Togu Simorangkir: Bukan karena Ingin Masuk Surga, Ini Hobi

Kamis, 24 Desember 2020 | 12:19 WIB
Togu Simorangkir: Bukan karena Ingin Masuk Surga, Ini Hobi
Togu Simorangkir. [Akun Instagram togusimorangkir]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ia sebetulnya bisa saja memilih hidup mapan, tinggal di Jakarta, berkarir sebagai direktur sebuah NGO asing dengan gaji besar berbentuk dolar. Kesempatan itu terbuka lebar terutama karena dirinya peraih gelar Master of Science bidang Primate Conservation dari Oxford Brookes University, Inggris.

Tetapi lelaki yang masih berdarah biru karena merupakan cicit pahlawan nasional Raja Sisingamangaraja XII memilih menjadi pegiat sosial. Sebagian besar orang Batak niscaya bakal mengangap dia nyeleneh. Betapa tidak? Karena dalam kultur Batak ada istilah 3H yang dianggap sebagai ukuran pencapaian yakni hamoraon (memiliki banyak harta), hasangapon (sangat dihormati), dan hagabeon (kesuburan, memiliki banyak keturunan).

“Aku tetap memegang hamoraon, hagabeon, dan hasangapon tapi dengan terminologi yang berbeda. Hamoraon bagi aku adalah banyak teman. Hasangapon ya hidup kita berdampak buat orang lain. Hagabeon-nya kita jadi inspirasi buat banyak orang,” katanya bersemangat sambil tak lupa menenggak tuak.

Apa yang mendasari keputusannya tersebut?  ”Menurut saya, kita harus punya kata cukup...saya mencukupkan diri 7 tahun menjadi direktur Yayasan Orangutan Indonesia... itu cukup. Dan saya pulang,” ucap ayah Nous, Bumi, dan Langit.

Pertama yang ia lakukan saat kembali ke kampung adalah menginisiasi gerakan literasi. Ia prihatin melihat anak-anak di kitaran Danau Toba terutama yang tinggal di daerah terpencil banyak yang harus putus sekolah. Padahal pendidikan bagi orang Batak itu maha penting.

Ia lalu mendirikan Yayasan Alusi Tao Toba guna mengubah keadaan dengan memberi pendidikan kepada masyarakat, khususnya kanak-kanak.

Kini, ia telah menyerahkan tongkat estafet kepemimpinan Yayasan Alusi Tao Toba kepada generasi yang lebih muda. Tapi ia tetap berkarya-bergerak. Lewat Togu Simorangkir Initiatives ia saat ini mengurusi orang-orang dengan gangguan jiwa yang terlantar di jalan-jalan serta para tunawisma.

Sebuah rumah yang ia kontrak 3 tahun bersebutan Rumah Langit ia sediakan untuk tempat tinggal siapa pun yang datang.

Banyak mimpi yang hendak ia wujudkan. Sebagian rencana itu ia ungkapkan dalam wawancara via zoom yang berlangsung selama satu jam lebih. Pria yang suka bicara blak-blakan ini juga mencurahkan rasa gemas pada sebagian aparatur sipil negara (ASN) yang menurutnya belum tersentuh nilai-nilai revolusi mental yang telah dicanangkan Presiden Jokowi sejak 2014.

Baca Juga: dr Dirga Sakti Rambe: Ada atau Tak Ada Vaksin Covid-19, Tetaplah 3M

“Ketika Pak Jokowi bilang revolusi mental, ya apa... yang ada di daerah itu revolusi mentel [istilah orang Medan yang artinya belagu. Red].”

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI