Suara.com - Awal 90-an, Solikin Bin Martono datang mengadu nasib di Negeri Jiran, Malaysia. Layaknya para pekerja migran, berbagai jenis pekerjaan dia jalani selama di negeri orang.
Seiring waktu, rasa prihatin sesama pekerja migran menggerakkan Solikin untuk saling membantu dan melindungi pekerja migran di Malaysia. Hingga puluhan tahun kemudian ia diganjar penghargaan Hassan Wirajuda Perlindungan Award (HWPA) 2023 pada Jumat (26/4/2024).
Bagaimana kisah Solikin bin Martono dari seorang pekerja migran biasa hingga diganjar penghargaan prestisius Hassan Wirajuda Perlindungan Award (HWPA) 2023, berikut hasil petikan wawancara Suara.com dengan Solikin:
Apa yang Bapak rasakan usai mendapatkan perhargaan ini?
Oh rasanya memang terharulah bagi saya, dapat penghargaan ini. Sebab saya tak pernah, saya pun duduk di dalam perantauan ini, saya datang ke Kementerian Buah Negeri Indonesia ini, sudah lah terharu, macam tak ada batasannya lah.
Bapak sendiri dalam kegiatan sosial itu seperti apa?
Kegiatan sosial saya itu untuk menolong WNI yang ada di Malaysia. Contohnya Malaysia kawasan utara, kawasan utara seperti bawahnya KCRI Pinning. Nah jadi kami ini sebab apa, rakyat Indonesia yang bekerja sana, dia kira gaji sebulan, kata Rp 2.000, bayar sewa rumah, bayar transport untuk makan, bedanya antar kampung. Tiap-tiap bulan kerjanya macam itu. Jadi apabila terjadi sakit, karena mereka itu enggak ada duit, jadi terpaksa saya turun untuk membantu mereka, kerja-kerja sosial saya, itulah.
Sejak kapan hati Bapak tergerak untuk melakukan kegiatan sosial?
Sejak tahun 1991, mula-mula saya berwadih sosial dengan rakyat tempatan, dengan anak yatim, dengan saudara Islam Baru Negeri Kedah. Lepas itu saya bayangkan, kalau ada terjadi dengan masyarakat kita, bangsa kita Indonesia, dengan tempatan Malaysia pun kita boleh bantu, takkan dengan bangsa sendiri tak boleh bantu. Di situlah tahun 1992 saya menjalankan untuk membantu warga WNI di luar negari.
Awalnya seperti apa? Melakukan apa?