Suara.com - Perubahan iklim sudah cukup lama menjadi isu global karena berdampak luas tidak hanya pada perubahan kondisi alam, melainkan juga pada berbagai aspek kehidupan manusia.
Perubahan iklim diketahui turut mengakibatkan terjadinya peningkatan potensi-potensi bencana alam seperti banjir, kekeringan, hingga badai siklon tropis dan berbagai bencana lainnya. Gas rumah kaca dan emisi karbon diketahui sebagai salah satu elemen utama penyebab perubahan iklim di dunia, yang sebagian besar di antaranya merupakan dampak aktivitas manusia dan peradaban.
Terkait hal itu, Indonesia sendiri sejak awal diketahui sudah terlibat aktif dalam apa yang dinamakan UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate Change), semacam forum dunia di bawah koordinasi PBB dalam menentukan kerangka dan kesepakatan-kesepakatan kebijakan demi mengatasi masalah perubahan iklim.
Lalu apa langkah-langkah yang sejauh ini sudah dan hendak dilakukan pemerintah dalam keterlibatan mengatasi masalah perubahan iklim tersebut? Termasuk, bagaimana pula upaya-upaya di sektor industri dan transportasi misalnya, sebagai salah satu bidang yang perlu terlibat aktif mengembangkan solusi demi mengatasi masalah perubahan iklim ini?
Beberapa hari lalu, Suara.com berkesempatan melakukan wawancara khusus dengan Kepala Staf Kepresidenan RI, Jenderal TNI (Purn) Dr. H. Moeldoko di kantornya, Kantor Staf Presiden, Gedung Bina Graha, Komplek Istana Kepresidenan. Berikut petikan perbincangan dengan Moeldoko sore itu, yang disajikan dalam format tanya-jawab yang sudah disusun ulang:
Pak Moeldoko, kalau boleh tahu, langkah-langkah atau progres Indonesia dalam upaya penanggulangan perubahan iklim, terutama melalui program UNFCCC, sejauh ini sudah bagaimanakah?
Sebenarnya kalau dilihat dari komitmen pemerintah Indonesia dalam isu global, perubahan iklim (climate change) ini sungguh luar biasa ya, komitmennya tinggi. Karena bagi bangsa Indonesia, (kita) sangat menyadari bahwa Indonesia menjadi paru-paru dunia. Kita negara kepulauan yang besar, memiliki hutan yang cukup luas, sehingga menjadi stok karbon dunia juga. Ini sebuah kekuatan yang kita miliki.
Untuk itulah, sustainable ini harus terjaga dengan baik. Agar terjaga dengan baik, maka harus ada sebuah instrumen yang mengaturnya. Kalau kita melihat instrumen itu, ada dalam konstitusi ya, di dalam UUD 1945. Sangat jelas itu ya, pada pasal 28 H, di mana mengenai hak warga negara untuk memperoleh lingkungan hidup yang baik, dan pasal 33 lebih tegas lagi, bahwa kekayaan alam nasional yang harus dikelola secara lestari dan suistanable. Ini sebuah direction yang sangat clear dalam konstitusi kita ya.
Baca Juga: Kepala MAN Insan Cendekia Serpong Abdul Basit: "Outcome" Pendidikan Harus Jelas, Terukur
Berikutnya, di ratifikasi Paris Agreement di dalam COP21, ke dalam UU 16 2016 ini juga. RPJMN 2020-2024 memasukkan pembangunan rendah emisi atau rendah karbon, di situ juga ditegaskan lagi. Dari kondisi itu, komitmen kita sangat kuat dari sisi instrumennya.