Suara.com - Puluhan tahun Gunretno berjuang melawan Pabrik Semen Gersik. Dia menjadi simbol bahwa perjuangan warga Kendeng menolak Pabrik Semen Gresik tak pernah padam, karena hadirnya pabrik semen dinilai akan menambah kerusakan resapan air yang ada di Pegunungan Kendeng.
Tinggal di Sukolilo, Kabupaten Pati, waktu Gunretno sebenarnya hampir dihabiskan untuk bertani. Stigma negatif yang sering kali ditimpakan kepada Komunitas Sedulur Sikep yang mempunyai pekerjaan sebagai petani, menjadi cambuk untuk menyatakan bahwa dengan bertani sudah bisa sejahtera.
Tanpa mengenyam pendidikan formal, Gunretno kini menjadi Ketua Kelompok Kerja Forum Karst Sukolilo untuk penyelamatan Pegunungan Kendeng yang anggotanya terdiri atas para profesor dan doktor lima universitas.
Dia juga seperti penyambung lidah Sedulur Sikep. Rumahnya hampir tak pernah sepi. Tamu dari berbagai kalangan kerap kali datang ke rumahnya, tak terkecuali awak media.
Untuk mengetahui kisah Gunretno lebih lengkap, belum lama ini Suara.com berkesempatan melakukan wawancara eksklusif dengannya. Berikut petikan perbincangan dengan sang pemuda pembuka cakrawala Baduy tersebut:
Kenapa Sedulur Sikep masih menolak pabrik semen?
Perlu diketahui bahwa dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Pegunungan Kendeng menyatakan terdapat kerusakan lingkungan yang sangat krusial. Apabila tidak segera ditanggulangi akan membawa risiko bencana ekologis besar yang tidak terelakkan.
Dalam RTRW Kabupaten Pati 2010-2020 yang dimuat dalam Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2011, pada pasal 2, menyatakan bahwa penataan ruang Kabupaten Pati bertujuan untuk mewujudkan Kabupaten Pati sebagai Bumi Mina Tani berbasis keunggulan pertanian dan industri berkelanjutan.
Adapun di dalam dokumen KHLS Pegunungan Kendeng wilayah Kecamatan Sukolilo, Kecamatan Kayen dan Kecamatan Tambakromo dinyatakan sebagai kawasan lindung yang tidak boleh ada kegiatan yang merusak dan mengganggu fungsi kawasan karst sebagai akuifer hidrologi.
Baca Juga: Terasing di Negeri Sendiri, Petaka Tambang Semen Bagi Sedulur Kendeng
Sekarang dampaknya sudah seperti apa?