Buka-bukaan Sekjen Kemnaker Soal Tantangan Masa Depan Ketenagakerjaan Indonesia

Chandra Iswinarno Suara.Com
Senin, 08 Juli 2024 | 17:31 WIB
Buka-bukaan Sekjen Kemnaker Soal Tantangan Masa Depan Ketenagakerjaan Indonesia
Sekjen Kemnaker Anwar Sanusi. [Suara.com/Ramadhani Arie Nugroho]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Bonus Demografi. Dua kata ini menjadi pisau bermata dua bagi generasi penerus Bangsa Indonesia di masa depan. Pengelolaan angkatan kerja menjadi salah satu kunci untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk dalam meningkatnya pengangguran di masa depan.

Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) sebagai salah satu kementerian yang menangani tenaga kerja meresponsnya dengan berbagai macam program dalam meningkatkan kemampuan angkatan kerja.

Sekjen Kemnaker Anwar Sanusi mengemukakan sejumlah hambatan dan tantangan yang kini harus dijawab dengan menyiapkan tenaga kerja handal di masa depan. Sejumlah kreasi dan terobosan terus dilakukan Kemnaker merespons kondisi zaman dan juga generasi angkatan pekerja yang baru, didominasi Gen Y dan Gen Z.

Tentunya perlu kolaborasi dari semua pihak untuk terus meningkatkan kemampuan angkatan kerja muda yang dibutuhkan kelak.

Baca Juga: Sekjen Kemnaker Anwar Sanusi Sebut Negara Harus Adil soal Kesempatan Kerja

Saat berbincang dengan Ajar Edi, Ketua Komunitas Kagama AI di kantor Suara.com,  Anwar Sanusi mengungkapkan berbagai langkah dan terobosan yang dilakukan Kemnaker menjawab tantang bonus demografi dan juga masa depan ketenagakerjaan di Indonesia.

Bagaimana Pak Anwar dengan tanggung jawab besar sebagai Sekjen Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker), program-program apa yang sekarang kementerian jalankan?

Terkait dengan program unggulan yang dilaksanakan Kemnaker, saat ini saya bagian dari di dalamnya mengawal. Itu adalah satu, kita penguatan Pasar Kerja Indonesia. Jadi, kita ini kan ingin adanya sebuah tempat untuk menjadi hub-lah dari sisi demand dan supply Ketenagakerjaan.

Nah kita selama ini kan selalu bicara adanya problematika link and match, miss matching. Karena memang tadi ya, tidak ada di situ pertemuan yang sangat istilahnya saling mengetahui antara demand dengan supply ketenagakerjaan tadi.

Kalau kita bicara demand, tentunya di situ kan kita harus tahu kebutuhan dari lapangan pekerjaan atau katakanlah di situ adalah profesi yang diinginkan baik oleh pemerintah kemudian swasta atau bahkan juga masyarakat dalam dan di luar negeri.

Baca Juga: BPJS Ketenagakerjaan Raih Opini WTM, Pengelolaan Dana Pekerja Diapresiasi

Seperti, misalnya jenis pekerjaan apa yang dibutuhkan, kompetensi apa yang diinginkan, yang diperlukan. Nah, kalau kita sudah tahu tentunya ini akan menjadi informasi yang sangat berguna bagi sisi supply.

Sisi supply dari ketenagakerjaan kan satu institusi pendidikan, yang kedua lembaga-lembaga pelatihan yang dua-duanya ini memiliki peran saling melengkapi, komplementer ya. Yang satu memproduksi orang agar bisa berpengetahuan lebih baik, yang satu memiliki keahlian yang memenuhi ini. Yang pertama yang kita dorong adanya sebuah pasar Kerja Indonesia yang lebih inklusif.

Pasar kerja yang lebih inklusif?

Artinya, inclusive labor market. Apalagi tantangan ke depan, ya. Tantangan misalnya, ketika kita berbicara dengan Gen Z, Gen Y. Kemudian, kita berbicara tentang, misalnya Green job, kita kemudian Green economic. Apapun itu kan harus betul-betul memiliki semacam, katakanlah skenario yang tepat untuk merespons tantangan itu, terutama skenario Ketenagakerjaan.

Nah yang kedua, yang juga kita dorong adalah bagaimana kita ini juga menyiapkan SDM. Jadi, kita ingin SDM yang kita bangun, kita ciptakan adalah SDM yang betul-betul memenuhi standar pasar kerja. Makanya, kita melakukan transformasi dari balai-balai latihan kerja. Yang mana itu adalah merupakan sebuah katakanlah tempat, di sini adalah forum untuk mencetak orang-orang yang terampil itu.

Beberapa strategi yang kita lakukan adalah melalui satu reformasi dari sisi kelembagaan. Jadi lembaganya itu, kita ciptakan yang memang betul-betul tepat dijadikan sebagai betul-betul lembaga pelatihan yang tidak birokratis.

Kemudian, yang kedua, kita juga harus melakukan pembenahan dari sisi tenaga kepelatihan, instruktur. Instruktur harus kita berikan modal pengetahuan yang lebih agar mereka, tentunya menjadi mitra pelatihan yang baik.

Kemudian yang ketiga menjadi prioritas, bagaimana merespons gelombang besar angkatan kerja milenial dan Gen Z.

Nah ini menarik, karena mereka mewakili kelompok besar dari angkatan kerja yang memiliki nilai-nilai pandangan, nilai yang mungkin berbeda dengan generasi-generasi sebelumnya. Generasi X, generasi babby boomers berbeda.

Nah inilah yang kita harus siapkan, karena mereka ini jumlahnya sangat besar. Dari aspek regulasi juga harus melakukan penataan, termasuk bagaimana hubungan kerja betul-betul sesuai dengan karakter mereka itu.

Nah ini, ada tiga program sebetulnya yang memiliki pendekatan, namanya 'sembilan lompatan' tapi saya tidak akan menyampaikan semuanya ya.

Mungkin saya melihat disparitas infrastruktur di seluruh Indonesia agak challenging. Bisa disampaikan beragam tantangannya, termasuk Gen Z yang melek sosial media, kemudian banyak ekspektasi itu. Kira-kira bagaimana untuk Kemenaker mengelola hal itu dan memenuhi kebutuhan itu?

Ya, betul. Jadi tadi ya karakter Gen Z itu, mereka itu kan memiliki literasi digital yang lebih dibanding dengan (generasi) sebelumnya. Ditambah juga pemahaman mereka terhadap pengetahuan yang juga lebih cepat plus juga kemampuan bahasa, terutama bahasa asing kan juga bagus juga.

Nah, tapi mereka juga memiliki kelemahan. Dari berbagai komunikasi yang kita lakukan dengan HRD di perusahaan-perusahaan, kadangkala mereka itu memiliki loyalitas yang cukup rendah.

Loyalitas yang cukup rendah ya?

Artinya, gampang sekali keluar masuk keluar masuk keluar masuk, ya.

Karena mungkin merasa hebat terus gampang?

Iya. Jadi, apakah itu merupakan sebuah katakanlah dulu ketika saya awal-awal bekerja, itu kan ada pertanyaan yang dilakukan oleh orang asing mengatakan 'Gimana untuk coba bekerja di Indonesia?' Kalau di tempat kita itu kan lifetime employment, dulu loh ya.

Artinya, orang masuk di dalam satu lapangan pekerjaan ya di situlah sampai dia kerja sampai pensiun. Nah kalau kalau di tempat lain waktu itu sudah mulai. Tentunya ada penyesuaian regulasi. Kan pemerintah itu sebetulnya menjalankan tiga fungsi.

Fungsi yang pertama regulating, kemudian, implementing, yang ketiga advocating. Nah, fungsi yang tidak pernah akan hilang itu adalah regulasi.

Karena memang yang namanya kita sebagai organisasi publik adalah memiliki kewenangan untuk mengatur, dan mengaturnya di pemerintah, tapi di situ yang namanya implementing kan bisa dilakukan oleh bukan pemerintah, masyarakat.

Kalau swasta boleh advokasi pendampingan bisa dilakukan oleh pemerintah ataupun oleh masyarakat. Dengan kata lain, kita harus menciptakan regulasi yang betul-betul ramah dengan yang namanya kelompok yang tadi Gen Z dan sebagainya itu. Ini kalau kami menyebut berarti adaptif regulation.

Adaptif regulation? Menarik ini.

Regulasi yang adaptif, artinya bukan yang memang istilahnya template dari generasi ke generasi berikutnya. Jadi kalau seperti itu, ya menurut saya, kita akan mengalami problematika regulasi yang kita keluarkan itu ternyata tidak nyambung untuk menjawab pertanyaan atau tantangan kekinian itu kalau kita tidak adaptif itu.

Tentang regulasi adaptif. Untuk penyiapan Gen Z, seperti apa dan apa saja kira-kira program yang akan mungkin sudah dilaksanakan? Dan ada hal lain apa yang untuk memastikan itu bisa terlaksana?

Kita bicara data dulu. Terkait dengan angkatan kerja kelompok umur yang kita kategorikan Gen Z dan Gen Y ini jumlahnya di atas 52 persen. Gen Y sangat besar, kalau kita tidak tepat untuk melakukan pengelolaan kepada kelompok angkatan kerja itu, kami khawatir banyak potensi yang terbuang.

Makanya, kami menempatkan yang namanya Gen Y dan Gen Z ini dalam sebuah tempat yang sangat istilahnya penting untuk kita mendesain kira-kira program apa yang tepat untuk mereka.

Nah salah satu yang kita dorong ada dua. Satu, bagaimana kita menyediakan ruang bagi mereka untuk tadi berdiskusi ngobrol. Kemudian, brainstorming idea. Nah, kami menyebutkan agar ada nilainya di Gen Z ini, ada namanya Talent Corner.

Jadi, ada pojok-pojok talenta ya corner, pojok-pojok talenta dan itu ada hampir di setiap balai-balai latihan, balai latihan kerja atau namanya sekarang itu adalah balai pelatihan vokasi dan produktivitas.

Sekjen Kemnaker Anwar Sanusi. [Suara.com/Ramadhani Arie Nugroho]
Sekjen Kemnaker Anwar Sanusi. [Suara.com/Ramadhani Arie Nugroho]

Balai pelatihan vokasi produktivitas terus Talent Corner?

Balai pelatihan vokasi dan produktivitas ini kan dia punya workshop banyak tapi yang tidak penting instruksinya karena kita ingin memberikan ruang tempat kepada mereka, sisakan satu tempat untuk menjadikan anak-anak muda itu nyaman untuk di situ, namanya Talent Corner. Contohnya yang sudah ada, misalnya ada di Bekasi, ada di Bandung, ada di Semarang, ada di Solo, banyak sekali.

Terkait opportunity itu, anak-anak muda apakah harus mendaftar? Atau apakah dinas lokal atau kementerian punya Mekanisme seperti apa?

Kalau yang terkait, sebetulnya pendaftaran pelatihan ya. Memang kita memiliki sistem, namanya sistem informasi aplikasi pelayanan ketenagakerjaan atau disingkat siap kerja.

Siap kerja nih ya?

Siap kerja. Ada aplikasinya dan di situ seseorang bisa mendapat informasi. Di dalam siap kerja itu skill hub ya. Skill hub itu adalah informasi pelatihan-pelatihan apa yang diselenggarakan oleh Kemnaker. Kemudian tempatnya di mana saja? Kemudian yang ketiga output dari pelatihan itu apa? Makanya, itu skill hub.

Kemudian yang kedua pelayanan yang terkait dengan serti-hub. Jadi, sertifikasi kompetensi sertifikasi SKKNI kan ya. Dengan sertifikasi ini akan menjadi modal bagi pemegangnya ketika melamar pekerjaan.

Makanya dalam setiap even, saya sudah menawarkan kepada kampus ketika lulus itu jangan hanya memiliki ijazah tapi juga sertifikat kompetensi. Nah, ini akan menjadi semacam ibaratnya kalau kita mau perang senjatanya cukup lengkap. Jadi, ada something that can be prove bahwa certain competence adalah saya kompeten.

Kata kuncinya ijazah saja dengan kondisi sekarang bukan tidak cukup, tapi perlu ditambahi dengan sertifikasi yang sudah tersedia?

Kalau istilahnya dulu pada saat Covid itu kenal masih ada booster kan? Jadi setelah vaksin masih ada booster lagi. Ya ini kan dengan booster ini orang, misalnya ketika mengetok pintu lamaran membawa lebih pede ya, bahwa ini ijazah saya. Nah Alhamdulillah kemudian saya ada sertifikat kompetensi, misalnya tentang desain grafis.

Dengan ini ya tentunya pihak perusahaan lebih mantap untuk itu. Kemudian, ada tadi pelayanan yang menyangkut namanya bishub. Bisnis hub ini adalah sebetulnya program yang tadi kaitannya dengan talent corner. Jadi memang ada program yang kita mendorong seseorang bukan hanya nanti menjadi pekerja tapi menjadi wirausaha.

Jadi ada program-program namanya tenaga kerja mandiri yang dirancang untuk membuat desain proposal. Dan di situ, proposal itu juga ada semacam supporting anggaran kecil sebagai, katakanlah, inkubasi bisnis. Kalau bisa besar, bisa kita gandengkan dengan perbankan. Mungkin kementerian lain yang memang menyediakan modal-modal yang bisa kita kita manfaatkan.

Nah yang keempat adalah yang terkait karier hub. Jadi tadi skill hub, serti-hub, bishub, dan karier hub. Jadi, karier hub ini tadi menyediakan informasi terkait dengan lowongan-lowongan pekerjaan yang bisa dimanfaatkan.

Para employer bisa bikin dari itu ya?

Tadi kembali ya. Kami ingin Kemnaker itu memiliki tadi inclusive labor market information system. Siap kerja. Tadi semua aset SDM kita, setelah masuk dia adalah memberi profilingnya ini masuk ketika ada lowongan kita tinggal dapat feeding informasi.

Ini menarik, sebenarnya bukan hanya fresh graduate ya? Siapapun yang ingin masuk bagian dari siap kerja pun bisa mengakses itu ya?

Bisa. Jadi gini, kan ketika ketika kita berbicara adalah non-fresh graduate ya. Kan tadi skill hub. Skill hub itu kan kita berbicara dalam tiga aspek, pertama skilling, artinya orang ketika lulus perlu misalnya penyesuaian terkait dengan keterampilan.

Saya misalnya, alumni teknik sipil. Ketika, ibaratnya saya di dalam masuk dunia kerja baru tidak langsung compatible. Kan ada sesuatu yang harus skilling yang harus kita sesuaikan.

Yang kedua, upskilling. Artinya, seseorang ketika sudah bekerja perlu improvement dari sisi keterampilan. Kalau ingin maju ya tentunya dia harus memiliki modal lebih besar.

Kemudian, yang ketiga kan reskilling. Artinya, ketika seseorang mungkin butuh tantangan baru dia beralih profesi namanya reskilling dan itu informasinya juga ada di skill hub gitu. Jadi, menurut saya ini istilahnya sesuatu yang tadi memang satu paket.

Seandainya betul-betul dilaksanakan, mudah-mudahan tantangan ketenagakerjaan meski berat, kita sudah menyiapkan sebuah desain yang memang bisa merespon setiap tantangan-tantangan yang kita hadapi.

Apakah ada public participation, private sector atau mungkin mitra-mitra kementerian/lembaga lainnya yang dalam rangka berkolaborasi menyukseskan program-program ketenagakerjaan ini?

Jadi begini, kami ingin juga terima kasih yang namanya Kementerian Ketenagakerjaan kan tidak menyediakan pekerjaan. Namanya saja di dalam bahasa Inggris itu ada yang namanya ministry of manpower ada ministry of employment kan nah.

Ada Ministry of labor?

Nah, iya. Tapi, artinya apa memang Kemnaker ini harus mengorkestrasi seluruh kebutuhan akan tenaga kerja yang diinginkan. Pencipta yang namanya lapangan pekerjaan kan sektor-sektoral, pertanian, kesehatan kemudian perindustrian. Nah, kita harus betul-betul mengorkestrasi, ketika kesehatan butuh itu kan SDM apa yang diinginkan.

Kemudian yang kedua, kira-kira bagaimana kalau orang sudah bekerja ini dilindungi sebuah sistem aturan ketenagakerjaan yang membuat mereka nyaman bekerja. Makanya, kalau dulu dikenal adalah relasi industri. Kalau, yang ke depan ini kan relasi kerja. Misal, orang dengan digital platform dan sebagainya terlindungi, termasuk di situ jaminan sosial ketenagakerjaannya.

Nah yang kedua, kami sebetulnya menggagas dari dalam. Ketika saya masuk di kemnaker, pengalaman saya ketika masih di Kemendes saya bawa. Nggak mungkin yang namanya pemerintah itu aktor tunggal untuk menyelesaikan masalah publik. Maka di sini harus ada keterlibatan termasuk seluruh pemangku kepentingan, salah satunya perguruan tinggi.

Makanya, kami menggagas namanya Forum Komunikasi perguruan tinggi untuk Ketenagakerjaan 'forkontinang'. Kita undang kampus-kampus untuk kita bareng-bareng tadi mulai dari namanya formulasi regulasi sampai kepada tadi mengawal program ini gimana mereka juga ikut berpartisipasi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI