Suara.com - Program vaksinasi Covid-19 di Indonesia telah dan masih dijalankan untuk sejumlah kelompok, mulai dari lansia hingga pekerja publik. Meski demikian, vaksin Covid-19 sendiri hingga saat ini masih belum diberikan untuk anak.
Hal itu lantaran penelitian terkait dengan vaksin Covid-19 untuk anak masih sangat terbatas. Di kalangan peneliti sendiri masih menjadi perdebatan, terkait apakah vaksin yang ada saat ini cukup aman untuk diberikan atau perlu penyesuaian dosis.
Padahal, seperti diketahui, dengan memberikan vaksinasi pada anak bukan hanya bermanfaat untuk mereka. Tetapi juga melindungi orang lain yang berada di sekitar agar tidak terinfeksi virus corona Covid-19.
Dalam webinar Suara.com yang bertajuk "Menyongsong Vaksin Covid-19 untuk Anak" baru-baru ini, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran (UNPAD) Prof. Dr. dr. Cissy Rachiana Sudjana Prawira-Kartasasmita, Sp.A., M.Sc, mengulas berbagai hal mengenai vaskin Covid-19 untuk anak.
Baca Juga: Orangtua Wajib Waspada, Malaysia Konfirmasi Kasus Covid-19 Pada Balita
Prof Cissy memaparkan sejumlah informasi mengenai pengembangan vaksin Covid-19 untuk anak, hingga efek samping yang mungkin ditimbulkan dari vaksin Covid-19 tersebut. Berikut ini kutipan wawancaranya.
Apakah vaksin Covid-19 untuk anak dan dewasa berbeda?
Komposisi vaksin dewasa dan anak tidak berbeda. Yang berbeda mungkin dosisnya dan jaraknya. Mungkin 12 hari atau mungkin 14 hari. Kalau AstraZeneca kan tiga bulan. Remaja kemungkinan butuh dosis yang sama seperti dewasa. Oleh karena itu makanya cepat, sekarang sudah tersedia.
Pada anak usia muda, peneliti mulai dengan dosis 1/4 dosis reguler. Bila hasilnya baik dan aman, dosis dapat dinaikkan, untuk kelompok umur atau lanjut ke kelompok usia lain. Hal ini dilakukan agar tidak ada efek samping pada anak. Untuk anak usia muda mungkin cukup dosis kecil.
Kenapa uji klinis vaksin Covid-19 tidak dilakukan bersama dewasa?
Baca Juga: Ajak Pengusaha, Menkes Budi Ingin Ada Sentra Vaksinasi dalam Mal
Uji klinis vaksin pada anak lebih rumit karena ada isu etik. Diperlukan data uji klinis pada dewasa terlebih dahulu untuk tahu derajat keamanan dan khasiat vaksin sebelum uji klinis pada remaja dan anak yang lebih muda. Para pakar menyatakan bahwa uji klinis pada anak tidak akan lama seperti dewasa, jumlah subjek tidak perlu sebanyak uji klinis fase 3 pada dewasa.
Kapan vaksinasi Covid-19 diberikan pada anak?
Saat ini jumlah vaksin Covid-19 terbatas. Sehingga prioritas untuk populasi rentan didahulukan seperti petugas kesehatan, lansia, petugas di garis depan, dan pelaku ekonomi. Anak bukan prioritas utama untuk dapat vaksinasi. Namun untuk mencapai herd immunity perlu segera vaksinasi anak.
Kemudian perlu penelitian yang seksama untuk mendapatkan vaksin yang aman dan tepat untuk anak. Setelah vaksin teruji aman dan efektif vaksinasi dilakukan bertahap.
Adakah efek samping bagi vaksin anak?
Dari hasil penelitian, ternyata imunogenisitas atau antibodi lebih besar sebesar 100 persen. Anak yang divaksin tidak kena vaksin lagi. Dan dari efek samping ringan, tidak sampai blood cot, ataupun ada yang mengkhawatirkan. Hanya ini baru selesai, harus diobservasi selama 6 bulan untuk keamanan jangka panjang,.
Kalau makin banyak orang divaksinasi makin tinggi munculnya efek samping yang berat. Jadi orang yang kena efek samping banyak padahal kalau dipresentasikan tidak banyak.
Anak yang tidak diimunisasi dasar apakah bisa mendapat vaksin Covid-19?
Vaksinasi itu penting, karena kalau kita punya proteksi bisa memproteksi sampai dewasa. Jadi jangan tidak diimunisasi. Tentu saja boleh imunisasi Covid-19 saja. Tapi sayang kalau hanya Covid-19.
Anak dalam kandungan ibu terkena Covid-19 apakah harus vaksin?
Pada saat ini belum diberikan pada ibu hamil dan menyusui. Jadi kalau terkena infeksi maupun kalau divaksin akan menghasilkan antibodi, yang disebut maternal yang turun. Namun jumlahnya sedikit, seperti influenza 4-6 bulan, campak 6-9 bulan.
