Kebetulan di situ ada rumah yang disiapkan perusahaan untuk tempat tinggal para pekerja. Tapi perusahaan itu sudah kabur, rumahnya itu masih ada, kami minta mereka untuk kami gunakan tempat itu. Dan disetujui, kami sampai dengan angkatan pertama, angkatan kedua SD.
Setelah itu rumah itu terbakar, dan mereka panggil saya ke Keningau, Malaysia, bagaimana cara solusi. Saya bilang begini saja, “Kita ketemu Bapa Uskup di pedalaman”. Ketemu beliau, beliau menjanjikan untuk bertemu dengan pemilik tanah di daerah itu, ternyata kami diberi ruang mendapatkan 2 hektar tanah dari orang-orang asli disitu. Tapi bagaimana kita mau mendirikan sekolah ini, sambil kami berpikir dan sambil memungut kayu-kayu sisa dari perusahaan itu untuk membangun, datanglah sebuah ordo dari Singapura, namanya Lasalle, Ordo Bruder, Lasalle. Itu dia bergerak di bidang pendidikan juga, melihat kondisi ini mereka tawarkan, “Pak Sogen mungkin bisa kami bantu dengan mendirikan bangunan ini”. Saya bilang, “Kami memang tidak sampai punya kemampuan begitu, tapi kalau bapak mau bantu, bersyukurlah”.
Akhirnya mereka pulang ke Singapura, mendapatkan persetujuan, bangun sekolah itu dua tingkat pak, tapi dalam kondisi semi permanen. Dua tingkat, di bawahnya SD, di atasnya SMP. Kemudian asrama juga dua tingkat, di bawahnya perempuan, di atasnya laki-laki.
Persoalannya tidak ada kebutuhan pokok listrik dan air, nah bagaimana caranya? Saya lagi-lagi berusaha untuk mendapatkan informasi siapa kira-kira di sini yang menjadi anggota DPR di kawasan ini untuk daerah Malaysia itu. Kebetulan orang-orang Katolik saja di situ karena kita Mansalong dengan Penyiangan itu dekat, jadi ada kawin campur. Sehingga bisa dapat kita lakukan koordinasi. Pas saya ketemu mereka bilang ada anggota DPR yang beragama Katolik, kalau boleh kami rekomendasi untuk bapak ketemu. Ketemu lah kami, saya bilang “Pak kebutuhan kami air dan listrik, bila itu bapak berkenan, bisa kah bantu kami untuk dua kebutuhan pokok ini?” Ternyata ada dua mingguan begitu, mereka sudah pasang pak airnya dipasang, listriknya dipasang.
Kemudian, mulailah kami dengan proses pembelajaran yang reguler. Kemudian cari teman-teman guru yang pas-pas saja, yang penting bisa mengajar. Kemudian dalam jangka waktu 2 tahun, pemerintah Malaysia dan Indonesia sudah bekerja sama untuk menyetujui adanya pendidikan anak-anak imigran di sana, Konsulat Jenderal Kota Kinabalu dengan membentuk satu warna pendidikan melalui CLC, masuklah sekolah itu kedalam lininya CLC, sehingga sampai sekarang. Tapi saya masih lagi memberikan perhatian dan kepedulian terhadap lembaga itu, bahkan anak-anak yang tamat disitu, saya tarik mereka untuk sekolah di SMA Katolik di Nunukan, krna memang di SMA Katolik itu juga sekolah yang bisa menampung anak-anak TKI dari sembarang. Bahkan ada yang dari SMA, kebetulan saya ngajar, jadi dosen juga di Poltek, saya arahkan mereka supaya jangan jauh-jauh biar disini saja, dan itu yang saya lakukan pak untuk dibidang pendidikan.
Jadi sekolahnya di bawah yayasan, atau bagaimana?
Sekolah itu karena dulu yayasan saya belum mendapat SK dari Kemenkumham, kita gunakan yayasan dulu itu namanya Pelangi Nusantara. Hanya dia belum secara resmi oleh pemerintah, maka yayasan itu yang menjadi penguat bagi masyarakat saja, tapi kalo untuk koordinasi dengan pemerintah itu belum bisa. Nah sekarang ini kan sudah ada, jadi saya sudah telepon kesana kalau yayasan muara kasih semesta ini menjadi penaung dari sekolah ini.
Dengan segala pelayanan yang Pak Yohanes berikan, adakah warga yang justru betah tinggal di Nunukan?
Ada juga itu, mereka ada yang, satunya begini, pada saat mereka mau pulang kampung mereka tidak ada uang, karena mereka dari penjara hanya bawa badan saja, malu mereka, terus tawaran kami untuk bekerja disitu ada yang mau, bahkan mereka merasa betah pak tinggal disitu, bahkan sampai hari ini mereka bisa beli tanah dan membangun rumah di Nunukan.
Baca Juga: Debryna Dewi Lumanauw dan Harapan Adanya Kesetaraan Gender serta Kesetaraan Healthcare
Karena saya selain dari pendidikan, saya bawa mereka ke sebuah koperasi simpan pinjam, namanya credit union, supaya mereka bisa punya investasi, punya simpanan. Saya bilang kalau kamu mau bangun rumah, kami simpan disini, nanti buat pinjaman untuk buat rumah, buat pinjaman untuk beli tanah, buat pinjaman untuk sekolah. Dan ada yang memang mereka menyetujui dan menyepakati, dan mereka ada yang betah. Bahkan mereka yang pulang ke kampung itu mungkin tidak tahan sampai 1 bulan, tiba-tiba datang lagi karena di kampung tidak ada pekerjaan, di kampung tidak ada pemasukan, kalau di sini kan mereka bisa bekerja apa saja boleh.