anda sebagai leader memimpin anak muda di industri yang serba cepat berubah ini?
My team are millennials. Saya berusaha agar mereka bisa tidak baperan, lebih tahan banting, lebih tough, fighting spiritnya harus ditingkatkan supaya kerja bisa tahan banting.
Saya selalu bilang, every single thing you want to do, do it in persistence. Persistence is very important. Jadi apapun itu harus punya persistence. Itu kunci saya.
Persistence seperti apa? The way you are handling your relationship with the client, the way you are handling with your team. Every job itu pasti punya konsekuensi dan punya challenge-nya masing-masing. Kalau tidak persistence tidak akan bisa bertahan pasti.
Sekarang mulai bermunculan hotel-hotel murah seperti hotel kapsul. Anda sebagai pemain lama di hotel berbintang, bagaimana menyikap kemunculan hotel-hotel baru ini? Apakah termasuk ancaman?
Hotel kapsul itu menurut saya bukan saingan. Saya rasa baik ya, karena masyarakat umum bisa punya lebih banyak pilihan. Jadinya mereka bisa tahu kalau di hotel kapsul begini experience-nya lebih dapat, kalau di hotel berbintang begini. Dan pada akhirnya itu ada marketnya masing-masing. Untuk Sutasoma Hotel misalnya, juga sudah ada marketnya sendiri. Nah apa yang membedakannya?
Saat ini, banyak hotel hanya menyediakan tempat untuk tidur tanpa menawarkan pengalaman yang berkesan. Bahkan di hotel-hotel murah atau hotel kapsul, tamu hanya mencari tempat untuk tidur. Namun, di hotel-hotel tertentu seperti Sutasoma, kami berusaha memberikan pengalaman yang lebih, guest experience istilahnya.
Misalnya, tamu yang pertama kali datang dari Korea akan mendapatkan sambutan yang istimewa. Kami menyiapkan makanan dan amenities khusus serta welcome fruits. Kami bahkan menambahkan sentuhan kecil seperti bendera Korea kecil di makanannya sebagai bentuk perhatian kami. Hal-hal kecil seperti ini membuat tamu merasa dihargai dan terkesan dengan pengalaman menginap mereka.
Hotel berbintang juga biasanya memiliki guest preferences. Misalnya, saat tamu datang pertama kali, kami langsung mencari tahu kebiasaan dan kesukaan mereka. Kami mencatat kebiasaan mereka sehingga kunjungan berikutnya bisa lebih personal. Sebagai contoh, seorang tamu yang suka macchiato akan langsung diberikan minuman favoritnya begitu dia duduk, tanpa harus memesan terlebih dahulu.
Kami bahkan tahu tamu mana yang lebih suka air hangat dengan lime, hanya dari sekali mereka menyebutkannya. Pengalaman tamu yang luar biasa bukan hanya tentang check-in, tetapi tentang perhatian pada detail kecil yang membuat mereka merasa spesial dan diingat.
Hal-hal inilah yang membedakan satu hotel dari yang lainnya. Memberikan pengalaman yang dipersonalisasi dan penuh perhatian adalah kunci untuk memastikan tamu selalu ingin kembali.
Apa harapan Anda terhadap dunia perhotelan di masa depan? Adakah tren yang perlu diantisipasi dunia pariwisata agar bisa berkembang menjadi lebih baik?
Sama seperti hotel-hotel lainnya, kita harus tetap adaptif dan inovatif, terutama karena kita berada di Jakarta. Meski Ibu Kota akan pindah, Jakarta masih memiliki potensi besar sebagai pusat bisnis, mirip dengan yang terjadi di Australia di mana Ibu Kota dan pusat bisnis terpisah.
Harapan saya adalah bisnis di Jakarta terus berkembang dengan datangnya investor, yang tentunya akan berdampak positif pada sektor pariwisata.
Dengan tren staycation yang semakin populer, banyak keluarga memilih menghabiskan liburan singkat di tempat yang dekat dengan Jakarta. Oleh karena itu, kita perlu memberikan pelayanan yang berbeda dan lebih baik dari hotel-hotel lain.
Saya juga berharap dengan pemerintahan yang baru, sektor pariwisata di Jakarta akan berkembang tidak hanya untuk bisnis, tetapi juga untuk leisure.
Jakarta dulu memiliki banyak daya tarik dan minat dari berbagai kalangan, dan saya berharap hal ini akan semakin ditingkatkan. Dengan berkembangnya bisnis, sektor perhotelan juga akan tumbuh.
Keinginan saya untuk Tribrata Group, khususnya Sutasoma Hotel adalah agar hotel ini dikenal luas oleh masyarakat. Saya ingin Tribrata menjadi pilihan utama untuk staycation, dan Tribrata Convention Center dikenal sebagai tempat mewah untuk mengadakan acara pernikahan, acara sosial, dan pertemuan bisnis.
Hotel ini harus bisa menjadi tempat yang nyaman baik untuk keluarga yang berlibur maupun untuk pebisnis yang dalam perjalanan. Dengan menyediakan layanan yang luar biasa dan berfokus pada detail, kita dapat membuat tamu merasa spesial dan menciptakan kenangan indah yang akan mereka ingat.
Harapan saya, Tribrata tidak hanya dikenal, tetapi juga dicintai oleh masyarakat luas sebagai destinasi utama di Jakarta.