Suara.com - Memiliki berbagai peran mulai dari perempuan karir, istri hingga ibu, menjadi tantangan tersendiri bagi Ovidia Nomia. Terlebih, pilihan karir di bidang komunikasi yang telah dijalaninya selama lebih dari 15 tahun, membuat perempuan yang kini menjabat sebagai Director of Communication Procter and Gamble Indonesia, harus selalu gesit, tangkas, dan juga adaptif mengikuti perkembangan terkini.
Beruntung, perempuan lulusan Master of Communication and Media Studies dari Monash University itu punya keluarga dan lingkungan kerja yang mendukung, sehingga Ovi, panggilan akrabnya, tidak harus memilih antara karir dan juga perannya sebagai seorang ibu dan istri.
“Buat saya yang paling penting adalah kita bekerja dengan passion. Saya bekerja dengan P&G ini dari hati, karena I'm happy doing it. If I'm not happy it means that there's something wrong,” kata Ovi saat ditemui di sela-sela kesibukannya, di kantornya di kawasan Senayan, Jakarta Pusat, belum lama ini.
“Dengan saya happy ketika saya bekerja, saya tidak merasa stres. Begitu juga ketika saya pulang ke rumah, I became a better mother buat anak-anak saya. Hal terpenting bagi saya adalah peran ibu dan wanita karir bisa saya jalankan bersamaan. Karena terkadang banyak yang bilang, “It’s a choice, you can’t have it all”. Namun ketika saya di P&G, alhamdulillah saya gak perlu mengorbankan salah satunya.”
Baca Juga: Debryna Dewi Lumanauw dan Harapan Adanya Kesetaraan Gender serta Kesetaraan Healthcare
Lantas, bagaimana cerita Ovi menjalani semua itu? Apa saja tantangannya berkarir selama lebih dari 15 tahun di dunia komunikasi? Dalam sesi wawancara khusus bersama Suara.com, Ovidia Nomia menceritakan semua perjalanannya. Berikut wawancara lengkapnya.
Selama kurang lebih 15 tahun berkarir di dunia komunikasi, apa yang membuat Mba Ovi tertarik terjun di bidang ini?
Apa yang membuat tertarik mungkin karena waktu itu memang saya senang banget ngomong. Jadi dahulu kala ibu saya tuh sering banget bilang ‘kenapa sih kalau mama kasih tahu ada saja jawabannya’.
Kebetulan waktu saya SMA saya mengambil jurusan IPA, dari situ saya sempet kepikiran mau ambil kedokteran, tapi kayaknya akan stres banget. Kemudian, ibu saya baca-baca sebuah artikel, di situ terdapat profile Communication Director-nya Ericsson.
Terus saya ditunjukkan artikel tersebut sambil ibu saya sembari bilang “kamu coba deh ini kayaknya bagus, cocok sama kamu soalnya kamu cerewet kan.”
Baca Juga: CEO Tays Bakers Alexander Anwar, Jatuh Bangun Lewati Krisis, Percaya Akan Tetap Tumbuh
Lalu akhirnya saya coba untuk mengambil jurusan communication di Universitas Padjajaran dan Alhamdulilah diterima. Dari sana, timbul rasa bahwa komunikasi menjadi bidang yang saya sukai. Untuk pertama kalinya juga, saya memulai karir dengan bekerja di Agency.
Sampai saat ini saya cukup konsisten dengan bidang communication karena saya pun belum pernah bekerja di luar dari communication. Bahkan, saya juga memutuskan untuk mengambil lagi kuliah Master pada bidang yang sama yaitu Communication.
Jadi, komunikasi memang sebuah bidang yang menarik banget dan sepertinya tidak pernah membuat saya bosan. Tidak pernah ada satu hari yang membosankan di dunia komunikasi, karena perubahan itu banyak sekali. Itu mungkin, yang membuat saya merasa bahwa ini memang sebuah karir yang memang cocok terutama di usia saya sekarang.
Saya ingin menjadi ahli di sebuah bidang yang memang saya sukai. You have to work with passion. Oleh karena itu, saya merasa bahwa ini adalah bidang yang ingin saya tekuni sampai pensiun nanti.
Berkarir dengan industri yang berbeda, apa saja tantangannya?
Yang pasti bekerja di industri yang berbeda-beda itu challenge-nya juga pasti berbeda beda ya. Tapi, saya rasa yang menjadi benang merahnya ketika kita bekerja di komunikasi, kita bisa externally menjual brand dan perusahaan kita, sehingga menjadi sebuah package yang “cantik”. Dari situ, kita bisa membangun kepercayaan audiences.
Sebagai seorang communications we’re the frontliner yang harus bisa mengkomunikasikan brand dan perusahaaan kita secara menarik baik internally and externally, jadi walaupun industrinya berbeda kita juga akan mendapatkan knowledge yang lebih kaya lagi.
Saya pernah mengerjakan bidang IT waktu saya di Agency, mulai dari processor hingga website. Saya juga sempat pegang ponsel, waktu itu Blackberry. Lalu, di dunia FMCG sebelumnya saya mengerjakan Kosmetik.
Jadi industri yang berbeda-beda ini justru memperkaya ilmu komunikasi yang saya pelajari dari industri yang berbeda.
Selama kurang lebih 15 tahun berkarir di dunia komunikasi, apa perbedaan tantangan paling berbeda signifikan saat memulai karir dan saat ini?
Jauh sekali. Dulu saya ingat zaman sewaktu masih di Agency, bisa mendapatkan pemberitaan di salah satu harian terkenal Indonesia pasti bangganya luar biasa.
Sekarang saya melihatnya adalah saya harus bekerja sama dengan influencer, memikirkan bagaimana strategi digital komunikasi agar produk kita bisa dilihat banyak orang. Ini merupakan perubahan yang sangat drastis.
Apa yang saya pelajari saat kuliah, dengan apa yang saya pelajari pertama kali terjun di bidang ini sebelum masuk dunia digital, perbedaannya jauh sekali. Tapi satu hal yang pasti, intinya tetap sama di mana kita pasti ingin memberikan yang terbaik. Kita ingin mengkomunikasikan, menjadikan brand dan perusahaan semakin lebih dikenal.
Walaupun medianya sudah banyak berubah tapi the concept is still the same. Kalau zaman dulu kita harus pake artis yang luar biasa, kalau sekarang artis itu bisa timbul tiba- tiba dalam satu hari menjadi trending. Agility-nya berbeda.
Seperti apa contohnya? Adakah contoh pencapaian selama ini?
Selama di P&G saya bisa bilang bahwa P&G tuh sebuah perusahaan yang memang adaptif terhadap banyak sekali perubahan. Terutama dalam dunia communication ya. Jadi mungkin zaman dulu kita masih menjelaskan communication secara tradisional, lalu di P&G saya melihat bahwa perubahannya beda banget gitu.
Terutama dengan sekarang banyak sekali local-local insight bisa dilihat contohnya campaign H&S kita yang ‘#MoveOnBro’. Sebenarnya kalau dipikir ya kita encouraging consumer kita dengan menyebutkan nama atau pronouncation yang berbeda-beda.
The insight that we have adalah Head and Shoulders susah diucapkan oleh orang Indonesia, karena pengucapannya susah, ketika kita mau ke toko dan mencari shampo Head & Shoulders, kita jadi malu menyebutkannya.
Sebagai brand, kita menyadari bahwa tidak apa-apa menyebutkan nama Head & Shoulders dengan cara dan bahasa kita, karena yang paling penting mereka memakai produk terbaik kita.
Makanya kita coba membuat campaign, it's okay to mispronounce, tidak apa-apa. Kita juga mengemas iklan kita brand ambassador-nya saja Joe Taslim salah menyebutkan Head & Shoulders. Jadi, kita coba untuk encourage konsumen Head and Shoulders it's okay to mispronounce. Itulah hasil dari adaptasi brand dari insight yang kita dapat locally.
Satu lagi adalah mungkin Pantene yang kemarin kita campaign dengan Keanu. Pantene adalah brand besar yang kita menampilkan perempuan-perempuan cantik dengan rambut cantik, kemarin kita berpikir bahwa bagaimana ya kalau masalah rambut bukan dialami oleh perempuan? Good hair is for everyone, apapun gendernya.
Dan kita melihat bahwa having a bad hair itu akan terlihat dari perilaku kita. Bad hair will make your whole day ruined. Kita enggak akan seru, di kantor kita akan ngomel, dan kita melihat insight itu dari Keanu. Ketika dia rambutnya capek, dia galak banget.
Kerjaannya marah-marahin orang, and then dia galak karena rambut dia capek, ketika di-charge gitu kan rambutnya terlihat lebih kalem. Tapi, semua itu kan naik turun rambut nggak selalu bagus. Jadi lewat campaign, rambut itu harus di-charge. It’s like your phone, it's like a battery. Akan ada saatnya rambut kita capek, tapi we can charge it again with Pantene.
Dan membuat sebuah iklan menunjukkan seorang laki-laki, dengan sosok seperti Keanu, itu belum pernah dilakukan di negara manapun. Itu jadi sebuah terobosan, there is very interesting insight locally and how we can adapt to it.
Jadi P&G bisa dibilang sebuah perusahaan yang memang we always out of the box. Kita selalu melihat what’s next? What the new innovation? Saya selalu bilang kalau meeting, kalau 3 years dari sekarang media bagaimana? Hal kayak gitu.
Mungkin hari ini TikTok, besok ada TikTik, kita nggak tahu kan ya. Those kinda things cepet banget. So we really need to be adapt to it. Karena yang pasti visinya kita adalah we have to be where our consumers are. Jadi dimana konsumen kita, that's where we are.
Responsnya bagaimana?
Luar biasa, waktu itu ngeluarin Head and Shoulders yang pertama Joe Taslim, we won a lot of awards international dan nasional yang kita dapat. Dari segi bisnisnya pun sangat bagus sampai sekarang.
Apalagi waktu Pantene, Pantene itu kayaknya geger sih waktu itu karena semua orang kaget brand Pantene yang biasanya Mbak Anggun, Maudy, tiba-tiba Keanu.
We really realized it was a big risk that we took, but we knew it was the right thing. Bukan kita gambling coba-coba, we knew that was something, that’s why kita semua waktu itu benar-benar berpegang tangan oke lets try it out.
Ternyata it really worked and it’s actually creating sebuah image yang baru buat Pantene, encourage that beauty is for everyone gitu.
Sebagai perempuan dengan posisi pemimpin senior di P&G Indonesia, apa saja tantangan yang kerap dihadapi di dunia kerja?
Challenge itu pasti ada. Apalagi saya seorang perempuan yang harus memerankan multiperan. Saya sebagai seorang ibu, punya dua orang anak, jadi pasti ada saja challenge-nya.
Bagaimana caranya kita bisa membagi waktu, bisa tetap fokus di kerjaan dan juga menjalankan peran sebagai seorang ibu dalam waktu bersamaan.
Perusahaan ini pun sangat mendukung sekali untuk perempuan bisa berkarir dan juga menjalankan perannya sebagai seorang ibu, sebagai seorang istri dan seorang anak karena banyak sekali fasilitas dan fleksibilitas yang diberikan juga buat kita, walaupun challenge itu pasti ada, everyday there's always a challenge.
Macet saja kita sudah stres, namun bagaimana kita merasa bahwa the company understands us dan tahu the priority of what's important buat kita tuh apa, bagaimana kita bisa menjalankan saja sih sebenarnya.
Kalau di P&G seperti apa dukungan untuk pekerja perempuan?
Oh banyak banget, di sini cuti melahirkan saja 6 bulan. Saya kebetulan dapat cuti melahirkan tiga tahun yang lalu itu enam bulan. Lalu kalau di pabrik kita itu ada daycare. Itu daycare-nya everyday jadi memang ada ruangan khusus untuk daycare.
Jadi, ibu-ibu yang dateng, yang bekerja di pabrik itu bisa nitipin anaknya dan itu sudah dengan fasilitas yang luar biasa, seperti fasilitas daycare yang ada di Jakarta, dengan pengasuhnya yang sudah siap di situ, dengan standar yang baik sekali.
Sedangkan, kalau di kantor pusat P&G Day Care untuk anak-anak biasanya ada di masa lebaran, namanya Lolly Land. Nah, kalau di masa lebaran saat 'Mbak' pulang dan kita juga masih ada pekerjaan, P&G sudah mempersiapkan Day Care di sepanjang ruangan meeting ini bekerja sama dengan third party.
Enggak cuma untuk karyawan perempuan, bahkan untuk karyawan laki-lakinya kita ada paternity leave sampai dua bulan. Jadi kalau istrinya melahirkan, suaminya diberikan cuti berbayar itu selama dua bulan.
Di P&G, kita ingin sekali para karyawan itu merasa tidak terbebani, every milestone of your life kita pasti akan support. Buat saya pribadi dengan adanya flexibility hours, sampai hari ini pun saya masih bisa mengantar dan jemput anak saya sekolah.
Karena saya bisa punya keleluasaan, bisa meeting jam berapa aja, ke kantor jam berapa aja, sangat fleksibel. Tapi balik lagi yang akan dilihat dari kantor adalah output-nya.
Jadi, banyak banget dari P&G ini yang benar-benar men-support perempuan dan dari segi karir. Jenjang karir pun tidak ada bedanya antara laki-laki dengan perempuan. If you perform, walaupun pernah cuti 6 bulan, if you have the best talent, opportunity akan selalu ada.
Ekosistem seperti apa yang dibutuhkan perempuan untuk mendukung perempuan di dunia kerja?
Kalau saya selalu percaya bahwa semua itu berawal dari rumah. Seorang perempuan itu bisa berkarya, bisa mengembangkan capability-nya di luar, ketika di rumah itu sudah aman dan nyaman.
Dalam hal ini, nyaman adalah yang pasti satu, kita punya support system yang baik seperti yang membantu mengurus anak dan juga punya keluarga yang mendukung. Suami, orang tua gitu kan jadi saya merasa bahwa semua itu harus berawal dari rumah. Kalau di rumah berantakan itu kerasa banget.
Jadi ketika di rumah anak-anak aman, kita juga punya trust yang baik dengan yang mengasuh, kita juga punya orang tua yang sehat, suami yang juga mendukung, di situ kita pasti bisa berkarya lebih baik. Tapi bukan berarti jika ada sesuatu yang bermasalah kita jadinya nggak bisa ngapa-ngapain ya.
Oleh karena itu, dari situ kita harus juga memiliki lingkungan kerja yang baik dan juga mendukung. Di sini P&G sangat mendukung sekali. Jadi ketika ternyata 'Mbanya' harus pulang, saya harus setengah hari berada di rumah, karena saya harus nganter jemput anak sekolah atau supirnya enggak ada, itu selalu bisa diatur gitu karena bukan berarti bahwa, kalau terjadi hal seperti itu harus dilepas, tidak seperti itu.
Jadi, saya merasa dari rumah itu harus sangat mendukung dulu, di kantor pun lingkungannya fleksibel tidak harus berada di meja dari jam 9 sampai jam 5, bisa bekerja remote atau diberikan keleluasaan untuk bisa bekerja dengan baik di perusahaan.
P&G salah satu perusahaan yang cukup peduli dengan isu kesetaraan gender, kalau di tim bagaimana implementasinya?
Di P&G level direksi sampai saat ini sudah 50:50 laki-laki dan perempuan. Bahkan di level senior manager ke atas itu sudah 50 persen itu laki-laki dan 50 persen perempuan
Kalau di P&G, budaya kita sangat terkenal dimana kita build from within, jadi para employee P&G itu dipupuk untuk bisa menjadi leaders di various countries, enggak cuman dari Indonesia saja.
Jadi kita sering banget mengirimkan talent-talent ke luar dan itu juga sudah banyak sekali perempuan. Bahkan kita kemarin ada satu perempuan yang sedang dalam kondisi hamil, karena dia bagus, ada role-nya di luar kita kirim kan gitu. Jadi tidak ada kendala dalam hal ini untuk bisa berkembang karirnya di P&G. Jadi itu sih mungkin salah satu example-nya.
Kalau di 2023 ada plan seperti apa dalam hal karir?
Kalau saya tipe orang yang memang planning banget. Saya sama suami setiap awal tahun itu punya excel sheet. Jadi tahun ini harus ngapain, bahkan itu nggak cuma di hal yang besar dari segi karir, dari hal yang kecil kaya sekolah anak mesti bagaimana, 'Mba-nya' mesti bagaimana, kaya gitu tuh kita sangat planning sekali.
Tapi semenjak anak kedua hadir, sekarang saya sudah masuk ke dalam usia dimana kadang kalau terlalu di-plan malah suka jadi beban. Jadi saya sekarang sudah masuk di fase jalanin saja.
Cuma yang pasti, dari segi karir saya mencoba untuk bekerja dengan baik. Saya yakin bahwa performance yang baik pasti akan dinilai dengan baik. Jadi apapun nanti tahapan berikutnya pasti challenge apapun akan dihadapi bareng-bareng sama tim. Tapi, kalau dari segi planning karir yang pasti belum ada yang clear ya kalau sekarang sih yang pasti menjalankan banyak plan perusahaan.
Di P&G apa fokus di 2023?
Kalau 2023 yang pasti membahas citizenship pillars kita itu dari gender equality, community impact, sustainability, itu pasti kita sudah ada pipeline ya. Kita juga ada rencana besar, nanti kita mau bikin sustainability week. Jadi kita ingin memperlihatkan sustainability effort yang sudah kita lakukan di P&G apa saja.
Kalau dari segi brand yang pasti ada peluncuran produk-produk baru dan saya kebetulan megang juga beauty care dimana itu ada dari hair care dan juga skin care, itu juga banyak sekali inovasinya.
Salah satu yang mungkin bisa dibilang inovasi terbesar kita adalah penggunaan media yang sekarang kita bisa dibilang we are very digital minded, ya. Kita sangat digital sekali. Di mana terutama dengan adanya Tik Tok, kayanya the way marketing works, communication works itu berubah banget.
Kita sekarang lagi banyak bekerja dengan KOL, bukan dengan jumlah yang sedikit, tapi bener-bener dengan jumlah yang banyak untuk bisa nge-drive mengenai produk kita, jadi penggunaan media dengan salah satu plan besarnya adalah bagaimana shifting media untuk saat ini.
Value apa yang Mba Ovi pegang selama karir?
Jujur, saya waktu dari muda sampai sebelum punya anak boleh dibilang belum punya value yang kuat. Barulah setelah punya anak satu, saya punya value, yaitu "nggak ada yang nggak mungkin". Saya tipe orang yang kaya gitu, jadi there's always a way. Nggak ada yang nggak mungkin, nothing is impossible.
Cuma seiring berjalannya waktu dan usia, berpikirnya bukan semakin banyak challenges-nya tapi lebih ke there’s part that you have to let go. Nggak ada lagi yang namanya harus. Saya merasa bahwa kesempurnaan itu nggak ada, kenapa sih harus sempurna gitu.
Dulu in the past, saya selalu mikir bahwa saya harus menjadi seorang ibu yang hebat, anak saya juga harus terawat, saya harus kerja, saya harus sampai ke jenjang karir ini. Namun, seiring berjalannya waktu, saya semakin mature dalam usia dan juga melihat bahwa bagaimana tekanannya semakin besar, saya merasa bahwa sometimes there's nothing that's perfect.
Kaya ada challenges itu wajar, sometimes we don't get what we want, we don't achieve what we have to achieve. Ya sudah, we move on seperti pertandingan bola lah. Kan kalau kalah tim kita bukan berarti kita akan kaya stres gitu, we move on. There are another match after that, mungkin itu sih yang saya coba terapkan.
Di tim Mba Ovi pasti generasinya beragam, bagaimana mengelola generasi gap dalam tim?
Pasti generasi gap itu ada ya. Yang pasti dari generasi saya dengan generasinya tim itu pasti beda banget. Cuma saya melihatnya ini adalah sebuah tantangan juga buat saya untuk memahami. Bagaimana cara bisa bekerja sama dengan baik, terus juga yang pasti adalah dengan adanya generasi muda ini datang, justru sangat membantu.
Karena kadang kita nggak bisa follow semua. Kaya sekarang dengan adanya Tik Tok segala macam, perubahannya cepat banget dan mereka adalah yang mengikuti dan melakukannya setiap hari. So, mereka sangat membantu sekali dan itu justru membuat kita jadi bisa bekerja sama dengan lebih baik.
Dan generasi-generasi muda sekarang kan idenya banyak ya, mereka sangat kreatif dan itu membantu sekali sih. Tapi, dari segi kerjasama memang pasti ada perbedaan. Di P&G kita menyebutnya leadership with love. When we lead, coba nge-lead dengan hati pasti bisa kita bekerja sama dengan baik.
Adakah saran untuk generasi muda yang ingin memasuki dunia komunikasi dan kehumasan?
Tips untuk yang lebih muda, nggak ada yang instan. Itu mungkin satu hal yang saya lihat anak-anak sekarang mau semuanya cepat. Karena mereka terbiasa seperti itu dan kalau saya melihatnya bahwa dalam karir, dalam hidup itu nggak ada yang instan. Justru malah yang instan itu cepat datang dan hilang.
Tips lain, just be passionate, meski dalam dunia karir pasti ada kerikil-kerikilnya, tapi kalau kita menjalaninya dengan passion pasti ada jalan keluarnya. There's always a way. Asalkan kita jangan berharap bahwa, oh langsung ada perubahan, langsung akan ini gitu, itu mungkin yang saya ingin sampaikan ya untuk anak-anak muda.