Cerita Melanie Subono Manfaatkan Privilese Untuk Suarakan Isu Perempuan: Kita Harus Saling Menguatkan!

Jum'at, 08 Maret 2024 | 08:05 WIB
Cerita Melanie Subono Manfaatkan Privilese Untuk Suarakan Isu Perempuan: Kita Harus Saling Menguatkan!
Melanie Subono saat di Kantor Suara.com. (Suara.com/Hyoga D. Murti)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Tapi kalo ketertarikan gue terhadap satu isu, itu engga ada hubungannya dengan nama belakang gue, justru sebetulnya punya nama nama belakang itu kan gue bisa enak-enakan dan ngokang-ngongkang kaki aja kan gitu kan.

Nah kalo tadi tanya kenapa, bersusah-susah, enggak susah. Gua dikasih mulut, dikasih suara, ya ngomong aja gitu, kenapa? Karena isunya memang ada. Kenapa gue bersuara soal Perempuan? Karena gue Perempuan. Jadi sebenernya jawaban-jawaban logis itu aja sih gitu. Kenapa gue harus bersuara tentang lelaki kalau gue Perempuan, kenapa bersuara? Kenapa gue harus diem kalo gue punya mulut ama punya suara gitu, gitu aja sih.

Dari mana muncul keresahan pertama kali?

Enggak inget ya, jadi kan pada dasarnya gue tidak cuman ngomong perempuan, gue bisa ngomong hewan, hari lain gue bisa bicara tentang HAM, hari lain gue bisa bicara mendampingi kawan-kawan yang di misal perampasan lahan atau apapun.

Yang gue inget pertama kali gue masuk benar-benar, gue keknya dari kecil, kayanya dari kecil ya, sudah cukup concern sama hal kalau terjadinya itu keknya enggak adil gitu. Kalau denger cerita dari orangtua ya, gue bisa di jalan sekeluarga dan melihat sesuatu di pinggir jalan, dan itu ga seharusnya, gue tuh bisa “Kok begini sih” gitu, entah apapun isunya waktu itu ya, nah dari situ, dengan berkembangnya umur, berkembangnya pergaulan, berkembangnya lingkungan, mulailah ketemu aktivis-aktivis-aktivis gitu lho, eee, sebenarnya spesialisasi gue tidak Perempuan, kayanya pertama kalinya malah bersuaranya gue itu soal HAM deh, kalau ga salah gue, walaupun gue enggak benar-benar ingat ya. Lalu paling kenceng which is sampai hari ini itu buruh migran, tapi karena gue perempuan maka gue sorotin lebih banyak highlight ke buruh migran perempuan.

Mentor perempuan pertama buat gue, Suci, Mba Suciwati (Istri Munir), itupun sebenernya enggak ngomong soal perempuan, dia lebih banyak HAM 'kan, dia lebih banyak apa yang terjadi terhadap Munir gitu.

Melanie Subono saat di Kantor Suara.com. (Suara.com/Hyoga D. Murti)
Melanie Subono saat di Kantor Suara.com. (Suara.com/Hyoga D. Murti)

Di tangan kiri Melanie juga ada tato terkait Deklarasi Hak Asasi Perempuan Pertama di Dunia di Prancis tahun 1791, boleh diceritakan enggak cerita di baliknya?

Ini tulisannya deklarasi Hak Asasi Perempuan Pertama di dunia. Kalau enggak  salah di Prancis tapi gue lupa kota apa, tahun 1791; "Women is born free and remains equal to man in rights,".

Jadi perempuan itu terlahir bebas, dan equal secara hak dengan pria gitu karna baik di hukum manapun. Cuma basicly sih, gue memperlakukan tato semua di badan gue as a reminder buat gue, jadi gue enggak peranah ya masuk ke tempat tato yang lucu  gambar ini aja, nggak. Gua butuh hal yang bisa menjadi reminder gue gitu.

Baca Juga: Perjalanan Sunyi Seorang Perempuan dalam Novel 'Tokyo dan Perayaan Kesedihan'

Dan ini remind gue banget pada saat gue down, pada saat gue mempertanyakan diri gue,  ga bisa dipungkiri gue banyak di ranah yang perempuan itu minoritas, secara music gue rock, sampai hari ini solo rock cewe enggakada, semuanya laki mulu isinya. 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI