Maestro Lengger, Rianto: Komunitas Lengger Sudah Menyebar ke Banyak Negara, Kita Ingin Bisa Diakui UNESCO

Rabu, 08 Juni 2022 | 17:12 WIB
Maestro Lengger, Rianto: Komunitas Lengger Sudah Menyebar ke Banyak Negara, Kita Ingin Bisa Diakui UNESCO
Ilustrasi wawancara. Rianto, Maestro Tari Lengger Banyumasan. [Foto: Dok. Antara / Olah gambar: Suara.com]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
Rianto sang maestro Tari Lengger Banyumasan. [Dok. Antara]
Rianto sang maestro Tari Lengger Banyumasan. [Dok. Antara]

Saya dengar Mas Rianto membuat Rumah Lengger. Ini visinya kan mendokumentasikan, sebagai bank data segala sesuatu soal Lengger. Saya dengar belakangan punya tujuan besar?

Dengan adanya Rumah Lengger saya mencoba untuk mewadahi beberapa aspirasi dari teman-teman Lengger, kemudian seniman-seniman yang ada di desa gitu ya, saya mencoba dari tahun 2016 saya untuk mengajukan ke dinas. Karena Banyumas ini sebenarnya memiliki kekayaan budaya dan alam yang sangat luar biasa, yang potensinya perlu kita benar-benar jaga dan kita bisa edukasikan kepada masyarakat. Kita punya Lengger, tetapi kita tidak pernah tahu siapa itu lengger? Kita punya Lengger tetapi kita tidak tahu arsipnya di mana? Tidak ada wadah galeri atau untuk tingkat apa pembelajaran kepada generasi yang lain, terus misalnya cunduk mentulnya Mbok Dariah di mana? Atau pun edukasi memberikan informasi tentang Lengger di lebih dari 30 negara yang pernah saya kunjungi, hal tersebut memang ada sebuah pengakuan mereka baik di kampus, universitas, atau pun di acara international festival di teater seperti itu.

Nah, ini yang mungkin saya sedang bangun untuk bagaimana saya dengan adanya Rumah Lengger sekarang, kemudian komunitas Lengger yang ada di Jepang, komunitas Lengger yang ada di Meksiko, komunitas yang ada di Paris, kemudian ada komunitas lengger yang ada di Australia. Itu orang-orang lokal negara mereka. Jadi mereka datang ke Banyumas untuk belajar, kemudian mereka kembali lagi untuk membangun komunitas sendiri.

Dari situ saya pingin sekali dengan kesenian Lengger ini yang bisa mengglobal itu bisa diakui oleh UNESCO. Pelan-pelan sekali saya mencoba untuk mengarah ke situ. Kalau misalnya pemerintah kurang mendukung, ya saya dengan masyarakat ayolah urunan KTP, bawa ke UNESCO. Semoga diberi umur panjang untuk bisa melanjutkan itu agar supaya temen-temen seniman ataupun para maestro yang ada di desa mereka merasa bangga dengan adanya Lengger.

Apakah mereka orang luar negeri tetap menggunakan aksen "ngapak"?

Pastinya ya, karena kan mereka harus pakai sindenannya Banyumasan (nembang Jawa). Itu semuanya suka ada ricik-ricik, eling-eling yang dasaran gitu ya. Apalagi kemarin memang di Jepang baru saja memesankan calung untuk di daerah Fukuoka. Terus yang kemarin di Tokyo juga sudah ada satu perangkat calung, dan komunitasnya sekarang mereka ada di Universitas Fukuoka juga mau membuka musik calung dan mereka otomatis belajar langsung dengan bahasa gaya Banyumasan gitu ya. Istriku juga belajar bahasa Banyumasan seperti itu. Jadi kalau marah-marahan, dia pakai bahasa Jepang, saya pakai bahasa Banyumasan. Jadi ya, tidak nyambung. Di Meksiko dan Italia juga ada beberapa teman yang mungkin nanti akan memesan calung, kemudian mengembangkan budaya Banyumasan di sana karena saking tresnanya.

Dalam tarian Lengger itu ada sebuah tradisi (ritual) yang harus dilakukan. Apakah yang sedang belajar harus ikut melakukan itu?

Tetap harus dilakukan kalau mereka ingin menjadi Lengger. Jadi kalau sekadar menari Lengger, tidak harus. Jadi antara penari Lengger dengan Lengger itu sudah berbeda. Pengabdian terhadap Lengger kalau beliau atau mereka yang ingin menjadi Lengger itu memang harus melakukan ritual-ritual yang harus diberikan oleh leluhur. Ritual itu sebenarnya adalah lebih mendekatkan diri pada alam. Harus supaya memahami alam, bukan artinya musyrik atau pun apa. Tetapi bagaimana kita menahan tentang hal-hal yang seperti puasa Ramadhan saja lah.

Ini di dalam Jawa sendiri ada seperti itu. Adanya sajen juga itu bukan berarti bahwa itu harus mengundang setan. Bahwa sajen ini misalnya bunga mawar, bunga mawar putih, mawar merah itu harum yang membuat tubuh kita itu menjadi rileks kemudian bisa lebih konsentrasi dan lain sebagainya. Kemudian makanan-makanan seperti itu kita harus puasa mutih misalnya, terus puasa geni kita makan makanan yang dibakar dengan api. Memang misalnya mungkin makan buah, atau makan apa itu, sayur itu boleh, tapi yang sayur yang tidak dikena api, tidak dimasak. Terus biasanya filosofi dari kita membersihkan dengan mandi kita membersihkan tubuh kita di tengah malam misalnya ya, itu bukan berarti kita harus mengundang setan untuk masuk ke dalam tubuh.

Baca Juga: Selain Borobudur, Ini Sederet Situs Warisan Budaya Dunia UNESCO di Indonesia

Sebenarnya kita benar-benar dalam kondisi yang rileks, kemudian tidak ada ingar-bingar yang lain, kita benar-benar membersihkan tubuh kita. Itu lebih fokus, artinya memfokuskan tubuh kita itu dari misalnya tujuh sumur yang berbeda. Itu mungkin dari pengalaman sumber yang memang mungkin kita perlu kali berbeda-beda. Itu kemudian kita harus respek dengan lingkungan alam yang ada. Mendoakan leluhur supaya leluhur itu tetap menjaga manusia atau pun alamnya juga seperti itu. Sebenarnya sebagai pelaku Lengger itu masih melakukan ritual seperti itu, ketika mau pentas itu pasti melakukan sampai sekarang. Hanya saja sekarang pemahaman ini mungkin dilakukan oleh penari yang memang ia hanya ingin menjadi seorang penari Lengger yang tanpa melewati syarat-syarat itu, sah-sah saja, tetapi isinya berbeda, artinya keimanannya berbeda.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI