Suara.com - Jumlah kasus positif Covid-19 kembali naik di Indonesia, terutama terkait dengan varian Omicron yang tingkat penyebarannya diketahui memang cepat. Sehubungan itu, pemerintah pun berusaha mengambil langkah-langkah kebijakan sekaligus bersiap mengantisipasi lonjakan kasus kembali.
Dalam hal ini, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) selaku lembaga terkait sekaligus unsur integral dalam Satgas Covid-19, termasuk yang harus bersiap sedia dan banyak melakukan langkah-langkah strategis. Dalam jumpa pers pada Kamis (27/1/2022), Menkes Budi Gunadi Sadikin pun memaparkan situasi terkini sekaligus kesimpulan sementara dan imbauan dari pihaknya.
Berikut petikan keterangan Menkes Budi dalam konferensi pers tersebut, yang ditulis ulang dalam format paparan topik per topik serta wawancara tanya-jawab:
Omicron dan Strategi Pemerintah
Baca Juga: Plt Dirjen Kesmas Kemenkes Kartini Rustandi: Kejar Anak Belum Imunisasi Rutin, Kita Sweeping!
Omicron sudah masuk ke kita dan penularan sudah terjadi. Sama juga dengan negara-negara lain, kita harus menghadapi Omicron ini.
Perbedaan utama dari varian Omicron dari varian lain (adalah) ciri-ciri Omicron dia penularan cepat dan banyak. Jadi nanti kita akan melihat dalam waktu singkat kenaikan jumlah kasus cukup tinggi.
Ciri-ciri kedua, dia hospitalisasinya lebih rendah, tingkat keparahannya juga lebih rendah, sehingga kita juga melihat yang masuk ke rumah sakit lebih rendah. Jadi lebih banyak orang-orang yang terkena Omicron ini dirawat di rumah atau isoman.
Itu sebabnya strategi pemerintah hadapi gelombang Omicron ini sedikit berbeda dengan Delta. Karena gelombang Delta keparahannya tinggi, sehingga kita harus siapkan rumah sakit dengan sangat hebat, karena tekanannya sangat tinggi.
Sedangkan kalau kalau Omicron yang tinggi penularannya tapi keparahannya rendah, karena sebagian besar adalah orang tanpa gejala atau asimptomatis, atau sakitnya ringan hanya pilek-pilek, batuk, atau demam sedikit, yang sebenarnya bisa sembuh tanpa dibawa ke rumah sakit.
Baca Juga: Para Pejuang Kendeng: Sampai Kapan pun Kita Tetap Tolak Pertambangan dan Pabrik Semen
Kondisi Rumah Sakit
Kondisi di rumah sakit, per kemarin yang dirawat di seluruh Indonesia 7.688 orang di seluruh Indonesia, yang di ICU di 52 orang. Total tempat tidur isolasi yang sudah siap sekarang untuk dipakai sekitar 80 ribuan.
Ini di bawah 10 persen dari kapasitas tempat tidur isolasi kita, kapasitas tempat tidur isolasi 80 ribuan itu adalah yang sekarang di Juli kemarin tinggi tempat tidur isolasi bisa dinaikkan sampai 120-130 ribu.
Kapasitas nasional kita ruang isolasi 120-130 ribu, yang sekarang sudah ready untuk dipakai, nggak perlu konversi sudah siap 80 ribuan, sudah terisi 7.600-an.
Sama seperti di Jakarta sudah 45 persen terisi, itu 45 persen terisi dari kapasitas yang siap sekarang 3.900 sebenarnya tempat tidur isolasi di Jakarta 11.000 sekarang belum dikonversikan saja, karena memang dulu sudah sempat naik sampe angka 10 ribuan sampai Juli.
Mengenai kapasitas rumah sakit kita seperti tadi, secara nasional kapasitas maksimal 120-130 ribuan, kapasitas terpasang 80 ribu terisi 7 ribuan.
DKI kapasitas maksimal 11.000, terpasang 3.900, terisi 45 persennya 1.700-1.800an.
Kita melakukan riset kecil untuk orang-orang terbukti Omicron karena masuk 7.600 harus genome sequence. Nah kapasitas genome sequence kita terbatas, dan hasilnya bisa lihat.
Update Terkini Kasus Omicron
Total pasien yang sudah kita lihat terkena Omicron sampai sekarang 1.988 orang, ini kita teliti dari 1.988 yang dengan gejala itu yang sudah sembuh selesai dirawat 854, yang pernah dirawat asimptomatis 461 orang, ringan 334 orang, yang sedang butuh oksigen dan berat masuk ICU ada 59 orang.
Ini buat gambaran, sebenarnya yang perlu masuk rumah sakit yang 59 orang itu sekitar 6-7 persen dari yang dirawat sekarang.
Sebenarnya yang dirawat di rumah sakit tidak semua perlu dirawat, yang perlu dirawat hanya bila perlu treatment oksigen.
Kalau tidak ada gejala dirawat di rumah sembuh sendiri, kalau ada gejala, batuk-batuk, sedikit demam, pilek tidak perlu di rumah sakit karena masuk kategori ringan bisa dirawat di rumah sendiri.
Kita memahami orang-orang karena masih trauma di Juni lalu kena mesti di rumah sakit, sebenarnya kalau saturasinya masih diatas 94, dia bisa dirawat di rumah.
Kita sudah memberikan layanan telemedicine, dia bisa kontak dan bisa dirawat secara remote oleh dokter telemedicine dan kita bisa kirimkan langsung obatnya ke mereka
Sebagian besar yang butuh oksigen itu, sifatnya nasal, bukan yang berat, ini memperkuat hipotesa kita, memang ini lebih ringan dibandingkan Delta yang masuk di rumah sakit.
Jadi orang yang dirawat (sudah vaksin) 2 dosis ada, 1 dosis ada, booster ada, belum divaksin ada. Yang dirawat itu ada yang punya komorbid, ada yang tidak.
Tiga Pasien Omicron Meninggal Dunia
Jadi sudah tiga orang yang meninggal, orang yang meninggal ini satu orang belum divaksin sama sekali, kesimpulannya jadi yuk kita cepat-cepat vaksin, karena 30 persen dari orang yang meninggal itu belum divaksin
kemudian usianya, lansia itu 60 persen, jadi perlu dipastikan orang-orang lansia itu dirawat dengan baik. perlu kita prioritaskan untuk divaksinasi dahulu dan kalau ada lansia komorbid kena akan diprioritaskan dikirim ke rumah sakit.
Omicron sudah masuk menjadi transmisi lokal akan terjadi negara lain, Omicron ciri-ciri pertama naiknya cepat dan tinggi jadi tidak perlu kaget naik cepat dan tinggi.
Ciri kedua, dia lebih ringan, menyebabkan masuk rumah sakit dan wafatnya lebih rendah. Data itu kita konfirmasi.
Gejala Ringan Isoman Saja
Melihat apa yang ada di Indonesia sekarang yang dirawat di rumah sakit sekarang 7.688, kapasitas terpasang adalah 80 ribu, kapasitas maksimal 120-130 ribu. khusus untuk DKI yang hari ini sempat ramai dibicarakan, kapasitas maksimal DKI itu 11 ribu, jadi masih ada room.
Berikutnya yang masuk rumah sakit sebagian besar tidak perlu dirawat di rumah sakit, perlu menjelaskan ke publik yang masuk ke rumah sakit itu kondisi sedang dan kondisi berat, definisi sedang dan berat adalah butuh oksigen.
Kalau dia tanpa gejala, data 35-45 persen tanpa gejala bisa dirawat di rumah, tidak perlu panik, minum vitamin buka jendela, isoman. Kecuali tempatnya padat, ngumpul keluarga tidak bisa dihindari, itu harus isolasi terpusat di wisma.
Kalau gejala ringan saturasi masih baik di atas 95, bisa dirawat sendiri di rumah tidak perlu ke rumah sakit karena dengan adanya obat-obatan, kita ada konsul ke telemedicine, akan guidance, dokternya kirim obat-obatan, dengan demikian Insya Allah sembuh.
Bisa ke rumah sakit jika sudah sesak, saturasi di bawah 95-94 atau orang tua di atas 65 tahun lebih baik ke rumah sakit, atau orang yang belum vaksin kena itu dibawa ke rumah sakit, karena risiko bagi orang belum vaksin dan orang tua itu tinggi. yang lain bisa dirawat di rumah saja.
Sekarang hindari kerumunan, karena penularan akan semakin tinggi, kalau bisa di rumah ya di rumah saja, tidak perlu kemana-mana, toh pun tertular tidak usah panik, misal disiplin di rumah isolasi sendiri, minum vitamin, kalau demam sedikit kasih panadol menurunkan panas, insyaAllah bisa sembuh.
Siapa yang perlu ke rumah sakit? Itu tadi, kalau ada lansia orang tua, komorbid banyak, belum vaksin, bisa ke rumah sakit.
Dari data yang masuk, sejauh ini dilaporkan meninggal 3 orang. Itu selaras dengan fatality rate yang meninggal?
Hospitality Omicron data luar negeri jauh lebih rendah dari Delta, 1-4 persen masuk ICU di bawah 1 persen, angka kita masih di-guidance itu, cuman sample rendah sekali, genome sequencing rendah hanya 12 alat ya, butuh 5 hari juga, kita sedang pastikan terima reagen SGTF supaya lebih cepat, tapi angka yang saya dapat masih sesuai guidance.
Vaksinasi dosis kedua lansia melambat, dan cakupan di daerah gap-nya tinggi, (seperti) Papua, Maluku, Aceh. Strategi apa untuk memberi dorongan ke Pemda?
Mengenai vaksinasi lansia memang masing-masing daerah bervariasi, kita minta kepala daerah agar segera vaksinasi masyarakat lansia mereka karena penting divaksinasi untuk melindungi, saya minta agar daerah rendah untuk percepat. Pola penyebaran Omicron mulai di Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, dan Yogyakarta.
Beruntung vaksin lansia Jakarta tinggi, ini medan perang pertama. Jakarta paling siap, bisa uji strategi kita seperti apa.
Untuk beberapa daerah yang masih rendah akan dipercepat. Panglima, BIN, koordinasi juga untuk percepat lansia.
PTM (untuk sekolah-sekolah) bagaimana, tetap lanjut?
Untuk PTM sendiri ada di dalamnya kriteria, bisa konfirmasi ke Kemendikbudristek. Kalau level PPKM naik, otomatis jumlah yang ikut PTM turun. Naik lagi, 100 persen (bisa kembali daring). Desain PTM memang di Kemendikbudristek dan bisa berubah kebijakan sesuai levelnya.
Dengan kasus Omicron yang naik, asesmen PPKM apakah juga akan disesuaikan?
Kita akan pertahankan definisi yang berlaku standar internasional, di review setiap Senin, ada perubahan akan lebih baik coba lakukan rutin kecuali ada yang emergency.
PPKM akan kita gunakan dengan definisi lama tak akan diubah levelnya, cuman didalamnya diubah batasan-batasanya, komponen dasar sama seperti dulu.
Level proteksi di antibodi saat ini kuat tidak?
Memang kita sudah lakukan serosurvey dengan FKM UI, 86 persen rakyat Indonesia sudah ada antibodi. Nah, artinya tubuh kita bisa kenali virus ini masuk, bisa identifikasi, melawan dan membunuh.
Kalau 86,6 persen ada perlindungan ini yang bisa kenali virusnya, pasukannya perangi virus sudah ada di 86 persen populasi. Kalau tertular kemungkinan besar bisa sembuh.
Antibodi bisa dibentuk dari vaksinasi dan infeksi. Desember ini masih ada 40 persen rakyat dapat dari infeksi.
Orang Indonesia sudah cukup terlindungi, bisa memerangi musuh kalau masuk. (Tapi) Daripada perang bisa menang-kalah, lebih baik ya, protokol kesehatan; kenakan masker, tidak usah ke luar kota, kerja dari rumah aja, lebih baik menghindari. Kalau tak terhindar, tubuh sudah siap.
Februari diprediksi jadi puncak Omicron, apa saja indikator situasi emergency gelombang ketiga?
Ciri-cirinya naik tinggi, hospitality dan fatal rendah. Kita buat sedikit adjustment, kita akan fokus ke hospitality. Jadi yang kena 7.000 per hari kita lihat yang masuk dan yang butuh perawatan.
Kalau positif dan tidak ada gejala kita bujuk di rumah saja.
Jadi akan pakai patokannya kedaruratan, lebih melihat faktor rumah sakit. Akan didiskusikan juga ke Pak Luhut dan Pak Airlangga.
Kalau ditanya kapan naiknya, bagaimana, sudah ada beberapa model. Tapi pengalaman tahun lalu tidak ada yang tepat.
Dengan kerendahan hati, (kita) belum tahu (akan) naiknya bagaimana. Ada yang naiknya lima kali lebih tinggi dari Delta, tapi tergantung protokol kesehatan dan vaksinasi masing-masing negara. Agak sulit menentukan berapa besarnya.
Negara lain 37-60 hari sejak teridentifikasi. Mungkin akhir Februari sampai awal Maret peak terjadi.