Covid-19 juga begitu, kita belum tahu sampai kapan. Dan pada ibunya harus diulang paling tidak satu kali. Karena dia sudah punya sel antibodi, jadi begitu diberikan lagi langsung meningkat. Dan dari susu ibu ada proteksi pada bayi yang ibunya Covid-19.
Kenapa uji coba vaksin Covid-19 anak belakangan dari lansia?
Justru kalau lansia sakit dia akan lebih cepat sakit berat lebih cepat perlu rumah sakit, karena sudah rentan. Sehingga orang tua didahulukan. Karena sudah terbukti pada penelitiannya, pada usia 18 tahun - 59 tahun, dan ditambahkan 59 tahun ke atas. Jadi kalau tidak ada itu, orang tua renta juga tidak boleh.
Nah anak itu lebih-lebih lagi kemampuan daya tahan tubuhnya dan respon imunnya belum sempurna, dia tidak berat, karena kumannya tidak bisa melakukan apa-apa terhadap anak itu. Karena sel reseptor masih sedikit, jadi anak bukan prioritas, harus dilakukan penelitian pada dewasa dulu. 18-59 tahun dalam artian dia sehat dan tidak ada komorbid.
Kalau anak sudah divaksin, apakah sekolah tatap muka perlu segera?
Kalau mau buka sekolah yang paling penting bukan vaksin, jadi protokol kesehatan untuk anak. Jadi prokes mulai dari anak ke sekolah, di sekolah gimana melakukan proteksi, tapi kalau tidak bagus gimana. Kalau misal 40 anak bagaimana? Kalau 20 mungkin masih bisa.
Kalau itu (protokol kesehatan) bisa dilakukan tidak perlu nunggu vaksin. Karena di Amerika Serikat sudah mulai tahun lalu tapi tetap protokol kesehatan dan ketat sekali.
Di kita juga harus ketat sekali, tidak boleh selama empat jam mencopot masker, dan tidak boleh kontak erat dengan temannya. Jadi kalau tidak ada vaksin pun bisa saja, asal protokol kesehatan ketat. Jadi yang perlu divaksin guru dan petugas sekolahnya.
Tapi banyak orang tua yang malah mengajak anaknya ke mal, itu bagaimana?
Saya lihat merupakan contoh yang tidak bagus. Mengajak piknik ke pantai, kalau terbuka engga apa. Olahraga terbuka di kompleks. Tapi kalau di dalam lingkungan yang padat, seperti lebaran di Pangandaran itu orang tua kurang bijaksana.
Masa mereka tidak bisa menahan diri. Itu kan anak cuma nurut saja, itu contoh tidak baik untuk anak-anaknya. Kenapa anak harus dibawa ke mal untuk antar belanja. Jadi saya kira itu bukan contoh yang baik. Karena anak kalau cuma dibicarakan, anak pakai masker ke restoran, dibuka maskernya. Nanti di sekolah dibuka maskernya. Kita sebagai dokter khawatir sekali. Orang tua malah ditegur malah marah ke polisi.
Edukasinya sebetulnya mesti bagaimana?
Karena anak yang tidak boleh pakai masker di bawah 2 tahun. Kadang apa orangtua ga nonton TV. Dia tahu engga boleh, tapi masih dipaksa juga. Karena dikasih lockdown marah marah, dikasih vaksin ada yang menolak. Karena kita kan juga hidup bermasyarakat, bukan di dalam kapsul. Kadang kalau sudah dilihat di TV bagus lihat orang tua di rumah beda lagi, dia (anak) jadi bingung.
Berapa rentang usia yang bisa divaksin?
Kita tidak bisa milih-milih, memang sudah ada prioritasnya dan sudah ada bukti keamanannya. Kalau ada bukti 12 tahun - 17 tahun. Mungkin engga apa-apa kalau diberikan di luar usia itu, tapi tidak ada bukti kalau aman atau tidak.
Nah yang di bawah 12 tahun itu yang sulit. Kalau kita dapat Sinovac itu kan kita bisa bikin sendiri, mudah-mudahan karena sudah melakukan 3 tahun - 17 tahun mudah mudahan bisa memberikan pada anak-anak kita juga.
Kalau kita lihat Indonesia dibanding lain termasuk cepat. Mudah-mudahan akan dapat vaksin lebih cepat. Kalau Pfizer penyimpanannya yang sulit. Jadi kemungkinannya akan sulit. Jadi yang kita harapkan Sinovac dan Sinopharm, mudah-mudahan aman.
Ada banyak yang menganggap sudah divaksin protokol boleh dikendorkan, itu bagaimana?
Tidak boleh dikendorkan dengan kendor tidak boleh sama saja. Karena sudah divaksin tidak boleh masker dilonggarkan. Karena vaksin Covid-19 itu belum dibuktikan mencegah adanya kuman. Adanya kuman di tenggorokan orang yang sudah divaksin. Misal pneumokokus
Sehingga kita sudah divaksin, tapi kita bisa terkena penyakit itu virus itu bisa masuk lagi. Dan setelah divaksin bisa sakit lagi. Karena ini kan baru. Selama belum jelas, protokol kesehatan harus tetap didapatkan.