Boleh, silakan mandi pakai air hangat. Dan mandi pun enggak mesti sampai setengah jam kan, ya? Mandi anggaplah 3 menit, 5 menit juga sudah selesai. Kita enggak mesti kaya luluran dan lain-lain, kan. Yang penting sampoan sudah selesai, sabunan selesai, sikat gigi oke. (Mandi) Pagi-sore.
Ada yang pernah isolasi mandiri bersama keluarga, setelah itu dia sembuh dan berkegiatan biasa, tapi satu per satu keluarganya malah positif. Itu kenapa bisa terjadi?
Ya, itu wajar terjadi, meskipun memang kita tentu tidak ingin itu terjadi ya. Tapi wajar, karena kan di dalam sebuah rumah begitu ada yang sakit di dalam, maka besar kemungkinan virus itu bertransmisi ke keluarganya. Karena tidak serta-merta ada orang yang bisa disiplin menggunakan masker 24 jam. Kadang-kadang dia buka (masker) di dalam kamarnya, bisa jadi pada saat diantar. Jadi ada banyak celah sebenarnya.
Yang jelas, kita mencoba meminimalkan celah-celah tersebut, membuka masker. Kita ingat, "eh, maskernya dipakai dong", "ini jaga jarak jangan dekat-dekat dulu". Kita saling mengingatkan saja. Kalau setting-nya seperti rumah di Indonesia, sebagian warga kita itu rumahnya itu kamarnya mungkin ada 2 atau 3, isi rumah itu bisa 5-6 orang, ya, jelas ada pertukaran ya, ada satu ruang di mana bisa jadi satu ruang dipakai untuk 2-3 orang.
Tapi bisa diartikan sebagai ketika pasien tersebut negatif, itu tetap menularkan virus?
Oh, enggak, kalau dia sudah negatif. Jadi kita enggak hanya lihat PCR dan secara klinis. Ingat, tadi ada 10 hari dia isoman dan 3 hari bebas gejala. Ada kata kunci "bebas gejala" di sana. Jadi bukan hanya negatifnya, tetapi ada timeline 13 hari. Jadi, hari ke-14 sama gejala yang minimal banget. Paling sisanya batuk kering. Nah itu bisa 1-2 minggu setelahnya.
Kita enggak anggap lagi bahwa orang ini bisa menularkan. Yang jelas semuanya diminta untuk tetap menggunakan masker dan buka jendela. Orang saling menggunakan masker, kalau di dalam rumah itu semua menggunakan masker, maka risiko penularan bisa turun sampai 85 persen dibanding dia tidak menggunakan. Ditambah lagi dia buka jendelanya. Pada saat dibuka jendela, konsentrasi virus dalam ruangan itu ikut turun, maka risikonya bisa lebih turun lagi. Still, masih ada risiko, tapi kita mencoba menurunkan sampai batas minimumnya.
Ini kan banyak broadcast beredar di WhatsApp soal daftar obat Covid-19 bagi pasien isolasi mandiri. Apakah itu aman, Dok?
Saya enggak menganjurkan. Ya, saya baca sih, dan itu berkali-kali kita sampaikan lewat media dan media sosial, bahwa setting-annya itu mungkin berbeda-beda. Di mana ada orang yang menjalani isolasi mandiri dipantau oleh tenaga kesehatan. Misal setting-annya di Wisma Atlet atau di rumah sakit darurat Covid-19 mana pun, memang di sana sebagian pasien itu gejalanya ringan, mungkin mendapatkan... Nah, kalau ada efek yang tidak diinginkan, itu kan terpantau tuh ya, kan bisa di-treat.
Baca Juga: Prof Sri Rezeki Hadinegoro: Ancaman DBD Saat Pandemi, Waspada Beban Ganda Penyakit Infeksi
![Petugas medis menurunkan pasien COVID-19 untuk melakukan isolasi mandiri di Graha Wisata TMII, Jakarta, Selasa (15/6/2021). [ANTARA/Yogi Rachman]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2021/06/15/46996-pasien-covid-19-isolasi-mandiri-di-graha-wisata-tmii.jpg)
Beda setting-an kalau orang ini isoman di rumah, ya kan. Kalau dia isoman di rumah, siapa yang akan memantau dia? Adakah dokter atau tenaga kesehatan yang bisa watch 24 jam untuk pasien-pasien yang di rumah? Itu setting-nya berbeda. Lagian, sebagian besar obat yang (ada) di broadcast itu, itu sih masuknya untuk gejala sedang-berat. Jadi tidak diberikan pada pasien yang gejalanya batuk, pilek, demam satu-dua hari habis itu dia badannya sudah segar lagi.