Wawancara Khusus Solikin 'Pelindung' WNI Di Malaysia Peraih HWPA 2023

Selasa, 14 Mei 2024 | 09:57 WIB
Wawancara Khusus Solikin 'Pelindung' WNI Di Malaysia Peraih HWPA 2023
Solikin bin Martono salah satu peraih penghargaan Hassan Wirajuda Perlindungan Award (HWPA) 2023. (Suara.com/Bagas)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Awal 90-an, Solikin Bin Martono datang mengadu nasib di Negeri Jiran, Malaysia. Layaknya para pekerja migran, berbagai jenis pekerjaan dia jalani selama di negeri orang.

Seiring waktu, rasa prihatin sesama pekerja migran menggerakkan Solikin untuk saling membantu dan melindungi pekerja migran di Malaysia. Hingga puluhan tahun kemudian ia diganjar penghargaan Hassan Wirajuda Perlindungan Award (HWPA) 2023 pada Jumat (26/4/2024).

Bagaimana kisah Solikin bin Martono dari seorang pekerja migran biasa hingga diganjar penghargaan prestisius Hassan Wirajuda Perlindungan Award (HWPA) 2023, berikut hasil petikan wawancara Suara.com dengan Solikin:

Apa yang Bapak rasakan usai mendapatkan perhargaan ini?

Oh rasanya memang terharulah bagi saya, dapat penghargaan ini. Sebab saya tak pernah, saya pun duduk di dalam perantauan ini, saya datang ke Kementerian Buah Negeri Indonesia ini, sudah lah terharu, macam tak ada batasannya lah. 

Bapak sendiri dalam kegiatan sosial itu seperti apa?

Kegiatan sosial saya itu untuk menolong WNI yang ada di Malaysia. Contohnya Malaysia kawasan utara, kawasan utara seperti bawahnya KCRI Pinning. Nah jadi kami ini sebab apa, rakyat Indonesia yang bekerja sana, dia kira gaji sebulan, kata Rp 2.000, bayar sewa rumah, bayar transport untuk makan, bedanya antar kampung. Tiap-tiap bulan kerjanya macam itu. Jadi apabila terjadi sakit, karena mereka itu enggak ada duit, jadi terpaksa saya turun untuk membantu mereka, kerja-kerja sosial saya, itulah.

Sejak kapan hati Bapak tergerak untuk melakukan kegiatan sosial? 

Sejak tahun 1991, mula-mula saya berwadih sosial dengan rakyat tempatan, dengan anak yatim, dengan saudara Islam Baru Negeri Kedah. Lepas itu saya bayangkan, kalau ada terjadi dengan masyarakat kita, bangsa kita Indonesia, dengan tempatan Malaysia pun kita boleh bantu, takkan dengan bangsa sendiri tak boleh bantu. Di situlah tahun 1992 saya menjalankan untuk membantu warga WNI di luar negari.

Awalnya seperti apa? Melakukan apa?

Melakukan biaya di hospital. Orang itu terlantar di hospital, apabila mencari keluarga dia yang tidak ada, lepas itu pembiayaannya sudah mahal. Jadi terpaksa mula-mula perjanjiannya itu dengan keluarganya, dia bilang Pak Solikin, pakailah duit Pak Solikin dulu. Bila sudah selesai urusan, yang di kampung, Pak minta maaf Pak, saya mana ada duit. Jadi terpaksa kita ikhlaskanlah. Akhirnya lama-lama, ya Alhamdulillah, jadi mananya sumber ekonomi kita itu tak terjejas. Walaupun kita menolong secara individu, secara macam mana pun, mananya rezeki kita tak akan kering lah. Masih sumbernya masih ada saja, di situlah. Lagipun pihak KCRI Pulau Pinang itu pun membantu, membantu dengan segi dokumennya, segi untuk melaporkan ke imigrasi yang baru konfirmasinya gimana, terutama Pak Firdaus dan Bu Mita itu selalu memberi informasi kepada saya.

Apakah ada kesulitan yang dihadapi Bapak?

