Kenapa? Misalnya, orang tuanya tiba-tiba sakit atau yang sering terjadi adalah orang tuanya bercerai. Atau bisa juga tiba-tiba orang tuanya kena PHK. Itu bisa terjadi dalam perjalanan pendidikan anak-anak itu. Nah, kita juga harus punya safety belt untuk mereka. Safety belt itu bisa dalam bentuk kerjasama dengan mitra, misalkan dulu pernah ada program kawan asuh. Jadi, kita punya kerjasama untuk menerima mahasiswa dari mitra, tapi mahasiswa dari mitra tersebut membayarnya berapa kali UKT untuk temannya. Nah, itu ada program kawan asuh seperti itu. Kenapa bisa? Karena memang dia punya kemampuan untuk itu. Orang Indonesia kalau sekolah ke luar negeri pembayarannya dua kali, tiga kali lipat lebih dari di Indonesia. Belum lagi hidup di sana.
Tapi menurut Prof nih, setuju nggak ada kenaikan UKT seperti yang direncanakan oleh Pak Menteri?
Iya, jadi gini, kenaikan UKT itu suatu hal yang tidak bisa dihindari karena adanya inflasi. Tapi, saya katakan tadi bahwa kenaikan UKT itu adalah alternatif terakhir manakala kita tidak bisa menjaga balancing keuangan karena tidak ada sumber lain yang bisa menjaga itu. Selama kita bisa menjaga balancing keuangan, balancing antara input dengan output, saya pikir itu alternatif terakhir. Makanya kita coba dulu dengan tadi, bagaimana kita mengutilize aset yang idle, bekerjasama membuat korporasi bisnis yang baik, yang tidak menjadikan seolah-olah universitas itu dikomersialisasi.
Tidak, tetapi itu adalah bagian dari untuk membuat tempat-tempat yang sifatnya dijadikan sebagai tempat magang anak-anak. Contoh punya rumah sakit pendidikan, di situlah nanti calon dokter, nurse, apoteker belajar di situ bersama-sama dalam interprofessional collaboration. Nah, di situ kita punya role model. Artinya apa? Maka si dokter atau calon dokter atau calon nurse yang ada di sana harus tahu mengendalikan rumah sakit itu tidak hanya sekedar membuat orang sembuh, tapi juga bagaimana mengendalikan manajemen rumah sakit. Jangan sampai dia begitu lulus, misalnya, kemudian mengendalikan manajemen rumah sakitnya nggak benar jadi bikin rugi rumah sakit orang.
Nah, gimana caranya kita membuat role model di rumah sakit pendidikan kita bahwa pelayanannya bagus, kemudian juga secara bisnis dia tahu role modelnya gimana dalam bisnis itu. Rumah sakit pendidikan. Kemudian juga kita bisa bikin teaching factory, teaching factory juga sama, dia harus punya impact terhadap pemasukan. Artinya dia harus teaching factory, farm factory segala macam itu harus menunjukkan real bisnis yang sebenarnya untuk mahasiswa. Jadi bisnis yang dipunyai oleh kampus itu adalah sarana mereka untuk magang, bukan sekedar laboratorium buat dia nyoba. Iya, jadi kita mengajarkan satu bisnis yang berbasis keilmuan mereka yang kemudian jadi bayangan nanti saya kalau lulus mau jadi begini. Jadi tugas saya lulus saya akan begini atau profesi saya lulusnya akan begini.
Nah, di situlah dia akan mempunyai satu kesungguhan dalam belajar karena dia tahu bahwa ini loh real world yang dia akan hadapi nanti sehingga saya harus belajar A, B, C, D untuk mahasiswa. Nah, untuk kita dosen juga akan mempunyai satu bayangan, "Oh, ini real world yang akan dihadapi oleh si mahasiswa sehingga kurikulum apa sih yang diperlukan yang mendukung pada kompetensi anak itu." Jadi, dengan satu korporasi akademis seperti ini, keuangan bertambah dari non-tuition, tempat magang juga punya kita supaya anak-anak kita juga siap untuk bekerja.
Kemudian yang paling penting adalah tempat untuk uji publik kurikulum. Karena apa, kurikulum kita kan harus update, ya kan? Update supaya menjadikan kurikulum itu membekali anak pada kompetensinya. Sehingga dengan ada tempat yang seperti ini, kita akan selalu update dengan kebutuhan dari masyarakat. Jadi mana kurikulum yang memang harus kita tinggalkan karena udah nggak perlu lagi, misalnya. "Oh, sekarang kurikulumnya perlu ditambahin digitalisasi," misalnya, itu masukin. "Oh, yang ini nggak usah ada, ganti dengan ini," itu dapatnya dari mana? Itu dapatnya dari tempat-tempat magang tadi karena kita bertemu dengan real world-nya sesudah kuliah anak ini akan masuk ke seperti apa ekosistem itu. Jadi itulah mungkin salah satunya.
Terus kedua, sekarang kan zaman sertifikasi. Apa-apa sertifikasi, ya. Insinyur sertifikasi, tenaga kesehatan lagi rapat sekarang gimana cara membuat sertifikasi. Nah, lembaga-lembaga universitas juga bisa menjadi lembaga sertifikasi. Cuman kita harus mendaftarkan, misalnya, untuk sertifikasi nakes harus daftar ke Kemenkes, lalu bikinlah tema-tema sertifikasi yang bisa diikuti secara massal. Kita memberikan manfaat supaya mendapatkan nakes yang kompetensinya bagus. Tetapi Unpad juga akan mendapatkan tambahan pemasukan dari lembaga sertifikasi itu. Dan itu sebetulnya satu apa ya, kita mendapatkan tambahan dari non-tuition dari core bisnis kita di pendidikan tetapi lewat sertifikasi. Jadi sebetulnya saya melihat bahwa Unpad dengan usianya yang saat ini cukup matang, yang sudah dikembangkan oleh para rektor terdahulu, itu memang sangat bisa untuk di-direction untuk maju ke arah yang lebih baik sesuai dengan tantangan yang ada saat ini. Kita responsif dengan tantangan yang ada saat ini.
Yang kenaikan UKT di kampus. Sempat ada gonjang-ganjing nggak tuh? Ada keresahan mahasiswa, naik nggak nih Unpad?
Dulu juga saya lagi mahasiswa sama. Jadi kalau isu UKT bukan isu saat ini, itu isu yang sudah lama ada. Naik 100 ribu aja jadi pembahasan. Tapi nggak apa-apa, itu pendewasaan dari mahasiswa. Bagaimana mengasah empati, mengasah sensitivitas dari mahasiswa kita nih yang sudah melewati masa itu. Harus menerima itu sebagai sarana untuk mendewasakan mereka supaya mereka sensitif terhadap masalah di masyarakat. Supaya nanti dia sebagai future leader juga akan berpihak kepada masyarakat. Itu mah dinamika, nggak apa-apa.