Sebenarnya kalau kita lihat di dalam UU ini, kalau saya nggak salah ingat, itu sudah diatur juga bahwa rumah sakit bisa melaporkan kalau tahu [ada kasus perkosaan atau kekerasan seksual]. Ini sudah bagus. Rumah sakit punya kewajiban melaporkan. Kemudian lembaga-lembaga…kita kan mengenal di masyarakat ada lembaga perlindungan. Di Pemda-Pemda, misalnya, ada TPK2S. Itu semua punya kewajiban untuk melaporkan dan sebagainya. Ini kan sudah bagus; sudah melibatkan masyarakat luas untuk ikut melaporkan. Kalau dulu kan tidak.
Tindakan pidana kekerasan seksual ini banyak terjadi di lingkup rumah tangga dan biasanya disembunyikan karena merupakan aib keluarga. Tapi, dengan adanya kewajiban pihak-pihak lain untuk melaporkan, saya pikir cukup membantu. Kemudian ada pemberatan juga. Artinya, kalau keluarga menutupi maka hukumannya akan lebih berat, ditambah sepertiga. Ini sudah beda. Kalau di dalam KUHAP tidak ada pemberatan sepertiga itu.
Secara aturan sudah bagus, cuma pelaksanaannya masih sangat kurang. Lalu, apa yang paling mendesak untuk dilakukan sekarang?
Seberapa bagus pun tapi pelaksanaannya belum optimal ya, itu peraturan hanya di atas kertas. Jadi, pelaksananya harus ditingkatkan kemampuannya. Penyidik, penuntut umum, dan hakim, termasuk.
Nanti ada juga peran LPSK, LSM pendamping korban, dan yang lain. Itu semua harus bersinergi. Dan, kita harus betul-betul bisa menerapkan UU TPKS sesuai dengan tujuan keberadaannya.
Masyarakat luas juga perlu disadarkan tentang hak mereka secara hukum?
Iya, masyarakat pun harus diberikan sosialisasi tentang UU ini sehingga tahu harus melakukan apa apabila menjadi korban atau Ketika melihat tetangganya menjadi korban orang lain. Mereka mesti tahu sampai seberapa hak dia untuk berperan dalam UU ini. Jadi, semua linilah perlu diberi kesadaran dan pemahaman.
Hakim juga perlu ada ‘training’ atau sertifikasi kompetensi terkait penanganan kasus kekerasan seksual?
Undang undang sudah mewajibkan harus ada. Tapi apakah kita siap langsung menyiapkan hakim sekian banyak? Di sinilah makanya diberikan aturan peralihannya, diberi ruang pengecualian. Kalau memang belum ada, ya cukuplah dengan SK MA dulu atau SK Kejaksaan Agung, SK Kapolri. Kalau kewajiban sudah ada diatur, tinggal memang hal ini tidak mudah.
Apakah perlu ada lembaga pengawasan terhadap pelaksanaan UU TPKS?