Kita berkaca saja pada sistem peradilan pidana anak. Untuk menentukan penyidik, penuntut umum, dan hakim syaratnya ada. Mereka harus punya sertifikat untuk menangani perkara anak. Ha, itu juga memerlukan waktu yang cukup lama. Dan ada tenggat waktu yang lama sebelum UU SPPA (Sistem Peradilan Pidana Anak) berlaku.
Sementara UU TPKS ini kan langsung berlaku. Tentu memerlukan waktu yang cukup lama untuk menyiapkan bukan saja manusianya tapi juga sarana dan prasarana yang lain. Tentu semua itu perlu disiapkan.
Di antara semua kebutuhan, yang paling mendesak sekarang apa terutama yang berkaitan dengan SDM?
Ya, saya pikir terkait dengan SDM memang perlu segera dipenuhi sesuai idealnya. Meskipun UU TPKS juga sudah mengatur bahwa untuk sementara apabila belum ada, maka bisa saja Kapolri, Jaksa Agung, ketua MA menerbitkan SK dan memberikan kewenangan kepada penyidik, penuntut umum, maupun hakim yang disebutkan dalam SK itu sebagai pihak yang menanganinya.
Tetapi, kembali lagi: idealnya kan harus mengikuti pelatihan sehingga mereka lebih matang. Lebih betul-betul memahami UU TPKS itu sendiri. Soalnya, saya lihat banyak sekali ‘lex specialis’ yang diatur khusus di sana.
Hakim sendiri termasuk yang perlu segera mendapatkan pelatihan agar mereka betul-betul memahami UU TPKS?
Saya pikir semuanya. Jadi mulai dari penyidik, penuntut umum, maupun hakim. Semuanya.
Ada beberapa catatan kalau UU TPKS ini kita kaitkan dengan kasus yang pernah ramai dibicarakan publik yaitu kekerasan seksual yang dialami istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi. Salah satunya, Komnas Perempuan tadinya berharap bahwa kasus ini bisa menjadi semacam titik balik untuk membumikan selekasnya UU TPKS. Tapi yang terjadi justru sebaliknya, menjadi ‘backlash’ bagi mereka. Diserang habis mereka termasuk oleh netizen karena dianggap berpihak kepada PC.
Albertina: Hmm…iya.
Padahal pendekatan yang dilakukan Komnas HAM maupun Komnas Perempuan sudah mengacu pada UU TPKS. Artinya, mereka mempercayai apa yang dilaporkan korban. Komnas Perempuan sebenarnya hendak mengatakan bahwa betul telah terjadi pembunuhan tetapi PC ini adalah subyek perkara tersendiri yakni korban kekerasan seksual. Tapi masalah ini tidak menjadi hirauan penyidik dan majelis hakim. Masyarakat sendiri umumnya beropini bahwa perkosaan tak ada.