Prof Sri Rezeki Hadinegoro: Ancaman DBD Saat Pandemi, Waspada Beban Ganda Penyakit Infeksi

M. Reza Sulaiman Suara.Com
Sabtu, 31 Juli 2021 | 07:32 WIB
Prof Sri Rezeki Hadinegoro: Ancaman DBD Saat Pandemi, Waspada Beban Ganda Penyakit Infeksi
Ilustrasi wawancara khusus. Prof Sri Rezeki Hadinegoro bicara ancaman DBD di tengah pandemi Covid-19. [Dok. pribadi]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Terkait tadi, perubahan perilaku, kampanye dari tahun ke tahun menggunakan JUMANTIK (Juru Pemantau Jentik) dan kampanye 3M. Kalau menurut Prof. Sri sendiri apakah kampanye itu masih relevan untuk saat ini?

Ya itu lah, Indonesia kan senang sekali bikin jargon-jargon begitu ya, tapi nggak tau jalan nggak tau nggak, gitu ya. Makanya saya selalu mengatakan coba dievaluasi, jadi program kalau sudah sekian lama itu harus dievaluasi dan evaluasinya harus terukur. Bukan hanya saya kira kayaknya sih.., jangan kayaknya, tapi betul-betul harus ada angkanya. Harus terukur, gitu.

Nah, ini yang tidak dikerjakan. Tetapi sebetulnya, katakan 3M, tadi satu rumah satu JUMANTIK, itu bisa dikerjakan dengan memakai teknologi baru. Saya lihat di Malaysia, setiap rumah itu ada kaya mosquito trap (jebakan nyamuk), si nyamuknya itu jadi masuk ke dalam trap (jebakan) gitu, dan setiap hari dia lihat nyamuknya. Kemudian diajarin, oleh Kemenkesnya bagaimana memilah-milah, oh ini yang Aides, oh ini yang bukan, itu mudah sekali pakai kertas kemudian dia lihat bagaimana sayapnya, warnanya, belang-belangnya gimana, kalau dia nemu Aides, dia harus WA (aplikasi WhatsApp). Dia kirim WA aja ke suku dinas setempat.

Nah, itu saya lihat, ini kan juga seperti 3M kok pake teknologi gitu loh, maksud saya, teknologi baru. Nah, ini yang mungkin perlu juga kita tiru seperti itu jadi inovasi-inovasi seperti ini perlu, gitu. Karena ini menjadi apa ya, menjadi hidup kita bersama nyamuk, gitu. Jadi ini kita bagaimana mengatasi nyamuk, nyamuk kalau nyamuk yang culex (nyamuk rumah), nyamuk yang lain ya paling gigit paling gatel gitu ya, tapi dia nggak bawa penyakit, tapi kalo Aides itu yang bawa virus. Jadi seperti itu.

Maksud saya 3M masih bisa dikerjakan, tapi ya itu tadi, pemantauannya ini kan bagaimana, apakah kita bisa memantau dengan baik, apalagi rumah ke rumah itu kan saya ngga begitu apa namanya, percaya ya, apalagi rumah-rumah gedong, rumah gedongan itu ada di situ yang si jentiknya itu ada di dispenser, karena di dispenser itu kan ada tempat pembuangan air, atau ada juga di bawah lemari es, itu kan juga ada air-air yang (nyamuk) itu bisa hidup di situ, atau air yang dari AC menetes-netes itu, itu juga bisa tergenang. Jadi, beda gitu dengan kalau di rumah di kampung-kampung. Nah itu siapa yang mau ngurusin kayak gitu di rumah-rumah gedongan sulit untuk monitornya.

Terkait penanganan, biasanya ketika sudah ada laporan di tingkat RT/RW ada pasien dengue, baru tuh ada penyemprotan fogging. Menurut Prof Sri sendiri, apakah fogging masih penting?

Oke fogging itu memang fogging focus istilahnya, jadi harus ada fokusnya, harus ada yang sakit, karena apa, karena nyamuk itu berarti masih ada berkeliaran di situ dan nyamuk itu biasanya multiple bite (menggigit lebih dari satu), dia gigit bukan satu orang kalau kita kena digigit nyamuk culex (nyamuk rumahan) katakan, kita tepok gitu udah dia lari ga akan balik, tapi kalo Aides nggak, ditepok sebentar lagi dia balik lagi, gigit saya, sebelah saya ada anak saya, dia gigit anak (saya), lalu gigit pembantu, gigit supir gitu. Itu bisa seperti itu. Jadi multiple bite. Makanya ini yang paling sulit untuk (penganganan) si nyamuk itu tadi.

Salah satu bentuk pencegahan dengue adalah melalui vaksinasi dengan vaksin Dengvaxia. Sudah sejauh apa penelitian terkait ini?

Jadi kita mulai meneliti vaksin dengue itu tahun 2011. 2011, itu di Asia 5 negara, di Amerika latin 5 negara, jadi 10 negara bersama-sama, dari umur 6 tahun sampai 16 tahun. Nah ini kemudian kita sudah selesai tahun 2017, jadi 6 tahun kita. Nah kemudian masuk ke pasaran, jadi sebetulnya dari tahun 2018 kalo nggak salah, awal itu Indonesia itu sudah sudah ada izin dari badan POM (Badan Pengawas Obat dan Makanan).

Baca Juga: Epidemiolog Masdalina Pane: Terpenting Aturannya, Jangan Melulu Salahkan Masyarakat

Nah, saat kita baru mau mulai mempergunakan, terus ada masalah di Filipina. Jadi di Filipina itu ada gonjang-ganjing ya karena politik, akhirnya terbawa-bawa Dengvaxia. Nah sejak itu sejak jadi merosot sekali. Jadi semua pada ketakutan, padahal itu tidak terbukti akhirnya di pengadilan memang tidak terbukti bahwa itu matinya anak-anak yang meninggal itu bukan karena vaksin, gitu. Tetapi ya sempat geger kan, jadi akhirnya sampai sekarang sebetulnya di Asia itu sudah ada Singapura, sudah ada Thailand, ada Indonesia, Filipina, itu sudah punya semua, dan berhasil. Argentina malah mereka sudah jadi program pemerintah. Kita saja yang belum.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI