Koordinator P2G Satriwan Salim: Pembelajaran Tatap Muka, Harus Ada Pemetaan Rinci Dulu

Kamis, 10 Juni 2021 | 19:24 WIB
Koordinator P2G Satriwan Salim: Pembelajaran Tatap Muka, Harus Ada Pemetaan Rinci Dulu
Ilustrasi wawancara. Koordinator P2G Satriwan Salim. [Foto: Dok. pribadi / Olah gambar: Suara.com]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim belum lama ini menegaskan bahwa semua sekolah sudah harus dibuka kembali untuk pembelajaran tatap muka (PTM) pada Juli 2021.

Namun, pernyataan tersebut masih menjadi perdebatan (bahkan ketika belakangan Presiden Joko Widodo juga sudah menyampaikan hal senada --Red), mengingat risiko yang harus dihadapi karena masih adanya lonjakan kasus Covid-19.

Beberapa pihak seperti orang tua, masih merasa khawatir dan lebih memilih untuk tetap melakukan pendidikan jarak jauh (PJJ) atau kelas online.

Dalam acara Focus Group Discussion (FGD) Suara.com bertajuk "Dilema Kembali ke Sekolah di Tengah Lonjakan Covid-19" yang digelar secara online pada Jumat (4/6/2021), Koordinator P2G (Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru) Satriwan Salim, memberikan hal-hal apa saja yang harus diperhatikan pihak sekolah, orang tua, juga pemerintah untuk pembelajaran tatap muka.

Baca Juga: Prof Cissy: Bukan Prioritas Utama, Tapi Vaksinasi Covid-19 untuk Anak Perlu

Satriwan menjelaskan, ada banyak aspek yang harus dipersiapkan oleh manajemen sekolah dan pemerintah daerah sebelum sekolah-sekolah dibuka kembali. Berikut ini kutipan pandangan Satriwan Salim yang ditulis ulang dalam bentuk wawancara tanya-jawab dari acara FGD tersebut:

Tanggapan P2G terkait dengan pernyataan "sekolah harus dibuka kembali"?

Merespon hal ini, kami mengacu kembali pada pernyataan sebelumnya yang disampaikan oleh Mendikbud bahwa vaksinasi guru menjadi syarat wajib untuk dilakukan PTM.

Namun, vaksinasi guru dan tenaga kependidikan ternyata masih lambat. Data pada akhir Mei atau awal Juni melaporkan bahwa hanya sekitar satu juta guru dan tenaga kependidikan yang telah divaksin.

Faktanya, pemerintah menargetkan setidaknya lima juta guru dan tenaga kependidikan mendapatkan vaksinasi pada Juni.

Baca Juga: Rumus Lawan Covid-19, Ketua Terpilih IDI: 5M + VDJ + 3T + Vaksinasi

Oleh karena itu, kami melihat syarat wajib vaksinasi guru dan tenaga kependidikan belum tuntas. Hal itu memiliki risiko yang besar jika sekolah tetap dibuka, terlebih saat ini murid juga tidak memiliki perlindungan dari dalam seperti vaksinasi.

Selain vaksinasi, apakah ada hal lain yang harus menjadi pertimbangan?

Pihak sekolah juga harus mengisi daftar periksa kesiapan satuan pendidikan yang dibuat Mendikbud secara online.

Daftar ini berisi tiga variabel, yaitu ketersediaan sarana sanitasi dan kebersihan, ketersediaan fasilitas kesehatan, dan pemetaan warga satuan pendidikan yang tidak boleh melakukan kegiatan di satuan pendidikan.

Dalam hal ini, daftar merinci apakah sekolah tersebut memiliki toilet bersih, sarana cuci tangan dengan air mengalir, disinfektan, hingga akses ke fasilitas pelayanan di sekolah maupun di sekitar sekolah.

Kami melihat bahwa hanya sekitar 55 persen sekolah yang telah mengisi daftar periksa tersebut. Selain itu, daftar periksa juga akan diverifikasi kembali oleh pemerintah daerah, dinas kesehatan, dan dinas pendidikan.

Jika suatu sekolah hanya memiliki satu buah thermo gun, menurut kami sekolah itu tidak layak untuk dibuka kembali karena hal itu berisiko membuat antrian panjang murid dan guru.

Selain kesehatan, apa yang harus diperhatikan pemerintah sebelum membuka kembali sekolah?

Jika vaksinasi sudah dilakukan, pemerintah harus melakukan pemetaan. Pemetaan ini harus dilakukan per kota, kabupaten, dan provinsi, bahkan hingga per jenjang satuan pendidikan.

Pemetaan ini akan mencakup daerah mana saja yang sudah siap dan belum siap, guru-guru di daerah mana saja yang sudah divaksinasi dan belum divaksinasi.

Namun, setelah pemetaan dilakukan dan lolos verifikasi, masih ada hal lain yang harus diperhatikan, yaitu tingginya kasus Covid-19. Jika suatu daerah masih tercatat sebagai zona merah, hal ini patut untuk dipertimbangkan kembali.

Minimnya persiapan yang dilakukan dan melonjaknya kasus Covid-19, apakah ini berarti semua sekolah di Indonesia belum siap untuk melakukan PTM?

Tidak, karena hal ini tergantung dari letak sekolah tersebut. Sebagai contoh, DKI Jakarta dengan penduduk yang cukup padat memiliki sekitar 83 sekolah yang lolos diverifikasi dari 1.000 sekolah yang ada.

Tapi di sisi lain, di Kabupaten Kepulauan Sangihe, Provinsi Sulawesi Utara, sebagian besar guru dan tenaga kependidikan telah mendapatkan vaksin, daerahnya pun relatif tidak ada pertumbuhan kasus Covid-19, dan sekolah di sana juga siap untuk melaksanakan PTM. Kami merasa tidak apa-apa jika sekolah dibuka kembali dalam hal ini.

Apa yang akan terjadi jika pendidikan jarak jauh (PJJ) diperpanjang?

Perpanjangan PJJ juga memiliki risiko, di antaranya siswa lebih rentan mengalami learning loss karena siswa tidak memiliki akses yang maksimal dalam pembelajaran online. PJJ juga terbukti tidak optimal.

Ancaman lainnya adalah meningkatnya kasus anak yang putus sekolah. Hal ini dapat berimbas pada kualitas SDM Indonesia. Selain itu, adanya peningkatan kasus pernikahan di usia sekolah.

Oleh karena itu, kami melihat bahwa tidak bisa sekolah dipaksa secara serentak dibuka kembali pada Juli. Namun, tidak bisa juga semua sekolah harus memperpanjang PJJ. Pada dasarnya, itu semua kembali pada pemetaan yang telah dijelaskan di atas.

Apa yang harus diperhatikan sekolah sebelum PTM diberlakukan?

Selain menyediakan fasilitas kesehatan yang lengkap seperti yang diminta pemerintah, pihak sekolah juga harus jujur kepada orang tua.

Sekolah harus memberikan surat edaran kepada orang tua siswa untuk meminta perizinan. Surat tersebut harus jelas, tidak hanya berisi pernyataan seperti "Apakah Anda mengizinkan anak Anda mengikuti pembelajaran tatap muka".

Tetapi surat tersebut juga harus dilengkapi dengan keterangan mengenai fasilitas kesehatan apa saja yang dimiliki sekolah. Misalnya, hanya ada dua toilet bersih, kelancaran air seperti apa, atau jumlah thermogun yang dimiliki sekolah.

Para guru dan tenaga kependidikan lain pun juga harus diberi edukasi mengenai protokol kesehatan.

Apa yang harus diketahui oleh orang tua siswa mengenai PTM?

Tidak semua orang tua siswa memiliki akses ke informasi tentang PTM ataupun varian virus Covid-19 yang beredar. Oleh karena itu, kami mengimbau agar orang tua mendapatkan edukasi yang cukup.

Beberapa orang tua asal mengiyakan permintaan PTM, meskipun beberapa orang tua khususnya yang memiliki anak PAUD mengaku masih khawatir.

Orang tua harus mempertimbangkan segala aspek secara rasional sebelum memberikan izin kepada anak bersekolah secara tatap muka dan benar-benar mengetahui kesiapan sekolahnya.

Apakah pemerintah daerah memberikan jaminan untuk perlindungan anak-anak yang bersekolah tatap muka?

Hingga saat ini sepertinya belum ada. Jika ada guru atau siswa yang sakit dan dilarikan ke rumah sakit, bisanya itu hanya sebatas mendapatkan fasilitas BPJS.

Apakah pemerintah memberikan panduan sekolah tatap muka?

Ya, dan panduan itu sangat lengkap. Kami mengapresiasi pemerintah untuk hal ini. Panduan tersebut mencakup hal-hal apa saja yang tidak boleh dilakukan selama PTM untuk jenjang SMA hingga PAUD.

Ini termasuk seperti pemotongan jam belajar dari biasanya sebelum pandemi, tidak boleh ada kegiatan ekstrakulikuler, jumlah siswa dibatasi dalam satu kelas, hingga wajib 3M.

Apakah pemotongan jam belajar akan mengganggu jalannya sistem pendidikan di Indonesia?

Sebenarnya sama saja, di mana para murid tetap terlayani dan mendapatkan materi dari guru.

Namun, hal yang perlu diperhatikan adalah kompetensi guru dalam mengelola pembelajaran.

Ketika sekolah memberlakukan sistem belajar di mana setengah siswa masuk ke sekolah dan setengahnya mengikuti pelajaran secara daring, guru harus memikirkan cara bagaimana keduanya harus seimbang.

Apakah pemerintah daerah memberikan dukungan infrastruktur kepada sekolah?

Sekolah negeri mendapatkan dukungan seperti itu. Namun dana yang didapat oleh sekolah swasta hanya bersumber melalui dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah).

Jumlahnya mungkin memang besar karena sekolah swasta juga memiliki kebutuhan yang banyak.

Sebelumnya, Mendikbud telah membuat realokasi dana BOS. Artinya, sekolah memiliki kewenangan untuk mengalokasikan dana BOS itu untuk penyiapan protokol kesehatan di sekolah.

Namun, karena dana BOS terkait dari jumlah siswa, kami merasa bahwa pemerintah daerah juga harus memberikan perhatian khusus kepada sekolah swasta.

P2G berharap bahwa jika memang sekolah harus dibuka kembali untuk melakukan PTM, maka verifikasi dan pemetaan harus dilakukan dengan benar, tidak tergesa-gesa, dan pembukaan sekolah juga dilakukan secara bertahap.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI