Persiapan Tempur Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari Jelang Pemilu 2024

Rabu, 13 September 2023 | 07:05 WIB
Persiapan Tempur Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari Jelang Pemilu 2024
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari saat ditemui tim Suara.com di Kantor KPU Pusat, Jakarta, Selasa (5/9/2023). [Suara.com/Alfian Winanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pemilihan Umum (Pemilu) akan dilakukan secara serentak pada 14 Februari 2024. Itu artinya, masyarakat yang sudah memenuhi syarat akan memilih presiden dan wakil presiden, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi serta  Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota.

Tinggal menghitung bulan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku pihak penyelenggara juga terus bekerja menyiapkan pesta demokrasi yang digelar pada tahun mendatang.

Ketua Umum KPU RI Hasyim Asy'ari memastikan pihaknya terus mematangkan agar Pemilu 2024 serentak berlangsung lancar. KPU RI sempat menjadi sorotan karena ada kesalahan pada input jumlah orang dalam Daftar Calon Sementara (DCS).

Baca Juga: Profil Tri Wahyudi: Sosok Caleg Muda yang 'Ngide' Kampanye di Bumble

Ia mengakui bahwa manusia tidak luput dari kesalahan dan KPU RI segera menyampaikan permohonan maaf berikut perbaikan yang dilakukan sesegera mungkin. Hasyim mengatakan bahwa KPU boleh saja melakukan kesalahan, namun ia menegaskan kalau pihak penyelenggara harus terus berlaku jujur.

"Jadi pada prinsipnya KPU ini boleh salah tapi tidak boleh bohong jadi KPU harus jujur, jadi kalau memang salah ya, kita bilang mohon maaf kami salah. Kami koreksi," kata Hasyim saat ditemui Suara.com di ruang kerjanya di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Selasa (5/9/2023).

Lantas bagaimana persiapan Hasyim selaku orang nomor satu di KPU menjelang Pemilu 2024?

Berikut perbincangan lengkap Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari dengan Suara.com:

Bagaimana kabarnya pak? Menjelang Pemilu 2024 ini, jam tidurnya berkurang atau bahkan kerjaan sampai kebawa mimpi pak?

Baca Juga: Ganjar Jadi Model Iklan Azan Magrib, Apakah Bentuk Kampanye? Ketua Komisi II DPR: Ya Iya Lah

Jadi sejak pemilu dimulai, pemilu dimulai 14 Juni 2022 itu hitungannya 20 bulan sebelum hari pemungutan suara, maka begitu masuk tahapan pemilu, hari itu adalah hari kalender, jadi untuk KPU atau siapapun saja yang terlibat dalam pemilu, termasuk partai politik maka hari di dalam tahapan pemilu itu hari dalam kalender itu artinya sehari bekerja 24 jam, kalau normalnya kerja 8 jam, ya.  Begitu masuk ke dalam tahapan pemilu kerja-kerja KPU atau siapa pun saja yang terlibat dalam pemilu penyebutannya adalah hari kalender jadi ya harus pinter-pinter lah bagi waktu, kapan harus ngurusin pemilu, kapan harus istirahat.

Insyallah iya, iya, pasti disiapkan waktu untuk tidur untuk istirahat ya karena namanya badan pasti ada waktu untuk istirahat, untuk makan, minum kan begitu.

Selain waktu istirahat, waktu bersama keluarga. Orang rumah udah rewel belum nih, ‘bapak nih kerja mulu’? 

Kalau itu sudah biasa, ya, karena saya pernah juga dulu di KPU Jawa Tengah pada waktu pemilu pertama 2004 atau pilpres pertama kali ya sudah biasa, orang tua saya, istri, anak-anak sudah menghibahkan saya lah untuk kepentingan kepemiluan ini jadi orang rumah udah gak kaget lagi, apalagi anak-anak udah relatif besar. Anak saya tiga-tiganya mondok di Gontor. Yang pertama udah lulus tahun 2019 sekarang kuliah di Al Azhar, Kairo, perempuan. Yang kedua alumni Gontor, putra, lulus tahun 2021 sekarang menjadi ustaz pengabdian di sana 6 tahun sekaligus kuliah di Universitas Darussalam, Gontor. Kemudian yang ketiga juga alumni Gontor, lulus tahun ini sedang menjadi ustaz pengabdian di sana wajib setahun. Sambil kuliah di UIN Salatiga.

Jadi anak-anak sudah biasa hidup mandiri di pesantren. Jadi di tengah-tengah menjalankan kerja juga harus ada waktu untuk nengok anak-anak di pondok tapi karena mereka udah terbiasa mandiri jadi lihat kerja bapaknya. Nah, ibunya anak-anak juga dosen jadi kita sudah terbiasa di tempat yang berbeda-beda. Ya, punya aktivitas semua lah, kira-kira begitu.

Pak kita mulai dari soal keterwakilan perempuan di mana MA kan sudah ketok palu mengatur cara penghitungan kuota minimal 30 persen caleg perempuan Pemilu 2024. Pendapat bapak dengan komisioner KPU berbeda. Pak Afifuddin mengatakan keputusan MA tersebut bakal mempengaruhi Daftar Calon Sementara (DCS).  Sementara bapak sendiri bilang DCS sudah tidak bisa diotak-atik kembali. Jadi yang benar itu bagaimana ?

Sebenarnya nggak ada perbedaan ya, kita sama-sama belum menerima keputusan itu jadi mau dilaksanakan, dilaksanakan apanya? Karena sampai sekarang sampai kita wawancara ini, salinan putusan MA yang judicial review Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang pencalonan anggota DPR dan DPRD sampai sekarang belum dapat salinannya. Jadi kalau mau dilaksanakan harus terima salinannya dulu kita kaji.

Bagian mana yang harus kemudian kita tindak lanjuti dan seterusnya, ya, kira-kira begitu jadi kalau ada media menulis seolah-olah ada pendapat yang berbeda itu nggak benar.

Kalau sudah dapat langkahnya bagaimana? Ya, kita kaji dulu mbak putusan Mahkamah Agung itu substansinya apa bagian mana? Apa namanya dari peraturan KPU yang dianggap tidak benar ya kemudian apa namanya pertimbangan pertimbangan Mahkamah Agung itu, apa itu harus kita kaji dulu.

Kemarin sempat ramai ada typo pada penulisan jumlah Daftar Caleg Sementara (DCS) yang seharusnya 9.919 caleg malah ditulis 9.925 caleg. Itu gimana ceritanya pak?

Ya, namanya manusia, ya, kadang-kadang dijumlah, apa, total-totalnya sudah benar. Tapi ketika dijumlah antara laki laki, perempuan, ternyata apa namanya kurang satu gitu, ya, saya kira nggak ada masalah, namanya masih manusia biasa kan sangat mungkin salah yang penting apa? Setelah ketahuan kita salah, ya, sekali kita koreksi gitu, jadi pada prinsipnya KPU ini boleh salah tapi tidak boleh bohong jadi KPU harus jujur, jadi kalau memang salah ya, kita bilang mohon maaf kami salah. Kami koreksi.

Apakah sudah selesai ?

Sudah, karena ada masalah yang, yang apa namanya salah. Jumlah itu kan bahan untuk press release kan.

Bapak dapat memastikan bahwa kesalahan ini tidak akan terulang hingga ditetapkannya DCT?

Insyaallah ya, semua akan di cross-check satu per satu. 

Nggak susah kan pak, pertanyaannya?

Ya, ini makan sehari-hari KPU.

Nah kalau ini tentang eks napi koruptor…

Mantan terpidana. Jadi beda antara terpidana dan mantan narapidana, jadi kalau mantan terpidana artinya dia sudah selesai menjalani pidananya jadi dia jadi sudah bukan pidana lagi, ukurannya apa sebagai mantan terpidana. Mantan narapidana menurut undang-undang lembaga pemasyarakatan, dia sudah selesai menjalani pidananya dan sudah tidak ada hubungan teknis administratif dengan kementerian yang menangani pemasyarakatan, nah kalau mantan narapidana itu yang penting dia sudah ke luar dari penjara, sudah keluar dari tembok penjara. 

Padahal tidak semua orang yang keluar dari tembok penjara itu selesai menjalani hukumannya. Karena bisa jadi orang itu menjalani pidananya di luar tembok penjara. Atau istilahnya menjalani bebas bersyarat. Memang ada ketentuan bahwa kalau orang sedang di pidana, itu apabila sudah menjalani pidananya sekitar 2/3 dari total penjaranya itu kemudian dapat bebas bersyarat dengan berbagai macam ketentuan nah kalau bebas bersyarat itu artinya apa?

Dia sebenarnya masih terpidana tapi dijalankannya di luar tembok penjara dan masih ada kewajiban untuk lapor jadi masih ada hubungan teknis administratif jadi membedakan itu adalah masih ada hubungan teknis administratif dengan lembaga yang mengelola apa namanya lembaga pemasyarakatan itu.

Jadi gini, aturan di Undang-Undang Pemilu itu, nomor 7/2017 ya ditentukan bahwa salah satu syarat orang kalau mau nyalon anggota DPR, DPRD maupun DPD, ya, itu ketentuannya adalah tidak pernah dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap yang ancamannya 5 tahun. Ancaman itu angka yang ada di pasal di undang-undang yang dijadikan dasar untuk memidana seseorang bukan putusannya, ya, nah, harus dicek dulu pasal yang dikenakan pasal berapa disitu ancamannya itu berapa yang kita cek itu dulu 5 tahun atau lebih kalau di bawah 5 tahun nggak kena ketentuan yang nanti saya mau ceritakan.

Jadi pada dasarnya, sekali lagi ya, orang yang pernah kena pidana, ya, berdasarkan keputusan pihak pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, yang ancamannya lima tahun atau lebih itu pada dasarnya nggak boleh nyalon. Ya, baik anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi Kabupaten Kota, kemudian nyalon presiden, kemudian nyalon kepala daerah itu nggak boleh. Tapi kemudian ketentuannya digugat di Mahkamah Konstitusi.

Kemudian Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa orang yang pernah kena pidana, boleh nyalon. Tapi ada beberapa syarat dia harus mengakui bahwa dirinya pernah dipidana kemudian membuat surat pernyataan bahwa dia pernah dipidana diserahkan kepada KPU, yang kedua dia harus mendeklarasikan atau mengumumkan kepada publik bahwa dia pernah dipidana melalui media massa, media cetak, kemudian yang ketiga harus sudah selesai menjalani pidananya artinya mantan terpidana bukan bukan mantan narapidana nah belakangan ada putusan Mahkamah Konstitusi yang berbeda, ya, ini kan pernah digugat MK memutuskan itu.

Kemudian pernah digugat lagi di Mahkamah Konstitusi yang kemudian MK menyatakan orang yang masuk kategori tadi ya, pernah dipidana, sudah selesai menjalankan pidananya itu boleh nyalon tidak langsung begitu dia bebas langsung nyalon ada durasi 5 tahun jeda setelah dia bebas murni atau setelah dinyatakan selesai menjalankan pidananya. contoh misalkan begini ini ada peristiwa di Pilkada Boven Digoel 2020 kemarin awalnya putusan MK ini untuk Undang-Undang tentang Kepala Daerah di-judicial review, tapi kemudian UU Pemilu juga di judicial review.

Jadi sebagai contoh, misalkan (di Pilkada) Boven Digoel itu ada orang pernah dipidana, dia dinyatakan bebas murni atau telah menjelaskan selesai menjalankan pidananya itu, seingat saya 15 Januari 2016. Nah, kemudian MK membuat putusan bahwa orang yang pernah kena pidana itu harus ada durasi untuk dapat dicalonkan, maka kalau hitung 5 tahun maka jatuhnya kan 15 Januari 2021. Nah, yang bersangkutan tahapan pendaftaran calon kepala daerah 2020 kemarin itu tanggal 3-6 September 2020.

Nah, kalau 5 tahun itu jatuhnya 15 Januari 2021, kalau pendaftaran di September kan belum genap 5 tahun Pertanyaannya orang ini memenuhi syarat nggak?  Nggak, nah, cara menghitungnya seperti itu dan belakangan MK membuat putusan juga untuk syarat calon Kota DPR, DPRD Provinsi Kabupaten Kota, juga DPD Itu syaratnya ada durasi 5 tahun setelah selesai menjalani pidana baru boleh dicalonkan kira-kira begitu. Jadi pada dasarnya berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut bahwa orang yang pernah kena pidana dapat mencalonkan diri tapi harus memenuhi beberapa persyaratan tadi. Yang pertama harus menyatakan dirinya pernah dipidana. Yang kedua, dia mengemukakan pernyataannya itu ke media. Kemudian yang ketiga, telah selesai menjalani pidana. Kemudian yang keempat adalah masa jedanya sudah lima tahun terhitung dari dia bebas murni sampai pada masa pencalonan. Kira-kira begitu.

Di situ kan ancamannya lima tahun atau lebih. Tidak disebut pidananya pidana apa. Apakah hanya korupsi, pembunuhan atau apa yang kejahatan-kejahatan berat ya. Tidak ditentukan. Sehingga kemudian apapun kategorisasi kejahatannya yang penting dilihat adalah ancamannya 5 tahun atau lebih atau tidak. Kalau misalkan dia melakukan tindakan pidana korupsi hampir bisa dipastikan ancamannya 5 tahun atau lebih.

Nah, syarat-syaratnya ketika dia dicalonkan sebagai anggota DPR misalkan atau mencalonkan dia sebagai DPD itu ada tadi ya surat pernyataan kemudian bukti bahwa dia pernah mengumumkan di media massa, kemudian salinan putusan pengadilan di mana yang bersangkutan pernah dipidana itu, kemudian surat keterangan dari pengadilan, surat keterangan dari kepolisian, macam-macam syaratnya. Termasuk untuk membuktikan bahwa yang bersangkutan sudah selesai atau belum dan selesainya kapan, itu ada surat keterangan dari lembaga yang mengelola pemasyarakatan.

Semuanya disubmit atau semuanya dimasukkan ke dalam silon sistem lembaga pencalonan.  Problemnya adalah kalau ketemu orang tidak jujur. Dia pernah dipidana, ancamannya lima tahun atau lebih, tapi nggak pernah ngaku, nggak pernah mensubmit itu. Kita kan nggak tahu, Kemudian daftar calon sementara diumumkan dalam rangka supaya masyarakat mencermati nama-nama yang dicalonkan oleh partai politik dari daerah pemilihan mana, nomor urut berapa, supaya orang tahu bahwa "Oh, si Anu ini kok pernah punya status ini ya, tapi kok dan seterusnya dan seterusnya" maka kemudian di dalam dokumen yang dikelola oleh KPU yang disiapkan oleh masing-masing partai politik semuanya ada disitu, bahkan isian tentang status yang bersangkutan juga ada, gitu.

Informasi itu kan dicantumkan di silon ya, pak. Tapi kan gak semua masyarakat bisa mudah mengakses silon?

Memang silon belum dipublikasikan, yang dipublikasikan daftar calon sementara.nanti kalau sudah daftar calon tetap, tanggal 3 November kan diputuskan. Setelah itu diumumkan, nanti silon baru dibuka, bisa diakses. Oleh publik ya maksudnya. 

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari saat melakukan wawancara ekslusif dengan Suara.com di Kantor KPU Pusat, Jakarta, Selasa (5/9/2023). [Suara.com/Alfian Winanto]
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari saat melakukan wawancara ekslusif dengan Suara.com di Kantor KPU Pusat, Jakarta, Selasa (5/9/2023). [Suara.com/Alfian Winanto]

Ada metode yang lebih sederhana untuk masyarakat yang jauh dari teknologi, apa KPU mau memberikan cara alternatif gitu, pak, untuk mencantumkan status mantan terpidana? Semisal pakai baliho gitu? 

Gak mungkin. Biayanya lebih besar dan itu kan gak bisa menjangkau kemana-mana, yang paling mudah ya di sistem informasi. Siapa saja bisa mengakses.

Untuk Pemilu 2024 ini kan akhirnya diperkenankan untuk kampanye di ruang pendidikan, kalau dilihat dari pemberitaan, bapak masih bingung apakah kampanye juga boleh dilakukan di lingkungan pendidikan SMA?

Kata siapa yang bingung, saya nggak pernah ngomong bingung. Oh, kalau tidak bisa diiyakan kan bukan berarti saya bingung karena apa kan harus konsultasi juga dengan lembaga-lembaga yang mengurusi itu ada Kementerian Pendidikan ada Kementerian Agama kita konsultasi dulu bukan KPU bingung karena ngambil keputusan itu harus firm harus pasti, harus yakin, dan untuk meyakini itu harus memiliki informasi yang banyak dari berbagai macam lembaga yang mengelola itu. Jadi pada dasarnya begini, di undang-undang pemilu itu ada larangan kampanye, ya. Ada ketentuan larangan kampanye yang diatur di pasal 280 ayat 1 huruf h. Yang pada intinya kampanye itu dilarang dilaksanakan di tempat pendidikan, tempat ya bukan tembaga. Tempat pendidikan, tempat ibadah, dan fasilitas pemerintah. Dalam penjelasannya itu menentukan bahwa kampanye di tempat pendidikan, tempat ibadah dan fasilitas pemerintah. Tapi di dalam penjelasannya itu menentukan bahwa kampanye di tempat pendidikan, tempat ibadah dan fasilitas pemerintah dapat dilakukan, dapat dilaksanakan dengan izin penanggung jawab tempat itu dan dilarang menggunakan atribut kampanye.

Kalau kita baca normanya ini larangan, kemudian kita baca penjelasannya kan terkesan membolehkan. Ini kan menjadi problem. Waktu itu pernah debat antara KPU dan Bawaslu. Saya menyatakan, boleh. Kenapa saya bilang boleh? Ini nyatanya di penjelasannya saya menyatakan boleh tapi dengan syarat-syarat tertentu penjelasan ini adalah penjelasan undang-undang adalah penjelasan resmi yang dibuat oleh pembentuk undang-undang, nah, kemudian MK berpandangan ketika ada orang menggugat judicial review uji undang-undang di sana MK membuat putusan bahwa kalau tetap seperti ini kan kesannya menjadi berbeda masa penjelasan kan bukan norma, bisa seolah-olah membatalkan norma, normanya kan clear, dilarang kampanye di tempat ibadah, tempat pendidikan dan fasilitas pemerintah.

Tapi begitu membaca penjelasan kesannya kan boleh makanya kemudian MK dalam putusannya menyatakan penjelasan pasal 281 ayat 1 huruf H dinyatakan bertentangan dengan konstitusi dan dinyatakan batal dan tidak punya kekuatan hukum mengikat. Tetapi di amar berikutnya substansi yang ada penjelasan dirumuskan kembali oleh MK masuk dalam normal sehingga kalau dibaca secara lengkap ketentuan menjadi bahwa pada dasarnya kampanye di tempat di tempat ibadah itu dilarang, tempat pendidikan dilarang, fasilitas pemerintah dilarang kecuali mendapat izin dari penanggungjawab tempat pendidikan dan fasilitas pemerintah dengan begitu maka yang dilarang mutlak adalah tempat ibadah tetapi untuk di tempat pendidikan dan kemudian apa itu namanya, fasilitas pemerintah tetap diperbolehkan dengan izin.

Maka bagi orang yang paham hukum administrasi negara, yang sering saya sampaikan, dalam hukum administrasi negara yang namanya izin itu adalah dispensasi terhadap larangan. Jadi izin itu diperlukan kalau ada larangan duluan. Pada dasarnya mengemudi itu dilarang. Karena apa? Ya memang bahayakan kan? Harus orang-orang yang punya keterampilan tertentu, punya kedewasaan tertentu. Maka untuk mengukur itu harus ada surat izin mengemudi.  Atau kita kalau mau memasuki jalur tertentu itu ada gambar truk kan? Dikasih silang, vorbiden, artinya dilarang. Truk dilarang melintas. Tiba-tiba ada tulisan kecuali izin. Itu artinya apa? Truk boleh melintas sepanjang ada izin. Di tempat pendidikan dan di fasilitas pemerintah itu juga begitu pada dasarnya dilarang tapi bisa diperbolehkan asal mendapatkan izin dari pengelola atau penanggungjawab dan apa itu namanya, fasilitas pemerintah.

Nah, tempat pendidikan ini harus kita rujukkan, undang-undang pendidikan nasional, undang-undang pesantren, macam-macam harus kita baca ini. Apa sih yang dimaksud dengan tempat pendidikan sebelumnya di dalam penjelasan yang tadi, yang dibatalkan MK itu ada ketentuannya bahwa yang namanya tempat pendidikan itu meliputi gedungnya atau bangunannya dan halamannya. Nah, sekarang kan nggak ada lagi ketentuan itu.

Maka kita harus membaca macam-macam aturan yang mengatur tentang apa sih yang dimasukin ke tempat pendidikan? Siapa sih penanggung jawabnya? Nah, untuk dapat tahu itu kan KPU harus berkonsultasi dengan lembaga lain Kementerian Pendidikan, Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri. Misalkan ada kantor Balai desa, itu kan fasilitas pemerintah pada dasarnya kan nggak boleh, tapi bisa diperbolehkan kalau ada izin.

Izin siapa? Kepala desa kah? Atau camat kah? Atau bupatikah dan seterusnya Ini Menteri Dalam Negeri yang punya otoritas untuk itu. Misalkan ada kantor Balai Desa di sebuah desa, dan memang itu disewakan ya, untuk manten, untuk acara sosial, untuk apa, berarti kan boleh juga. Untuk kampanye, tapi harus dapat izin tetapi dengan begitu, prinsip-prinsip utama dalam kampanye harus diberlakukan.

Satu, semua peserta pemilu diberi kesempatan yang sama. Yang kedua, diberlakukan secara setara. Misalkan kesempatannya ngomong 5 menit, ya 5 menit semua. Kalau kesempatannya 1 jam, ya 1 jam semua. Kalau ada satu kesempatan yang diberikan kepada semua peserta, kemudian ada 1 peserta pemilu yang tidak hadir, nggak boleh digunakan oleh yang lain. Kalau digunakan yang lain kalau digunakan oleh yang lain, berarti yang lain bisa kesempatan 2 kali kan atau lebih dari 1 kali itu.

