Suara.com - Djenar Maesa Ayu merupakan aktris, penulis, produser, sekaligus sutradara Indonesia. Djenar mulai dikenal karena karya-karya cerpennya yang bergaya feminin. Namanya makin harum saat terjun ke dunia perfilman.
Sang aktris sendiri lahir dari keluarga seniman. Ayah Djenar, Sjumandjaya adalah seorang penulis dan sutradara terkemuka. Sementara ibunya, Toety Kirana adalah aktris era 70-an.
Sejak kecil, Djenar sudah dekat dengan lingkungan yang serba seni. Aktivitas seperti membaca sastra maupun menonton film sudah menjadi kebiasaannya sehari-hari.
Lantas bagaimana kisah perjalanan Djenar Maesa Ayu dari seorang penulis hingga kini menjadi aktris sukses dengan berbagai karakter ikonik yang terkenal.
Baca Juga: Sadana Agung di Pusaran Tuduhan Diskriminasi Difabel dan Efek Popularitas Film Agak Laen
Berikut wawancara Suara.com dengan Djenar Maesa Ayu.
Bagaimana awal mula Djenar bisa berkarier di dunia perfilman?
Privilege sih buat saya karena sebetulnya dari kecil memang orangtua semua pekerja seni. Ayah saya sutradara, ibu saya aktor, jadi memang sudah biasa dengan dunia film dan memang sudah sering masuk-masuk (ke set syuting), ikut, dan bapak juga ajak saya dari kecil main film.
Walaupun saya tidak suka spotlight, tapi pada akhirnya kan sangat sulit untuk ditolak, karena saya pikir saya otodidak, saya tidak pernah punya pendidikan formal (soal film), sehingga ketika saya mendapat tawaran adalah proses pembelajaran.
Bagaimana saya bisa menolak kalau misalnya yang nawarin saya Joko Anwar, ya pasti saya tidak akan menolak, karena ya ditawari oleh orang-orang yang luar biasa ini.
Berkarier di dunia perfilman atau menulis, mana yang lebih Djenar nikmati?
Menulis itu adalah suatu pekerjaan yang sunyi, tapi sunyi itu adalah suatu yang sangat saya sukai. Sementara menjadi pemain, hubungannya itu kita butuh interaksi dengan banyak orang, dan itu adalah kerja kolaboratif.
Jadi buat saya orang yang suka kesunyian, jadi lebih belajar bersosialisasi, memahami karakter lain, memahami kebutuhan yang lain. Dan sebetulnya juga jadi pelajaran yang sangat penting untuk saya sebagai sutradara, karena sebagai sutradara tuh adalah hal yang tidak bisa kita ketahui kalau kita cuma di depan monitor.
(Sementara) sebagai pemain saya tahu persis kendala-kendala pemain apa, kru, dan sebagainya. Jadi saya sebagai sutradara dan produser jadi tahu 'oh, ternyata ada hal-hal yang harus saya ketahui tuh dari yang paling kecil-kecilnya.
Jadi dari sebagai pemain tuh sungguh-sungguh membantu.
Selama ini terkenal karakter ikonik di film horor, bagaimana tanggapan Djenar?
Tawarannya lagi horor semua, produksinya kebanyakan horor. Nggak semua horor, tapi memang presentasinya lebih banyak horor ketimbang genre yang lain.
Apa yang Djenar persiapkan sebelum memulai proses syuting?
Tentunya di setiap produksi itu selalu ada workshop, selalu ada proses pre-production seperti reading, ya, jadi ya tertolong dengan itu.
Genre film apa yang Djenar ingin coba?
Mau banget, pengin belajar macam-macam. Belum dapat komedi. Apa saja (peran).
Apa ada rencana Djenar untuk kembali menulis cerpen dan novel?
Saya selalu go with the flow, kalau memang sekarang panggilannya masih belum menulis lagi. Karena saya sekarang kalau menulis tuh jadinya skrip, tidak pernah menjadi prosa, jadi selalu akhirnya (skrip), karena 'oh saya kepengin bikin film' jadinya begitu, tapi ya sudah.
Saya rasa nanti akan ada momentum di mana saya akan kembali, tapi memang belum bisa menjanjikan. Saya sih terserah diri saya sendiri, nanti.