Ada. Kesulitan saya, masa itu saya bawa orang sakit. Orang sakit itu 50-50. Waktu itu saya bawa... dengan saya mau hantar ke Indonesia, Surabaya. Tapi pemberangkatan itu dalam pukul 9 pagi, itu terbang dari KL (Kuala Lumpur) ke Surabaya. Pukul 12 malam itu orang itu sudah kritikal. Jadi terpaksa saya bawa ke rumah sakit Putrajaya, dalam masa setengah jam orang itu meninggal di situ. Itu pun keadaan COVID. Lepas itu kita serahkan sama forensik, untuk dinyatakan dimasukkan benih mayat, baru kita proses pulang pengantaran mayat ke Surabaya.

Pak, untuk WNI yang meminta Bapak untuk dibantu, itu datang sendiri atau memang Bapak yang jemput bola? 

Datang melaporkan. Saya nanya macam ada kejadian kan, kita di satu pulau, satu pulau itu saya jadi ketua Pak Gujupan. Jadi saya lantik ketua tiap-tiap kawasan. Oke, bila ada apa terjadi, laporkan. Kejadian kemalangan, kejadian kena tangkap polis, kejadian kena tangkap migrasi. Pokoknya kejadian apa ke laporan saya, saya akan menghubungi siapa majikannya, siapa keluarganya. Kalau misalnya keluarganya ya nggak mampu, Pak Gujupan itu ya ikut perundangan, bagaimana kalau kita boleh tebus, ya kita tebus. Kalau kita proseskan pulang, ya kita proseskan pulang. Nanti akan ucuk balik dengan konsuler, dengan KCRI. 

Hal yang mengesankan dari kasus-kasus WNI yang Bapak tangani? 

Ada. Kasus yang membuat saya jadi, namanya hati kita memang, kalau kita sudah ikhlas, kita tidak ada hati yang ini. Pernah terjadi, saya menolong WNI itu, ada empat orang kena tangkap. Lepas itu majikannya itu sudah mengaku salah. Tapi majikannya itu nggak mau didakwa. Kasus yang dimibatkan saya, saya pernah didakwa kena denda 20 ribu ringgit. Didakwa bahwa saya melindungi empat orang itu. Padahal itu bukan pekerja saya, bukan ini, cuma saya ditugas Tekung Garat, sama Beakwasa Malaysia, dikata saya Tekung Garat, mana satu orang 5 ribu, kalau empat orang, mana saya 20 ribu. Itu pernah penjara dua minggu. 

Itu kapan, Pak? 

Tahun 1993. Pada era-era IDM? 1993, 1994. Untuk sini-sininya belum ada lagi? Belum. Kalau di belakangan ini, urusannya itu mudah, sebab kami di Malaysia itu ada Katepersatuan Poli, Katepersatuan Selamatkan Negara Malaysia. Jadi ada di sana. Jadi kalau berhubungan poli Indonesia kena tangkap itu, kira mudah lah. Kita boleh runding lah. Rundingan kayak apa-apa. Lepas itu kalau sandingan tak boleh runding, lalu kita rujuk balik sama KCRI. KCRI Bulu Bineng. 

Setelah mendapatkan penhargaan, apa yang akan Bapak Lakukan?

Melakukan macam-macam biasa. Kerja-kerja sosial itu kita lakukan. Minta urusan dokumennya. Apalagi ini tahun ada pemutihan. Jadi prosesnya mengantar pulang. Gimana Pak ini? Macam budak ini tak ada akte. Ini aduan sudah banyak ke saya. Sudah banyak, tapi kita tak boleh pulang sana lagi. Mungkin bulan lima, tujuh hari bulan baru saya pulang. Artinya tetap akan bergerak di membantu yang pulang ke Indonesia dan merasa kesulitan. Perjanjian kita dengan Pak Gujiban di sana, dengan rekan-rekan di sana, saya sampai ke air hayat saya kalau mau membantu. Itu saja. 

Untuk pemerintah Indonesia, ada harapan tertentu? 

Kalau pemerintah Indonesia itu cuma sokongan semangat pada saya. Itu yang jadi semangat. Tapi kalau saya ngomong macam urusan itu memang mudah. Ada ada pemasukan tenaga kerja dari lalu belakang. Kata orang panggil kalau kapal terdampar. Itu selalunya pihak KJRI atau pihak pemerintah Indonesia akan menghubungi saya untuk diselesaikan masalah seperti apa? Kapal terbakar. Itu yang terjadi. Terima kasih.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI