Suara.com - Laurentina merupakan salah satu penerima penghargaan Hassan Wirajuda Perlindungan WNI Award (HWPA) 2023 dari Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) di Jakarta, Jumat 26 April 2024 lalu.
Perempuan murah senyum itu adalah seorang Suster yang sudah 13 tahun mengabdikan hidupnya untuk melayani dan mengurusi pemulangan jenazah korban Tindak Pidana Perdagangan Orang atau TPPO di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Semua itu diawali dari pemberian tugas dari Kongregasi agar Laurentina melayani soal kasus pekerja migran Indonesia (PMI) yang bermasalah terutama di wilayah Indonesia Timur yakni NTT.
Adanya fakta banyak korban perdagangan orang menjadi pergulatan batin sendiri bagi Laurentina. Ia merasa prihatin terhadap WNI yang menjadi korban human trafficking.
Apalagi terhadap jenazah-jenazah PMI yang identitasnya tak dikenal. Maklum saja terkadang para PMI yang berasal dari NTT berangkat kerja ke luar negeri lewat jalur non prosedural.
Berikut wawancara khusus Suara.com dengan Laurentina, sang 'Suster Kargo', sang pejuang anti-human trafficking:
Dengan Ibu Lorentina, Ibu suka bekerja selama berkegiatan sosial sampai dengan dapat penghargaan seperti sekarang?
Kami hampir mengalami. Saya sangat bersyukur bahwa pekerjaan karya kemanusiaan ini diapresiasi oleh negara ataupun pemerintah yang sebenarnya kami masyarakat yang sebetulnya berpeduli pada karya-karya kemanusiaan, terutama pendidikan manusia, kerja migran yang bermasalah. Dan ini memang saya sangat bersyukur bahwa pemerintah memberikan apresiasi dan ini tetap menjadi umum-umum kami. Meskipun tidak dapat penghargaan juga tetap kami akan melaksanakan tugas ini sesuai dengan kemampuan kami dan terutama demi kemuliaan Tuhan yang kami layani.
Ibu bisa diceritakan awalnya Ibu sampai tergerak bisa melakukan banyak kegiatan sosial sampai dengan hari ini, itu seperti apa perjalanannya?
Pertama memang karya sosial yang kami lakukan, pertama karena saya tugas di Nusa Tenggara Timur. Jadi saya ditugaskan oleh kongregasi untuk pastural anti-human trafficking dan pekerja migran bermasalah, khususnya di Indonesia Timur. Jadi di sana kami berkegiatan karena Nusa Tenggara Timur termasuk pengirim pekerja migran ke luar negeri banyak sekali terutama di negara Malaysia dan beberapa negara. Dan itu menjadi keprihatinan bagi saya secara pribadi dan juga teman-teman secara khusus untuk membantu para pekerja migran yang bermasalah. Mereka juga ada yang kurban perdagangan manusia juga ya di dalamnya dan kegiatan-kegiatan kami yang melakukan di sana selain pendampingan kurban juga kami memberikan edukasi kepada masyarakat untuk bagaimana migrasi aman dan juga bagaimana menjaga diri di dalam perantuan. Karena kita tidak bisa mencegah untuk mereka bekerja ke luar, itu hak mereka. Tapi bagaimana kita memberikan edukasi supaya mereka dapat bekerja dengan baik terus apa yang harus disiapkan, hukuman dan sebagainya. Dan juga masyarakat tahu peraturan negara penempatan maupun negara kita, itu yang kami edukasi pada masyarakat.