Pemilih kita juga diselenggarakan di luar negeri untuk memilih presiden dan anggota DPR RI dari daerah pemilihan Jakarta 2. Daerah pemilihan DKI Jakarta 2 itu meliputi 3 Jakarta Pusat, Jakarta Selatan dan luar negeri. Nah ada kampanye nggak? Boleh kan kampanye? Pertanyaannya kampanye-nya di mana? kalau di area terbuka mesti nggak boleh oleh negara-negara sahabat kita itu nggak boleh. Maka kemudian pertanyaannya kalau di kegiatan pemutusan suara, itu kan dilakukan di TPS. 

TPS itu di kantor-kantor perwakilan kita, bisa di kantor kedutaan besar, di konjen, konsulat jenderal, bisa di Wisma Duta, rumah dinasnya Duta Besar ya, atau sekolah Indonesia. Di beberapa negara perwakilan kita punya sekolah Indonesia. Nah, di tiga tempat inilah yang boleh untuk kegiatan pemilu. Nah, termasuk kampanye, pertanyaannya itu otoritasnya siapa? Menentukan boleh atau tidak untuk kampanye, menteri luar negeri. Nah, makanya kemudian ada pertemuan antara KPU dengan berbagai macam lembaga itu, supaya sinkron cara pandangnya menyikapi putusan mahkamah konstitusi ini.

Karena KPU sudah mengundangkan, PKPU Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye dan kemudian belakang ada putusan MK, maka mau gak mau kan PKPU Nomor 15/2023 harus direvisi, disesuaikan. Kira-kira begitu.

Kampanye seperti apa yang diharapkan KPU khususnya di lingkungan pendidikan?

Dalam pandangan kami ya, pendidikan untuk menjadi pemilih itu kan harus sudah dewasa secara umur, 17 tahun atau lebih. Kemungkinannya itu kan, siswa ada di usia itu ada kemungkinan dia di SMA dan di perguruan tinggi. Kami memandang mungkin yang lebih tepat adalah yang boleh atau dapat digunakan tempat kampanye adalah kampus-kampus perguruan tinggi aja. Karena apa? Fix ya, bahwa siswa-siswanya atau mahasiswanya pasti di atas 17 tahun. Kemudian kalau di SMA kan masih ada yang kelas 1, kelas 2, belum tentu dia 17 tahun. Bisa menimbulkan problem di situ.

Walaupun guru-gurunya mungkin sudah dewasa, sudah di atas 17 tahun, punya hak pilih, dan seterusnya. Nah yang kedua, di kampus kan tradisinya tradisi diskusi ya. Maka kemudian yang boleh dikatakan tepat acara kampanye di kampus ya, metodenya debat, atau metodenya pertemuan terbatas dengan jelas, dengan dialogis, supaya orang yang kampanye kan bisa menyampaikan visi-visi, kemudian audiens bisa bertanya.

Menurut bapak, kampanye di lingkungan pendidikan itu ide yang bagus gak sih?

Menurut saya bagus, karena kan mahasiswa, dosen, civitas akademika istilahnya itu di dalam kampus kan pemilih juga dan pastilah siapapun yang menjadi pemimpin nasional kita hasil pemilu pasti memikirkan soal pendidikan jadi isu-isu pendidikan atau isu apapun hanya ada di kampus itu karena kampus mempelajari banyak hal, ya, ada yang mempelajari pertanian, kehutanan, kelautan, teknologi, pangan, hukum, sosial, humaniora, macem-macem, kan.

Nanti apapun bisa diperdebatkan di situ, tapi kalau saran saya misalkan karena harus izin dari penanggung jawab maka topiknya topik yang relevan misalkan debat soal kemandirian pangan maka kemudian teman-teman yang bergelut di bidang itu kebijakan publik. Kemudian fakultas pertanian, kehutanan, perikanan yang kayak gitu lah yang kemudian diminta untuk mempersiapkan diri, memberikan tanggapan atau gagasan-gagasan balik dari si calon presiden kah, atau calon anggota DPR kah di dalam kampus itu.

Jadi tidak kemudian sekedar ngomong kosong tapi harus ngomong data situasi kita sekarang seperti apa, misalkan luasan tanah kita berapa luasnya ya. Kemudian sudah ada undang-undang RT, RW, rencana tata ruang dan rencana dan wilayah, termasuk itu nanti diturunkan dalam peraturan-peraturan gubernur, peraturan bupati, wali kota ya karena kan tanah ada di kabupaten/kota, yang mana untuk kawasan pemukiman, mana untuk industri, mana untuk konservasi, mana untuk pertanian, mana untuk jalan, infrastruktur, nah, itu kan bisa dilihat dari waktu ke waktu, dari tahun ke tahun itu yang digunakan untuk tanah, untuk digunakan pertanian misalkan, perkebunan itu berapa luasnya.

Dan kemudian makin hari makin luas atau makin menyempit karena desakan pemukiman, desakan industri misalkan. Nah kayak gini nih, orang yang mau nyalon harus ngomong, "ini situasinya begini” nanti orang kampus diminta menanggapi dan seterusnya bisa diuji lah gagasan-ke gagasan itu.

Sehingga nggak kemudian disitu ngomong kosong, tetapi juga apa namanya, scientific ya, ada diskusi yang berbasis keilmuan. Sehingga kemudian kebijakan-kebijakan yang akan dirumuskan dan akan diterapkan oleh katakanlah calon presiden tertentu, calon gubernur tertentu, calon ketua DPR, dan seterusnya itu bisa diukur gitu.

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari saat ditemui tim Suara.com di Kantor KPU Pusat, Jakarta, Selasa (5/9/2023). [Suara.com/Alfian Winanto]
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari saat ditemui tim Suara.com di Kantor KPU Pusat, Jakarta, Selasa (5/9/2023). [Suara.com/Alfian Winanto]

Boleh bawa atribut gak?

Nggak boleh bawa atribut. Tadi kan di putusan Mahkamah Konstitusi itu ditegaskan bahwa dilarang membawa atribut kampanye. Itu kan KPU harus merumuskan apa yang dimaksud atribut kampanye. Karena di dalam undang-undang pemilu tidak ada definisi tentang atribut kampanye itu apa. Yang ada itu alat peraga kampanye. Alat peraga kampanye itu apakah sama dengan atribut kampanye? Dan ini kan kemudian di dalam revisi peraturan KPU tentang kampanye, KPU harus merumuskan apa yang dimaksud dengan atribut kampanye ya.

Misalnya kaya pak Ganjar kan sudah punya kemeja kampanye garis-garis, itu boleh digunakan?

Nanti kalau sudah jadi calon, sekarang kan belum siapa-siapa Mas Ganjar, ya harus diatur dulu. Dan untuk disebut itu atribut kampanye harus di.. Si peserta pemilu harus ngomong Atribut kami ini, misalnya baju kotak-kotak, baju garis-garis misalnya kan kalau partai politik kan jelas Atribut kami apa? Tanda gambar, nama partai, nomor urut kan jelas, gitu.

Kalau masang tanda parta atau bendera-bendera kan nggak masalah soal tempat yang diperbolehkan atau tidak yang mengatur bukan KPU, pemerintah daerah masing-masing Yang biasanya jelas-jelas dilarang di jalan protokol, di jalan tol, itu jelas-jelas dilarang tapi yang melarang kan bukan KPU, ada lembaga lain yang melarang.

Apakah bapak dapat memastikan kejadian di Pemilu 2019 di mana banyak petugas penghitungan suara yang meninggal itu tidak akan terulang di Pemilu 2024?

Yang namanya mati bisa kapan saja dan bisa dalam status apa saja. Jadi kalau soal orang matinya kapan, saya nggak bisa mastiin ya. Yang tahu mutlak itu hanya Allah SWT, Tuhan yang memang kuasa ya.

Tetapi sebagai manusia kita ikhtiar supaya orang dalam bertugas itu dalam kondisi yang sehat Karena syarat menjadi anggota KPPS itu kan sehat jasmani dan rohani. 2019 problemnya adalah karena honornya terbatas ya, sementara untuk mendapatkan surat keterangan sehat jasmani rohani harus periksa, bayar, ya kan yang kedua ada problem juga fasilitas medis kita belum terjangkau oleh semua warga kita. Sehingga dalam situasi tertentu waktu itu kemudian apa namanya teman-teman yang jadi anggota KPPS itu membuat surat pernyataan bahwa dirinya adalah sehat.

Nah, kemudian dalam perkembangannya karena di undang-undang pemilu ditentukan bahwa penghitungan suara itu dilakukan pada hari yang sama dengan hari pemungutan suara. Nah, padahal pemilu-pemilu sebelumnya kan antara pemilu legislatif dengan pemilu presiden dipisah 2014 misalnya pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD, DPRD Provinsi, Kabupaten Kota, DPD di waktu yang berbeda dengan Pilpres sehingga saya dulu April ya kemudian Pilpresnya Juli 2014.

Nah, 2019 itu dijadikan satu untuk memilih 5 jenis pemilu Pemilu Presiden, DPRD, DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota di hari yang sama, berarti kan beban kerja anggota KPPS kan lebih berat ya. Dan potensi penghitungan, durasi pemungutan suara sama di seluruh wilayah Indonesia, jam 7 sampai jam 13, durasinya 6 jam tetapi penghitungan kan gak bisa ditentukan, apa namanya, kecepatannya dan sebagainya, karena perdebatan di TPS kan bisa macam-macam ada yang komplain ini sebetulnya sah kalau dianggap tidak sah ada yang sebetulnya tidak sah kalau dianggap sah. Ada komplain kan.

Nah, perdebatan-perdebatan itu menjadikan penghitungan suara di masing-masing TPS selesainya bisa berbeda-beda. Berdasarkan itu, kemudian ada orang menggugat di Mahkamah Konstitusi ketentuan bahwa penghitungan suara harus selesai di hari yang sama. Coba bayangkan ya, memilih untuk 5 jenis pemilu, selesai jam 1 siang, kemudian, ya, pasti istirahat dulu, dan kemudian mulai menghitung, itu kalau harus selesai, ini kan konteksnya seperti pertanyaan pertama kali tadi, hari adalah hari kalender.

Coba bayangkan, ya, memilih untuk 5 jenis pemilu, selesai jam 1 siang, kemudian ya pasti istirahat dulu, dan kemudian mulai menghitung, itu kalau harus selesai, ini kan konteksnya seperti pertanyaan pertama kali tadi, hari adalah hari kalender. Jadi kalau hari ini coba pelosanya, maka hari ini itu hitungannya selesai sampai nanti jam 24 malam.

Nah, kalau nggak selesai gimana? Maka kemudian MK membuat putusan, karena ada orang mengajukan judicial review, kalau penghitungan suara di TPS tidak selesai hari yang sama dengan hari pemutusan suara, jam 24 malam, maka dapat dilanjutkan penghitungannya sampai dengan jam 12 hari berikutnya. Ini bedanya jam 24 dengan jam 12.

Ini bedanya jam 24 dengan jam 12. Kalau jam 24 kan tengah malam, kalau jam 12 adalah jam siang hari. Nah, tentu bebannya berat di satu sisi. Di sisi lain, honor ya. Pemilu 2014, pemilu anggota legislatif lah ya yang dikeluarkan pada bulan April, honornya itu Rp 550.000. Kemudian honor anggota KPPS untuk pemilu presiden, bulan Juli 2014, honornya Rp 550.000. Jadi kalau petugasnya masih sama mbak, berarti dapat honor berapa? Rp 1.100.000 kan? Pemilu 2019 kemarin, untuk memilih 5 jenis pemilu, honornya berapa? Rp 550.000.

Kan ini gak manusiawi ya. Maksudnya, beban kerjanya berat masa honornya disamakan dengan pemilu yang terpisah antara pemilu legislatif dengan pemilu presiden makanya kemudian langkah yang diajukan KPU diantaranya minta kepada pemerintah untuk menaikkan honor. Standar honor ini kan bukan KPU yang menentukan, Mbak. Menteri Luar Negeri, Menteri Keuangan. Maka kemudian karena Menteri Keuangan, ya KPU harus mengajukan ke sana.

Kemudian disetujui menjadi Rp 1,2 juta. KPU sebenarnya mengajukan Rp 1,5 juta. Itu di antara langkah yang digunakan, yang ditemukan oleh KPU. Kemudian yang berikutnya, ada tiga lembaga yang melakukan riset ya tentang petugas-petugas badan ad hoc yang meninggal itu.

Kesimpulannya adalah temuannya yang pertama, yang meninggal itu rata-rata umurnya 50 tahun lebih atau di atas 50 tahun. Kemudian yang kedua, hampir semuanya yang meninggal itu komorbid, punya penyakit bawaan. Penyakit bawaannya itu ada 3 yang beringkat paling tinggi ya yang pertama serangan jantung, yang kedua tekanan daerah tinggi, kemudian yang ketiga adalah diabetes maka kemudian hasil evaluasi itu sudah kita gunakan kemarin, Pilkada 2020, under Covid-19 itu pemilu di dalam situasi Covid-19 bahwa kemudian badan adhoc usianya maksimal 50 tahun kemudian harus sehat.

Maka kami minta kepada pemerintah daerah, teman-teman KPU provinsi, kabupaten, kota untuk berkoordinasi dengan pemerintahnya masing-masing untuk memeriksakan kesehatannya para anggota badan adhoc, supaya dipastikan ketika bekerja kondisinya memang betul-betul sehat. Nah, demikian juga untuk ke depan, apa yang sudah kita evaluasi di Pemilu 2019, sudah kita gunakan untuk rekrutmen anggota badan adhoc di Pilkad 2020, itu nanti kita adopsi lagi untuk pemilu 2024 dan Presiden (Joko Widodo atau Jokowi) sudah pernah menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2021 yang intinya adalah tentang jaminan sosial ketenagakerjaan.

Presiden memberikan instruksi kepada sejumlah menteri dan semua kepala daerah apakah itu gubernur, bupati, wali kota. Intinya menginstruksikan agar pemerintah daerah mengalokasikan anggaran untuk memberikan jaminan sosial ketenagakerjaan bagi warganya. Nah, disitu termasuk disebut dalam instruksi itu adalah penyelenggara pemilu. Maka kemudian kami berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri agar mengingatkan gubernur, bupati, wali kota untuk menindaklanjuti instruksi presiden tersebut, memberikan jaminan sosial bagi para penyelenggara pemilu.

Kami juga kirim surat kepada KPU Provinsi dan KPK untuk berkoordinasi dengan pemda masing-masing dalam halnya untuk menindaklanjuti institusi presiden tadi itu. Mengapa ini penting? Karena di anggaran pemilu tidak ada asuransi, adanya adalah santunan. Akan berbeda kalau kemudian mendapatkan santunan, mendapatkan jaminan sosial ketenagakerjaan yang dikelola oleh pemerintah. Itu diantara langkah-langkah supaya kita antisipasi ya, supaya jangan sampai atau tidak terjadi lagi anggota badan itu Jatuh berguguran, meninggal karena beban kerja yang tinggi. Kurang lebihnya begitu.

KPU juga mewacanakan penghitungan suara secara dua panel ya, pak? Itu bagaimana kelanjutannya?

Pemilih yang hadir juga berpengaruh pada surat suara yang dihitung. Demikian juga karena sistem proporsional terbuka kan gak cuma menghitung siapanya plus partai, tapi juga dihitung calon yang dicoblos. Itu kan kemudian masuk hitungan perolehan suara sah. Itu kan harus detail, harus pelan-pelan, harus cermat teman-teman anggota KPPS ini.  Pemilih yang hadir juga berpengaruh pada surat suara yang dihitung. Demikian juga karena sistem proporsional terbuka kan gak cuma menghitung siapanya plus partai, tapi juga dihitung calon yang dicoblos. Itu kan kemudian masuk hitungan perolehan suara sah.

Itu kan harus detail, harus pelan-pelan, harus cermat teman-teman anggota KPPS ini, yaitu pemilu DPR, DPR di provinsi, DPR di kabupaten kota, nah rencana mau dibuat seperti itu. Ini salah satu inovasi lah ya Cuman kan ini nanti memungkinkan atau tidak kan juga harus kita berkonsultasi kepada DPR demikian juga yang sudah-sudah ya, di setiap pemilu itu anggota KPPS itu ada tujuh Nah yang dilatih dan dianggarkan untuk dilatih itu cuma satu orang yang nanti akan jadi calon ketua KPPS.

Nah, semula kami berpikir yang harus dilatih tiga orang. Yang pertama ketua KPPS, dia penting untuk dilatih karena yang akan menentukan surat-surat begitu dibuka sah atau tidak sah yang menentukan ini, KPPS 1 atau ketua KPPS. Kemudian mengadministrasikan, dicatat, ditulis di formulir yang plano itu anggota KPPS 3 dan anggota KPPS 4. Maka kami semula berpikir akan melatih tiga orang ini.

Tapi dalam perkembangannya ketika kita mau membuat penghitungan di TPS 2 panel, berarti ini tidak cukup cuma 3. Berarti minimal 4 kan? Dua ditugaskan di katanganlah panel 1, dua orang lagi ditugaskan di panel 2. Setelah kita hitung-hitung, insyaAllah malah 7 orang untuk KPPS ini dilatih semua. Supaya pemahaman yang sama. Itu diantaranya langkah-langkah yang disiapkan oleh KPU dalam rangka untuk meningkatkan kualitas kegiatan pemungutan penghitungan suara di TPS.

Pada indeks kerawanan pemilu (IKP) Tematik 2022, salah satu hal yang disorot ialah netralitas penyelenggara pemilu, bagaimana KPU memastikan jajarannya hingga ke daerah-daerah untuk tetap netral?

Yang pertama, dalam rekrutmen ya, KPU harus hati-hati betul supaya kemudian tidak ada indikasi orang yang jadi anggota KPU sampai dengan KPPS itu tidak menjadi anggota atau pengurus partai politik. Pernah  menjadi tim sukses dan seterusnya. Itu harus kita pastikan. Karena kenapa? Itu sering menjadi indikasi orang ini pasti akan punya konflik kepentingan kalau indikasi itu terbukti. Kemudian yang kedua, melalui bintek-bintek bimbingan teknis melalui rakor rapat koordinasi, rapat kerja selalu kita tekankan supaya kemudian para anggota KPU sampai dengan anggota KPPS nanti pegangannya dua. 

Yang pertama adalah undang-undang atau peraturan perundang-undangan baik undang-undang, peraturan KPU kemudian yang kedua adalah kode etik penyelenggara pemilu itu harus kita jadikan pedoman kemudian yang berikutnya yang akan jadi pertaruhan betul kegiatan pemungutan penghitungan suara itu nanti sebagaimana sudah kita siapkan dan sudah pernah kita praktekan di Pemilu 2019 kalau setiap jenjang penghitungan suara rekapitulasi itu masih menjadi ruang lingkup kerjanya KPU jadi kalau ada orang komplain misalkan  "ini suara saya di TPE sekian" begitu rekap di kita kepulauan dan kota kok menjadi sekian jadi berkurang misalkan kalau ada situasi itu, ya kita perintahkan untuk buka kotak suara kita hitung lagi, supaya kemudian firm, sebetulnya suara ini rakyat pemilih memilih siapa pengadministrasinya bener gak, ada yang salah, hitung gak? dan seterusnya.

Nah, demikian juga sering kali ya. Dulu itu kalau rekapitulasi di tingkat kabupaten, di tingkat provinsi, atau di tingkat kecamatan, ada orang interupsi, mempersoalkan hasil, lalu para petugas KPU, PPK, KPU Kabupaten Kota, KPU Provinsi sering kali ada bunyi-bunyian begini "Kalau Anda nggak puas, silahkan bawa ke MK" Di pemilu 2019 kita larang, karena apa? Rekapitulasi kan masih ruang lingkung kerjanya KPU, maka harus kita selesaikan, jangan buang-buang badan lalu dilempar ke lembaga lain. Jadi batasnya sampai dengan penetapan hasil pemilu secara nasional yang kurang lebih itu 35 hari ke depan setelah hari pemungutan suara. 

Kalau pemungutan suaranya 14 Februari 2024, maka penetapan hasil pemerintahan secara nasional itu kurang lebih 20 Maret 2024. Maka dalam durasi 35 hari ini setidak-tidaknya ya, mulai dari pemungutan suara, penghitungan suara di TPS, rekapitulasi berjenjang dari kecamatan, kabupaten, kota, provinsi, sampai tingkat nasional. Kalau ada orang komplain tentang hasil, ya kita minta untuk supaya clear semua kita perintahkan untuk membuka kotak suara, dan kemudian kita larang temen-temen para penyelenggara pemilu itu buang-buang badan atau tidak bekerja dengan tidak tanggung jawab misalnya. Kalau anda nggak puas silahkan bawa ke MK atau gugat ke MK. Kok dilempar, karena masih di sini kok pakai lempar-lempar ke tempat lain. Itu diantaranya cara KPU atau strategi KPU untuk menjaga lah integritas teman-teman penyelenggara pemilu ini. Demikian juga kami kan di internal KPU juga ada yang namanya pengawasan internal. Divisi Hukum dan Pengawasan, ada Inspektorat, itu dalam rangkaian juga untuk memberikan pengawasan internal.

Dan kita menyiapkan kanal-kanal laporan, jaringan atau saluran pelaporan kalau ada diduga misalkan anggota penyelenggara pemilu di jajarannya KPU sampai KPPS itu dianggap misalkan tidak netral, kerjanya ada indikasi manipulasi misalkan dan seterusnya itu disiapkan saluran untuk pelaporan itu dan kemudian kita investigasi kita klarifikasi situasi-situasi itu dan seperti ini di jenderal KPU biasa maksudnya biasa itu biasa kemudian melakukan klarifikasi internal kalau ada laporan-laporan yang berkaitan dengan perilaku atau tindakan yang katanalah tidak pantas, tidak layak atau tidak benar menurut hukum dan menurut etika penyelenggara pemilu dan tentu saja KPU nggak bisa sendirian ada bawaslu, ada DKPP, ada teman-teman jurnalis yang hari-hari juga ikut mengamati kan proses-proses itu ada pemantau pemilu jadi semuanya disiapkan dalam rangka untuk menjaga ya supaya kemudian pemilu itu berintegritas baik integritas proses maupun integritas hasil, kira-kira begitu.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI