Suara.com - Namanya Yohanes N Soge Makin, Ketua Yayasan Muara Kasih Semesta yang didirikan dan beroperasi di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. Yayasan yang ia dirikan sejak kurang lebih 10 tahun lalu itu, intinya bergerak di bidang sosial dan kemanusiaan, tepatnya lagi berurusan dengan perlindungan dan kesejahteraan pekerja migran.
Mungkin belum banyak yang mengenal sosoknya, bahkan sekada mendengar namanya. Namun nyatanya, apa yang diperbuat dan dijalankan oleh Yohanes dengan sepenuh hati selama bertahun-tahun ini, sudah cukup memberikan dampak positif. Setidaknya terhadap kehidupan dari orang-orang yang dibantunya.
Belum lama ini, Suara.com berkesempatan melakukan wawancara eksklusif dengan Yohanes N Soge Makin, di sela-sela sebuah kegiatan di Jakarta. Berikut petikan perbincangan cukup panjang dengannya, di mana ia bercerita mulai dari awal aktivitasnya di Nunukan, hingga apa yang diharapkannya ke depan.
Bisa ceritakan bagaimana awal mula Anda bisa terlibat dalam pembinaan tenaga kerja di Nunukan?
Baik, selamat siang. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Seluruh masyarakat di tanah air Indonesia tercinta, saya Yohanes N Soge Makin, Ketua Yayasan Muara Kasih Semesta, Kabupaten Nunukan, yang bergerak di bidang kemanusiaan, sosial dan perlindungan pekerja migran.
Saya mau menceritakan kronologis dan historis, bagaimana yayasan ini bisa didirikan. Termotivasi dan terinspirasi dari tahun 2002, pada saat ada deportasi besar-besaran, Nunukan menjadi bagian yang sangat penting untuk penanganan para migran yang dideportasikan itu. Saya termasuk di dalamnya. Kami di Gereja Katolik membuat sebuah tim untuk penanganan PMI yang dideportasi itu.
Kemudian gerakan ini membuat saya punya panggilan tersendiri. Waktu itu saya terinspirasi mendirikan yayasan, tapi dapat penolakan dari berbagai masyarakat, [bahwa] kalau mendirikan yayasan itu harus punya uang yang lebih. Tetapi saya merasa bahwa modal besar saya adalah semangat untuk melihat semua deportan ini.
Kemudian akhirnya dengan kesadaran sendiri, saya membangun yayasan ini dengan melakukan pendampingan, perhatian, dan juga kepedulian terhadap warga eks migran perantau yang terlantar di Nunukan. Saya berusaha dengan mendapatkan apa adanya yang ada pada saya, untuk bisa memberikan bantuan seperlunya. Sekali pun memang saya tidak punya uang, tidak punya barang-barang lain, tapi pendampingan secara psikologis, saya selalu memberikan mereka motivasi untuk tetap bangkit, semangat untuk bisa melihat masa depan yang masih ada untuk kita.
Baca Juga: Debryna Dewi Lumanauw dan Harapan Adanya Kesetaraan Gender serta Kesetaraan Healthcare
Kemudian [seiring] berjalan waktu, dari keberadaan itu saya melakukan relasi dengan sebuah yayasan China di Kota Kinabalu, Malaysia, untuk mendapatkan pakaian bekas. Karena dari penjara itu mereka hanya bawa badan saja, saya merasa kasihan sekali; dan tidak ada warga di situ yang mau membantu. Saya mengambil keputusan ini untuk bisa mendatangkan pakaian itu dalam jumlah yang besar. Kalau dikategorikan seperti pakaian rombengan begitu. Tetapi saya melakukan koordinasi dengan pihak Konsulat Jenderal [di] Kota Kinabalu, mendapatkan petunjuk, mendapatkan surat rekomendasi dari kebaikan Malaysia, karena memang ini adalah untuk orang susah, bagi custom di Tawau supaya jangan dihalang-halangi.