drg Widyawati: Hoaks Vaksinasi Covid-19 Jadi yang Terparah Sepanjang Pandemi Tahun Ini

Jum'at, 31 Desember 2021 | 20:19 WIB
drg Widyawati: Hoaks Vaksinasi Covid-19 Jadi yang Terparah Sepanjang Pandemi Tahun Ini
Ilustrasi wawancara. Kepala Biro Komunikasi Kemenkes, drg Widyawati. [Foto: Dok. Kemenkes / Olah gambar: Suara.com]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Indonesia tidak hanya dihadapkan pada pandemi Covid-19, tapi juga adanya infodemik yang di dalamnya terdapat hoaks kesehatan, yang saking ganasnya mampu merenggung nyawa.

Masih membekas dalam ingatan, beberapa waktu lalu saat Covid-19 sedang melonjak, diberitakan beberapa orang lanjut usia (lansia) sudah mengalami sesak napas, namun enggan ke rumah sakit karena khawatir 'di-Covid-19-kan. Alhasil, lansia tersebut tidak mendapat penanganan medis dan meninggal dunia karena termakan hoaks.

Infomedik yaitu menyebarnya informasi palsu atau berita bohong, yang membuat masyarakat bingung membedakan dengan informasi yang benar.

Hal ini dibenarkan Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), drg. Widyawati, MKM, bahwa hoaks vaksinasi Covid-19 jadi yang terparah selama ia menjabat sebanyak 'juru bicara' Kemenkes sejak 2018 silam.

Baca Juga: Wamenkes Dante Saksono Harbuwono Bicara Omicron hingga Ancaman Kesehatan Setelah Pandemi

Menurut perempuan yang akrab disapa Wiwid itu, hoaks vaksinasi Covid-19 sangat berdampak pada penanganan pandemi Covid-19. Padahal masyarakat butuh secepatnya divaksinasi, agar segera mendapatkan perlindungan, sehingga saat terpapar virus tidak akan berdampak parah, atau tidak sampai menyebabkan kematian.

Lantas, yang jadi pertanyaan apa saja dampak hoaks vaksinasi Covid-19 untuk masyarakat? Bagaimana cara Kemenkes menangkal hoaks vaksinasi, apalagi kini masyarakat berbondong-bondong mengikuti giat vaksinasi? Adakah cara khusus menangkal hoaks kesehatan yang terus bermunculan, menghalangi kinerja pemerintah untuk menciptakan masyarakat sehat dan produktif?

Dalam acara Ekspose Pembangunan Kesehatan Masyarakat Jawa Tengah, di Hotel Alana, Boyolali, Jawa Tengah beberapa waktu lalu, secara eksklusif Suara.com berkesempatan berbincang dengan Kabiro Komunikasi Kemenkes, drg. Widyawati, MKM membahas isu tersebut:

Berikut petikan perbincangan dengan Kabiro Komunikasi, Widyawati, yang ditulis ulang dalam format wawancara tanya jawab:

Bu Wiwid, selama ibu menjabat sebagai Kabiro Komunikasi, hoaks kesehatan apa yang paling punya dampak parah, yang pernah ibu temui? Benarkah hoaks vaksinasi Covid-19 punya dampak terparah?

Di masa pandemik ini, salah satu hoaks yang memberikan dampak adalah hoaks terkait vaksin. Muncul berita berita tentang vaksin yang simpang siur, sehingga banyak orang yang tidak mau divaksin. Hal itu juga berdampak pada kinerja.

Baca Juga: Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi: PPKM Diperketat Lagi pun, Saya Yakin Warga Kami Siap

Karena meluruskan hoaks juga membutuhkan edukasi yang persuasif. Sehingga tidak menimbulkan perpecahan, dan ini prosesnya lama karena tidak mudah antara melakukan edukasi dan meningkatkan persentase vaksinasi secara bersamaan.

Hingga sekarang Alhamdulillah orang orang semakin berlomba lomba untuk mendapatkan vaksinasi.

Karena dampaknya yang parah ini, apa cara khusus yang Kemenkes lakukan untuk mengatasi hoaks vaksinasi Covid-19?

Seperti yang saya jelaskan, yaitu dengan melihat urgensi dari hoaks itu sendiri, karena penanganan hoaks tidak bisa dilakukan secara bersamaan, secara keseluruhan (karena banyak berita hoaks bertebaran).

Namun jika ditemukan urgensi dalam berita hoaks tersebut, maka kita tidak boleh mengatakan “tidak” atau “jangan”, melainkan dengan edukasi yang persuasif dan disampaikan dengan baik.

Jika dikaitkan dengan hoaks vaksin, kami akan memberikan penjelasan terkait vaksin kepada masyarakat atau pasien yang termakan oleh berita hoaks tersebut.

Pendekatan edukasi persuasi ini juga, tidak langsung sukses jika dilakukan hanya sekali, dibutuhkan kontinuitas (terus menerus) dan konsistensi agar keberhasilan penumpasan hoaks di masyarakat tercapai.

Edukasi ini juga dilakukan dengan berbagai cara, yaitu dengan melakukan konferensi pers, yang nantinya akan menjadi siaran pers, yang selanjutnya dipilah-pilah hingga menjadi infografis.

Melalui konferensi pers itu juga terdapat video yang dipost di berbagai media sosial yang mudah dijangkau masyarakat.

Dan satu cara lain yang saat ini sedang happening adalah edukasi melalui Tik-Tok, karena mudah viral dan dapat menjangkau masyarakat lebih jauh.

Konsistensi dan kontinuitas kami dibuktikan, dengan terus mengupdate konten konten edukasi yang sebelumnya sudah mulai tenggelam, maka akan dibuat konten baru yang serupa namun berbeda agar masyarakat kembali 'teringat' akan info edukasi yang dibawakan oleh kami.

Tadi kata Bu Wiwid, ada kategori urgensi agar hoaks itu segera ditangani Kemenkes, kategori urgensi itu yang seperti apa?

Jika sampai mempengaruhi orang banyak dan menyebabkan kegemparan sehingga menimbulkan keresahan di masyarakat. Seperti kasus Omicron kemarin.

Maka jika itu terjadi, kami langsung membuat konferensi pers, dengan membawa narasumber-narasumber terkait yang dapat meluruskan. Hal terbilang efektif dengan menggandeng berbagai media dan berbagai platform yang kami miliki.

Menariknya nih Bu Wiwid, pandemi Covid-19 membuat masyarakat jadi lebih peduli dan lebih ingin tahu tentang kesehatan, bagaimana ibu melihat fenomena ini?

Kepala Biro Komunikasi Kemenkes, drg Widyawati. [Suara.com/Dini Afrianti Efendi]
Kepala Biro Komunikasi Kemenkes, drg Widyawati. [Suara.com/Dini Afrianti Efendi]

Itu hal yang bagus. Hoaks juga terkadang memberikan kami 'warning' akan satu hal yang seharusnya kami lakukan, yaitu dengan secara kontinuitas dan konsistensi memberikan edukasi kepada masyarakat.

Jadi kami juga menjadi lebih rajin memberikan edukasi kesehatan, tidak hanya terkait vaksin atau Covid-19 tetapi info info kesehatan lain yang tidak kalah pentingnya.

Sehingga semakin meningkatkan awareness masyarakat terkait kesehatan, tidak hanya di masa pandemik namun di masa yang akan datang.

Seperti halnya meningkatkan pergerakan tubuh dengan melakukan olahraga di masa melihat masa pandemi. Banyak sekali masyarakat yang tidak terlalu banyak bergerak, sehingga akan mengganggu imunnya atau kinerja tubuhnya.

Saat ini juga banyak orang-orang yang berlomba lomba untuk hidup sehat, olahraga, vitamin, sayuran, diet, dan buah buahan. Dan itu menjadi respon positif dari pandemi jika disikapi dengan bijak.

Kali ini, pertanyaan yang sedikit agak mendasar nih Bu Wiwid. Menurut ibu, kenapa sih bisa ada hoaks?

Terdapat beberapa hal yang bisa membuat hoaks bisa tercipta, yang pertama karena ada keisengan dari pelaku. Sehingga ia membuat berita yang memikirkan kepopuleran (viral) akan membuat si pelaku semakin senang, karena itu berawal dari keisengannya.

Kedua, si pelaku menerima berita namun tidak melakukan re-check terlebih dahulu terhadap informasi yang ia terima ,karena menggebu-gebu ingin menjadi orang pertama yang menyebarkan berita itu untuk yang pertama kali.

Ketiga, kemungkinan ada yang dibayar untuk menyebarkan berita bohong (buzzer), untuk menyerang pihak lawan si pembayar untuk menjatuhkan nama pihak lawan.

Sebenarnya masih banyak alasan kenapa hoaks bisa terjadi, tetapi kemungkinan besar yang menjadi alasan adalah tiga hal di atas yaitu keisengan, popularitas dan kepentingan.

Menariknya lagi bu, hoaks ini seperti tidak ada habisnya, ibaratnya mati satu tumbuh seribu, gimana Bu Wiwied melihat ini?

Iya betul, penyebaran informasi terjadi secara cepat, baik yang berita aktual maupun berita hoaks.

Untuk hoaks sendiri bahkan penyebarannya lebih cepat yang dapat dianalogikan, dengan dalam sekali helaan nafas telah muncul 6 berita hoaks.

Karena hoaks itu memang sangat mudah dibuat, dan bisa dibilang berisi hal atau berita yang menarik. Terlebih pelakunya sulit untuk diketahui, yang kita tahu berita hoaks itu sudah menyebar begitu saja.

Hoaks saja jika sudah menyebar maka akan semakin dikembangkan. Tetapi sebenarnya hoaks itu mudah dikenali, dengan melihat dari struktur atau format dari berita itu sendiri.

Terlebih kalimatnya yang terlewat bombastis (hiperbola), pembaca dengan tingkat fokus dan literasi yang rendah, maka akan dengan mudah ikut menyebarkan berita tersebut tanpa melakukan research (mengecek) terlebih dahulu.

Untuk menghindari terjadi ledakan hoaks 'Mati satu tumbuh seribu', adalah memang dengan meningkatkan fokus, literasi membaca dan perdalam research atau teliti sebelum menyebarkan.

Nah, terakhir nih Bu Wiwid, ada tips nggak sih untuk para influencer kesehatan atau media kesehatan, agar pesan dan informasi seputar kesehatan bisa diterima masyarakat dengan sempurna?

Info kesehatan yang disebarkan kepada masyarakat itu harus betul betul valid, agar media-media atau jurnalis ingin menulis sesuatu, datanglah kepada sumber sumber yang dipercaya atau pakar.

Ini karena kesehatan itu sebetulnya hal yang ditunggu oleh masyarakat, karena siapa yang tidak mau sehat? Kemenkes terbuka kok, untuk sharing terkait kesehatan, dan kami juga berharap media memilih diksi yang menarik, dan mudah dicerna bagi masyarakat.

Seperti contoh “Ayo olahraga, sehari 30 menit” jangan menggunakan bahasa yang terlalu sulit dicerna, begitu.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI