Suara.com - Namanya melesat saat ia menjadi ketua majelis hakim yang menyidangkan kasus suap pegawai pajak Gayus Tambunan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Makin berkibar lagi dia setelah memimpin persidangan mantan ketua KPK Antasari Azhar.
Albertina Ho, namanya. Sebelum menjadi hakim di PN Jakarta Selatan (2008-2011), pada 2005 ia menjadi Sekretaris Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial.
Selanjutnya, dia menjadi hakim tinggi Pengadilan Tinggi Medan (2016-2019) dan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Kupang (27 September 2019 hingga 20 Desember 2019).
Setelah kariernya sebagai hakim berakhir, dia ditunjuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Ia berdinas di sana sejak 20 Desember 2019 hingga sekarang.
Berikut petikan wawancara Rin Hindryati dan P Hasudungan Sirait dengan lulusan Universitas Gadjah Mada (sarjana hukum) dan Universitas Jenderal Soedirman (master hukum) tersebut yang berlangsung pada Minggu, 25 Juni 2023. Pokok bahasannya terutama kemajuan Undang Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) setelah berusia setahun serta kasus hukum Putri Candrawathi (PC, istri mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo) yang sedang berproses di Mahkamah Agung.
***
Undang Undang Tindak Pidana Kejahatan seksual atau UU TPKS sudah setahun berlaku di negeri kita. Regulasi ini terbilang sangat maju sebab berpihak betul pada korban. Menurut penilaian Anda apakah dalam menjalankannya para Aparat Penegak Hukum kita sudah menyadari roh yang sangat memihak korban tersebut?
Betul sekali; Undang Undang TPKS berpihak pada korban. Bandingkanlah dengan undang undang rujukan sebelumnya, KHUP. Hak-hak pelaku di dalam KUHAP sudah diatur betul. Banyak sekali hak pelaku atau terdakwa yang diatur di sana. Tapi, bagaimana dengan hak korban? Kurang. Nah, dengan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual ini hak-hak korban itu betul-betul dilindungi oleh UU.
Salah satu tantangannya dalam pelaksanaan UU TPKS adalah kesiapan, terutama SDM pelaksananya.
Memang, kalau menurut UU TPKS, bukan hanya LPSK [Lembaga Penjamin Saksi dan Korban], tapi mulai dari penyidik, penuntut umum, dan hakim, harus diberikan pelatihan khusus [bagaimana] menangani tindak pidana kekerasan seksual. Itu tentu saja memerlukan waktu.