Wawancara Devi Pandjaitan: Daripada Kritik, Ayo Buat Sesuatu Untuk Negara!

Bimo Aria Fundrika Suara.Com
Senin, 12 Juli 2021 | 09:05 WIB
Wawancara Devi Pandjaitan: Daripada Kritik, Ayo Buat Sesuatu Untuk Negara!
Pendiri sekaligus pembina Yayasan Del, Devi Pandjaitan melakukan sesi wawancara khusus dengan tim redaksi Suara.com di Jakarta, Rabu (30/6/2021). [Suara.com/Angga Budhiyanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Bagi Devi Pandjaitan, Yayasan Del bukan hanya sekadar sebuah organisasi nirlaba. Tapi juga 'anak kelima" yang ia besarkan bersama sang suami, Luhut Binsar Pandjaitan

"Anak kami kan empat, Tapi Pak Luhut itu selalu bilang kalau anak kami lima, satu lagi itu Yayasan Del," ujar Devi Pandjaitan, saat ditemui di kediamannya, di kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan. 

Dua puluh tahun sudah Devi dan Luhut membesarkan Yayasan Del. Tatapan matanya tajam dan menyala, saat bicara soal masa depan Yayasan Del dan pendidikan di Indonesia. 

"Kan Del itu sendiri asal katanya selangkah lebih maju." ujar Devi. 

Selama kurang lebih empat puluh lima menit, perempuan kelahiran Semarang, Jawa Tengah itu bicara banyak hal mulai dari soal pendidikan, budaya, hingga perjalanan rumah tangganya, bersama Luhut Binsar Pandjaitan. 

Berikut potongan perbincangannya:

Pendiri sekaligus pembina Yayasan Del, Devi Pandjaitan melakukan sesi wawancara khusus dengan tim redaksi Suara.com di Jakarta, Rabu (30/6/2021). [Suara.com/Angga Budhiyanto]
Pendiri sekaligus pembina Yayasan Del, Devi Pandjaitan melakukan sesi wawancara khusus dengan tim redaksi Suara.com di Jakarta, Rabu (30/6/2021). [Suara.com/Angga Budhiyanto]

Bagaimana sebenarnya Anda dibesarkan hingga punya konsern yang kuat ke pendidikan?

Iya, kalau masa kecil, saya sebetulnya tidak lahir di Sumatra. Saya lahir di Semarang, dan kemudian besar memang banyak di pulau Jawa. Tapi Ayah saya itu dulu pencinta budaya, dia selalu bilang bahwa kita tuh harus berpikiran Eropa karena pada zaman itu Eropalah yang maju ya. Tetapi harus tetap berakar kepada akar (budaya) kita. Karena itulah ia memanggil tukang ajar Manortor, kemudian kami harus berbahasa Batak begitu.

Menurut dia Pendidikan itu memang penting. Jadi oleh karena itulah terpikir bahwa memang pendidikan itu harus dibagilah gitu ya. Meratalah di Negeri kita ini, dan kadang - kadang sedih terasa bahwa yang daerah - daerah terpencil itu belum memiliki pendidikan yang baik.

Baca Juga: Luhut Pandjaitan : Pada 2040, Indonesia Bisa Duduki 5 Besar Ekonomi Dunia

Kenapa kemudian memilih di Sumatera, di Toba sana?

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI