Kebetulan, di rumah dan kampus ada teater. Saat itu saya mengajak mereka untuk membuat komunitas film. Saya meyakinkan mereka dengan membeli kamera yang pada saat itu harga kamera masih relatif mahal.
Saat itu saya tergolong wartawan muda. Tapi sudah bergabung dengan wartawan senior yang meminta kebijakan dewan karyawan. Imbasnya saya di-PHK dan diberi uang saku Rp 25 juta. Berbekal dari uang saku tersebutlah, saya jadikan modal awal untuk mendirikan komunitas film.
Tahun 2004, saya mulai produksi di rumah yang berada di Bukateja, Purbalingga. Selama produksi, saya terus komunikasi dengan teman-teman film di Jakarta. Saya diskusi tentang proses editing dan sebagainya. Ketika sudah beres produksi, satu-satunya cara untuk menyuarakan film adalah dengan ditonton banyak orang.
Saat itu, saya masuk ke sekolah-sekolah (SMA/SMK sederajat) dengan menggunakan jaringan guru. Tapi mentok di kebijakan kepala sekolah. Saat itu kepala sekolah masih era orang tua, jadi masih menganggap film adalah hal yang mustahil apalagi di daerah seperti Purbalingga. Mereka masih membandingkan dengan situasi di kota yang sudah serba ada dan bisa.
Pada tahun-tahun berikutnya banyak kepala sekolah yang diganti oleh yang lebih muda. Saat itu bersamaan muncul kebijakan bahwa film bisa masuk sekolah melalui ekstrakurikuler. Saya membuat strategi dengan "menculik" siswa untuk menjaring siswa bergabung tidak hanya sebagai penonton. Jadi setelah nonton film, ada sesi diskusi, nah di situlah momen yang saya manfaatkan untuk mengajak mereka belajar membuat film.
Barulah pada tahun 2006, saya bikin CLC Purbalingga. Awal CLC saya kolaborasi dengan penyedia jasa video pernikahan. Hal itu dilakukan untuk bisa saling mendukung dengan modal yang dimiliki masing masing. Saya punya konsep, mereka punya alat. Di situ terbentuk simbiosis mutualisme. Ketika mereka butuh konsep untuk video dokumentasi pernikahan, saya bisa bantu. Dan sebaliknya, ketika saya ingin membuat film, mereka bisa support saya dengan alat yang saya butuhkan.
Jadi sebetulnya, CLC basic-nya dari para pembuat video manten. Sekarang teknologi begitu cepat berkembang dengan canggihnya.
Jadi, lumayan juga lika-liku perjalanannya, bahkan sejak sebelum didirikan ya? Selanjutnya seperti apa?
Saat ini perkembangan teknologi sangat pesat. Saat itu situasi CLC dibandingkan dengan kota besar. Kami mengalami konflik dengan pemerintah daerah (pemda), saat kami tengah gencar sosialisasi dengan mengadakan nonton bareng film yang dibuat.
Tapi yang pasti, kami merasa jika tidak ada konflik dengan pemda, CLC tidak akan terbangun mentalnya. Saat itu, kami berusaha dan justru mendapat dukungan dari pemerintah pusat. Hal itu kami jadikan pembuktian kepada pemda bahwa pemerintah pusat saja mau support, masa pemerintah daerahnya sendiri nggak mau.