Susana Darma, Peneliti Teknologi Baterai Lithium: Mobil Listrik, SDM Siap?

Rabu, 30 September 2020 | 20:55 WIB
Susana Darma, Peneliti Teknologi Baterai Lithium: Mobil Listrik, SDM Siap?
Ilustrasi wawancara. Dr Mariyam Susana Dewi Darma atau biasa disingkat Susana Darma, peneliti teknologi baterai lithium. [Foto/capture: Rin Hindryati / Olah gambar: Suara.com]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sekitar empat tahun lalu, ia nyaris kembali ke Indonesia. Kala itu pemerintah tengah gencar-gencarnya hendak mewujudkan program kendaraan listrik. Merasa cocok dengan keahliannya, Dr Mariyam Susana Dewi Darma atau yang biasa disingkat Susana Darma, pun menghubungi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT); siapa tahu keahliannya dapat bermanfaat. Sayang, aturan administratif menjegalnya.

"Umur saya sudah kadaluarsa... Untuk masuk institusi di Indonesia itu kan, dosen misalnya, maksimum 35 tahun," ujar wanita yang akrab disapa Susan itu kepada Suara.com.

Saat itu, Susan pun urung pulang. Sementara program mobil listrik terus berlanjut di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo. Tidak main-main, pemerintah bahkan menerbitkan aturan khusus tentang percepatan program kendaraan bermotor listrik yang dituangkan dalam Peraturan Presiden No. 55 tahun 2019.

Doktor lulusan Karlsruhe Institute of Technology (KIT) --perguruan tinggi terkemuka di Jerman yang berpredikat excellent terutama untuk bidang teknik mesin—- ini masih setia berkutat di bidang penelitian teknologi lithium and battery. Teknologi yang menurut mantan aktivis 1998 ini "bukan sesuatu yang konstan" sehingga ketersediaan manpower menjadi hal yang penting.

Baca Juga: Menarik, Tesla Kembangkan Mobil Listrik Rp300 Jutaan

Sumber daya manusia yang terampil menjadi kunci dalam pengembangan teknologi baterai yang merupakan komponen terbesar dalam mobil listrik. Jadi, menurut dia, Indonesia harus benar-benar memperhatikan faktor tersebut jika memang serius ingin membangun ekosistem pemanfaatan mobil listrik.

Sebagai orang yang tidak memercayai adanya transfer of technology, Susan menilai pemerintah bisa bercermin pada China.

"Mereka juga awalnya dari hanya memproduksi (baterai mobil listrik), tapi kemudian (mereka) mengembangkannya dengan cara mengirim sebanyak-banyaknya mahasiswa untuk belajar ke negara lain. Mereka (kemudian) disuruh balik. Itu cara mereka upgrade," ucap dia.

Dalam wawancara yang berlangsung selama sejam via Zoom di Minggu pagi waktu Kota Karlsruhe, Jerman, Susan menjelaskan segala seluk-beluk teknologi lithium and battery, termasuk ide mengelola limbah baterai yang sudah kedaluwarsa, hingga perkembangan terkini terkait baterai post-lithium, alternatif bahan baku di luar logam lithium.

Berikut petikan lengkap perbincangan kontributor Suara.com, Rin Hindryati, dengan lulusan Jurusan Kimia Institut Teknologi Bandung tahun 2001 tersebut:

Baca Juga: Agar Warga Pakai Mobil Listrik, Negara Ini Talangi Ratusan Juta Rupiah

Bagaimana Covid-19 di Jerman, masih tetap ke lab (laboratorium)?

Masih sih. Dari dulu nggak pernah berhenti. Itu sebenarnya pilihan pribadi. Jadi edaran dari kampus cuma bilang bahwa, ya, kita masa pandemi, jadi interaksinya harus dikurangi. Tapi nggak ada kayak: ini nggak boleh, itu nggak boleh. Semua tetap officially terbuka.

Tapi jadi kayak mengatur diri sendiri, siapa yang ke lab, siapa yang enggak. Dibebasin. Ada opsi mau work from home boleh, tapi yang kalau pun mau ke lab boleh. Cuma ya, memang dibatasin. Kayak sekarang itu misalnya, dua orang dalam satu lab.

Tapi dengan sistem seperti itu, bisa berjalan efektif? Tidak ada kasus penularan, misalnya?

Sampai saat ini sih efektif. Cuma memang walaupun "nggak terlalu strict", peraturannya tetap kerasa, gitu lho. Jumlah pegawai jadi semakin sedikit. Kantin tutup. Otomatis orang-orang bawa makan sendiri.

Jadi nggak completely lockdown ya?

Enggak sih.

Sejak awal ada pandemi sudah seperti itu aturannya?

Iya, sejak awal begitu. Cuma kan misalnya yang udah punya anak, anak-anaknya kan nggak sekolah karena sekolah tutup. Universitas sampai saat ini belum buka. Jadi untuk pegawai yang punya anak, ya, pasti dikasih kesempatan untuk home office.

Sekarang Susan menjadi peneliti di kampus atau perusahaan?

Universitas.

Di mana ya tepatnya?

Karlsruhe Institute of Technology, di Karlsruhe.

Sudah berapa lama di sana?

Sejak 2007. Tapi awalnya kan sebagai (mahasiswa) PhD, terus lanjut kerja di situ.

Persisnya penelitian Susan fokus ke mana ya?

PhD-nya sebenarnya bukan dalam bidang lithium & battery. Jadi PhD-nya lebih ke structural characterization dari TiN (titanium nitride) hard coating. Jadi misalnya kita ada coating nih, untuk kayak misalnya otomotif atau untuk cutting tool, itu kan gimana caranya supaya materialnya yang untuk cuttingnya nggak cepat aus. Nah, itu kalo misalnya... biasanya itu dilapisi material lain, bukannya yang beneran semuanya dari satu material, enggak. Tapi dari material, coatingnya itu yang punya good mechanical properties.

Dan kita meneliti apa dampak dari micro structure-nya terhadap macroscopic properties.

Nah, kemudian sekarang fokus di baterai untuk mobil listrik ya? Sejak kapan?

Sebagian besar iya dalam bidang lithium & battery. Karena kan sebenarnya kalo dari PhD-nya, keahlian utamanya kan structural characterization dengan X-ray defraction.

Nah, sejak 2012 setelah saya lulus PhD-nya, saya apply ke institute lain yang fokus dalam bidang lithium & battery, dan pada saat itu kebetulan sedang ada kerja sama dengan pihak industri. Jadi ada proyek dengan pihak industri untuk meneliti lithium & battery. Dan karena keahlian saya berguna di situ untuk menjelaskan kenapa.

Jadi lebih ke degradation-nya, kenapa misalnya baterai itu kan jadinya terdegradasi dengan waktu. Awalnya misalnya, kalau di handphone satu kali charging kita bisa untuk 24 jam, misalnya, tapi setelah sekian tahun misalnya jadi cuma 12 jam. Kita berusaha untuk mengerti kenapa, underlying mechanism-nya seperti apa.

Jadi, mencari tahu kenapa ada penurunan daya tahan?

Iya, betul.

Sampai sekarang masih fokus di bidang itu, ya?

Masih.

Sudah ditemukankah jawaban mengapa itu terjadi?

Itu sebenarnya faktornya banyak banget. Kalo kita bandingkan misalnya, kita random aja beli bateri di market place, mungkin degradation mechanism-nya itu berbeda dari satu baterai ke baterai lain. Karena komponen baterai itu kan sebenarnya quite complicated. Complex system.

Jadi ada yang namanya katoda atau positive electrode, negative electrode, ada electrolyte. Nah, itu tiga komponen utama.

Electrolyte ini... jadi lithium & battery ini bukan teknologi yang konstan, tapi masih tetap berkembang.

Contohnya dari electrolyte aja, faktor additive. Jadi additive-factors itu bisa mempengaruhi performance baterai-nya sangat besar. Nah, itu kan ongoing progress, nggak statis.

Artinya, faktor-faktor ini berbeda antara baterai untuk HP dan otomotif (faktor degradasi), atau ada karakteristik yang secara umum sama?

Mungkin sebenarnya secara... ada underlying mechanism-nya sama, tapi dari satu baterai... Jadi degradasinya itu bisa (disebabkan karena) berbagai faktor dari electrode-nya, dari electrolyte-nya. Dan itu lebih dari 10 faktor.

Terus, jadinya itu kan berkompetisi. Masing-masing itu mungkin kalau baterai dioperasikan dari 3 volt sampai 4,2 volt, dan misalnya dari 3,2 volt sampai 4 volt, itu degradasi mechanism-nya bisa berbeda.

Jadi baterai itu bervoltasi dalam... kita namanya voltage window tertentu, itu mungkin kita meng-highlight degradasi yang tertentu. Kalo misalnya kita ubah voltage window-nya, artinya mungkin kita meng-highlight jadi ada yang dominan, mechanism-nya itu berbeda.

Terus di baterai itu... jadi cell design itu sangat menentukan performance. Jadi cell design itu seperti electro thickness, jadi kita ubah sedikit electro thickness itu bisa mempengaruhi dari performance baterainya.

Complicated juga, ya?

Lumayan. Dari cell design aja itu bisa mengubah. Jadi pertama, battery chemistry-nya itu mempengaruhi baterai, karena baterai itu chemistry-nya nggak sama; jenis material di catodhe, di anode, di electrolyte itu berbeda. Itu bisa mempengaruhi performance. Tapi juga cell design, apakah dia cylindrical cell atau prismatic cell, dan thickness dari electrode itu bisa mempengaruhi performance akhirnya.

Kalau di Jerman sendiri, baterai untuk mobil listrik sudah seberapa maju?

Wah, bingung jawabnya. Mungkin kalau dari segi penjualan, China lebih banyak ya. Maksudnya dari absolute number, mungkin penjualan baterai listrik di China lebih banyak. Mungkin karena lebih hype atau apa.

Di sini (Jerman) juga kita udah banyak. Nggak terlalu banyak juga sih. Maksudnya, electrical car ada, infrastruktur untuk pengisian baterainya juga ada di beberapa tempat. Di satu kota itu pasti ada. Cuma kalau dari absolute number, mungkin China lebih banyak.

Kalau dari sisi teknologi, di Jerman sendiri bagaimana?

Jerman sendiri baterainya kebanyakan masih impor ya. Jadi memang ada rencana untuk membawa kembali factory dari China balik ke Eropa. Ya, tapi itu butuh waktu, nggak bisa 1-2 tahun. Ini pasti rencana jangka panjang. Kayak sekarang di Berlin, ada Tesla. Itu kan juga bikin gigafactory, tapi belum beroperasi penuh sepertinya.

Itu pabrik baterai milik Tesla?

Iya. Itu baterai.

Tesla juga punya rencana membangun pabrik di Morowali, Sulawesi Tengah yang banyak nikel. Kan unsur utama baterai itu nikel dan kobalt. Jadi, mereka (sepertinya) mendekatkan diri ke sumber bahan baku. Nah, kalau di Jerman, bahan baku dari mana ya?

Saya kurang tahu. Tapi bukan dari Jerman, yang pasti impor.

Kalau ekosistem untuk mobil listrik, apakah sudah terbangun di Jerman? Seperti pengisian baterai, sudah cukup tersedia?

Udah tersedia sih. Cuma kan tetap harga (mobilnya) dua kali lipat dari harga mobil biasa.

Kalau baterai mobil listrik itu bertahan sampai berapa kilometer ya? Apakah di tempat penelitian Anda sudah mengukur sampai berapa jauh dia tahan?

Kita sebenarnya lebih ke material characterization. Jadi penelitian dalam bidang baterai itu bisa sangat luas. Levelnya mulai dari yang microscopic level, sampai yang ke battery management system.

Jadi kalau misalnya kita translate, kalau material research itu kita bicaranya tentang capacity. Nah, kalau orang yang kerja di bidang battery management system, mereka bahasanya energy dan power. Jadi translate ke situnya itu enggak langsung.

Karena kan kalau kita material itu, benar-benar capacity itu dari material aspect-nya aja. Jadi kita nggak mikirin tentang casing, nggak mikirin tentang battery management system. Dan kalau orang yang kerjanya di bidang battery management system, dia udah mikirin berapa casingnya, berapa berat casingnya. Itu kan menentukan juga pada akhirnya (untuk) energy density. Ada hubungan antara energy dan capacity. Tetapi kalau dari orang-orang yang kerja di bidang material system, mereka nggak mikiran casing. Padahal kan mungkin itu sebagian besar dari baterai itu pada akhirnya (tergantung) casing-nya.

Anda sendiri fokus penelitian yang mana?

Saya lebih ke material system. Cuma memang ada guideline. Jadi setiap negara itu punya panduan. Ya, kalau Eropa itu European Union ya, kalau Amerika mereka punya standar (sendiri).

Jadi asosiasi otomotifnya di sana punya standar sendiri. Misalnya, kalau untuk cycling itu antara 10 sampai 15 tahun, masa hidupnya. Terus juga kan baterai dipikirin 10 tahun minimum... Tapi kan juga baterai itu nggak selamanya dipakai, tapi ada masa istirahatnya. Kita sebutnya storage time-nya, minimum 15 tahun.

Yang paling update dari hasil penelitian Anda apa?

Yang terakhir, ya... jadi saya meneliti baterai yang beli di pasar aja, yang ukuran kecil 18-650, jadi 18 mm diameter, tingginya 6,5 cm. Jadi Tesla generasi pertama itu pakai baterai ini yang silinder, yang kecil. Baterainya kayak A3, ya mirip kayak gitu, formatnya kayak gitu, tapi ukurannya agak beda.

Jadi beli dari misalnya beda manufaktur, terus beda dari thickness electrode, terus detail-detail (lainnya) dari... Jadi misalnya 2% kandungan impurities, itu mungkin bisa berpengaruh banyak. Nah, itu yang saya teliti.

Kalau sekarang, yang umum yang model silinder atau prisma, untuk mobil?

Yang mobil itu yang Tesla, katanya sih pakai yang silinder. Kalau BMW, dia pakai yang prismatic.

Tadi Anda bercerita hubungan antara peneliti di universitas dengan industri nampaknya sudah berjalan baik. Keadaan ini sudah ada sejak lama? Jadi, sudah jamak hasil penelitian itu dipakai di industri?

Kalau di Jerman sendiri sebenarnya ada tiga jenis institut, diklasifikasikan: yang satu (mengurusi) fundamental itu namanya Max Planck; kedua itu yang Frankfurt, saya lupa namanya, dia yang lebih aplikasi; lalu yang ketiga itu Helmholtz, nah dia itu ada di tengah-tengah. Ini klasifikasi awalnya seperti itu. Tapi sekarang batasnya kayaknya sudah blur.

Saya itu kerjanya di Helmholtz Group, Helmholtz Institute yang nggak terlalu aplikatif, tapi juga nggak terlalu fundamental. Ide utamanya seperti itu. Tapi juga di Helmholtz banyak yang fundamental research.

Kalau industri, sebetulnya hubungannya timbal balik banget. Jadi kalau misalnya ada teknologi baru nih, perusahaan kan juga ragu-ragu untuk... maksudnya mereka juga butuh waktu untuk ngeliat apakah benar teknologi ini akan berguna atau tidak. Apakah akan berkembang terus, apakah enggak.

Nah, untuk membangun infrastruktur penelitian, itu kan mahal sekali. Kalau dia kerja sama ke industri, artinya dia bisa memanfaatkan fasilitas-fasilitas yang sudah ada di industri. Jadi, ya, hubungannya timbal balik.

Nah, research sendiri dia butuh dana untuk meneliti. Jadi itu mungkin dalam rangka untuk meminimalisasi. Dari pihak industri mrminimalisir research and development budget dong, untuk awal-awal ya. Nah, tapi begitu teknologinya sudah lebih berkembang, ya, mereka bikin lab sendiri. Misalnya seperti itu.

Jadi ekosistemnya sudah terbangun seperti itu. Sudah lama ya?

Sudah, sudah lama.

Sekarang kita ngomongin tentang perjalanan Anda sampai ke Jerman. Dulu di ITB tahun berapa ya?

Saya masuk 1996 di Jurusan Kimia, lulus 2001.

Katanya sempat aktif di gerakan mahasiswa dan masuk jadi anggota LMND, itu gimana ceritanya?

Itu sebenarnya iseng sih, Mbak. Awalnya dulu kan di ITB ada aktivitas mahasiswa. Jadi kayak ekstra kurikuler itu dikumpulin, ada yang namanya sunken court. Jadi sejak mungkin 1998, (seluruh kegiatan mahasiswa) dikumpulin di sunken court. Kebetulan dulu saya aktifnya nggak di mahasiswa politik, jadi lebih ke keagamaan. Tapi markasnya sebelahan, terus akhirnya ngobrol-ngobrol. Ya, itu awalnya sih.

Lulus ITB 2001, lalu langsung ke Prancis?

Enggak. Kerja dulu di perusahaan namanya PT Putria Pratama Hayu. Itu importir medical devices. Nggak ada hubungan sama sekali (dengan kuliah).

Berapa lama bekerja di sana?

(Sekitar) 1,5 tahun atau 2 tahun. Terus saya sempat kerja di tempat lain lagi, di perusahaan Korea. Setelah itu baru saya dapat beasiswa ke Prancis.

Itu apply secara individu?

Iya, individu. Jadi, lagi di warnet (warung internet) dulu, sehabis kerja, terus lihat-lihat, nggak tahu gimana tiba-tiba ada kayak advertisement. Entah itu dari mana, nggak tahu deh gimana, pokoknya akhirnya saya baca informasi tentang itu. Ya sudah, apply... terus tiba-tiba dapat.

Seleksinya sendiri apakah mensyaratkan fasih berbahasa Prancis?

Itu programnya kebetulan berbahasa Inggris. Ini program untuk international student. Dan selama di Prancis, saat kuliah (mengambil Master's degree) bahasa pengantarnya pun bahasa Inggris. Jadi kayak special program di sana.

Apakah itu program beasiswa dari Pemerintah Prancis?

Pendanaannya dari European Union (EU). Jadi itu sebenarnya proyek untuk khusus lithium and battery. Dan itu konsorsium berbagai negara. Sebagian dari uang proyek itu kemudian dipakai untuk program beasiswa untuk bagian pendidikannya. Jadi proyeknya lumayan gede. Jadi 5 negara atau gimana, banyak universitas. Nah, sebagian uangnya dipakai untuk penelitian, sebagian budget-nya untuk pendidikan.

Waktu itu ada alasan kenapa mereka merekrut overseas student?

Saya kurang tahu pasti. European Union memang sekarang ada kayak yang program Erasmus Mundus (program beasiswa untuk belajar, melakukan riset, pelatihan di salah satu universitas Uni Eropa, Asia Selatan dan Asia Tenggara --Red). Itu waktu 2005 tidak terlalu banyak program-program Erasmus Mundus. Nah, yang sekarang itu banyak dalam berbagai bidang, dan mereka terbuka untuk seluruh mahasiswa asing.

Berarti sejak awal, studi Anda sudah mengarah ke lithium and battery?

Master-nya iya. Saat master program, sebenarnya nggak terlalu banyak riset. Kita lebih banyak lecture, lebih banyak pendidikannya. Cuma kita diperkenalkan berbagai macam teknologi energi terbarukan, terus empat bulan terakhir baru riset dan memilih.

Dan karena yang namanya bidang energy itu luas, nggak melulu tentang battery, tetapi juga misalnya solar cell, saya dulu milihnya nggak lithium and battery karena saat itu lagi tertarik dengan hal lain. Jadi kayak transparent conducting oxides.

Itu persisnya tentang apa ya?

Misalnya ini nih (sambil menunjuk ke layar handphone --Red). Itu layar sentuh. Itu kan ada coating-nya. Nah, itu dia kayak ada sensor dan harus... Ini kan transparan, ini kan coating-nya transparan. Tapi dia nggak cuma harus transparent, tapi bisa juga mengantarkan listrik, conductivity. Nah, saya lebih... ya, jadi saya ambilnya ke situ.

Kenapa saat itu tidak memilih memperdalam energi baru terbarukan?

Jadi dari awal memang berminat ke situ. Cuma di tengah jalan saya tertarik dengan dengan structural characterization, terutama karena mungkin saya emang jurusan kimia, tapi bakat untuk... kalau kimia itu kan lebih ke sintesis, segala macam. Saya mungkin tidak terlalu berbakat di situ, malas atau gimana, jadi lebih suka ke karakterisasi. Jadi yang nggak perlu sentuh-sentuh chemical atau apa, atau yang lebih ke jurusan physical preposition. Lebih suka itu.

Setelah lulus dari Prancis, sempat kerja, atau langsung ke Jerman?

Enggak (sempat kerja), langsung ke Jerman ambil PhD di KIT (Karlsruhe Institute of Technology).

Setahu saya EU memang sudah berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon hingga 37,5% selama 2021-2030. Jadi mobil listrik terus digalakkan. Bagaimana produsen mobil di Jerman merespons ini?

Kalo mobil listrik sih, iya, mereka sudah memproduksi. Tapi baterainya sih... ya, salah satu suporter untuk penelitian dalam bidang baterai itu memang dari otomotif industri. Maksudnya, di research center itu, kayak Volkswagen itu kasih dana; Audi punya divisi sendiri, tapi mereka tidak produksi, belum. Atau sekarang BMW kalau nggak salah ada rencana ke arah situ untuk produksi, tapi sejauh mana perkembangannya saya nggak ngikutin. Tapi mereka ada rencana... atau sudah mulai ya?

Berarti supply listrik juga harus siap ya, karena kebutuhannya kan akan naik. Apakah mereka juga mengembangkan listrik dari sumber energi baru terbarukan?

Ya, macam-macam. Jadi dia ada solar, ada angin. Itu yang renewable-nya ya. Tapi juga mereka tetap ada nuklirnya sebagian, ada batubara, terus ada gas.

Jadi nggak sepenuhnya bergantung pada renewable energy?

Enggak. Karena kan kayak misalnya angin nih, kan kita harus cari tempat yang anginnya gede dan nggak terlalu banyak penduduk mungkin, karena kan ribut ya. Nah, itu berarti kan sangat tergantung pada alam. Kalo nggak ada angin, gimana. Terus kalo masalah solar, berarti kan harus di daerah yang punya, ada expose matahari. Terus ada biomass juga.

Kalo biomassa, itu gimana?

Maaf, (kalau itu) saya nggak ngikutin.

Kita kembali ngomongin baterai untuk mobil listrik. Indonesia cukup serius ingin mewujudkan penggunaan mobil listrik, bahkan ada Perpres khusus tentang mobil listrik. Menurut Anda, ekosistem apa yang seharusnya dipersiapkanm dan terkait baterai apa yang harus dikembangkan?

Kalau misalnya mau mengembangkan ke dalam renewable energy, ya baterai ya. Tapi begini deh. Mobil listrik itu pertanyaanya apakah benar-benar renewable, apakah benar-benar zero dampak negatif ke lingkungannya, apakah benar-benar negatif? Kan harus dilihat dari (misalnya) gimana mining-nya.

Ada penelitian bahwa meskipun OK kita pakai electric car, nah itu kan memang yang "zero emmission" itu pada saat operasinya. Tapi gimana untuk bikin pabrik, untuk memproduksi lithium and battery, itu kan butuh energy juga? Sumber energinya dari mana? Apakah lebih besar dibandingkan dengan... apakah output energi yang dipakai, apakah input energi, apakah energi yang digunakan untuk bikin lithium and battery-nya lebih kecil dibandingkan dengan output dari produk lithium and battery-nya? Terus energi utamanya apa? Kalo energi utama untuk membangun pabrik lithium itu masih coal, masih batubara, itu justru masih negatif. Pemanfaatan itu tuh negatif. Jadi, harus dilihat secara keseluruhan.

Jadi kalau misalnya mau membangun ekosistem yang benar-benar renewable, ya, harus dilihat step dari awal nih. Dari mining-nya gimana, dari energy primernya seperti apa.

Nah terus, ini setelah baterainya ada, dipakai selama 10-15 tahun, (atau) 20 tahun, kebayang nggak, sampahnya seperti apa setelah itu? Nah, step-nya kan setelah itu, mau dipakai apa nih.

Artinya, banyak hal yang harus disiapkan, bukan hanya sekadar mengandalkan kemampuan memproduksi mobil, atau baterai ya?

Iya.

Saya lihat di sini semua serba ingin cepat. Memproduksi mobil listrik kemudian membangun pabrik baterai, seolah begitu sederhana. Ternyata tidak sesimpel itu ya, jika kita benar-benar bertujuan untuk mendukung pemanfaatan energi baru terbarukan. Itu sebabnya di Jerman pun nampaknya tidak terlalu progresif perkembangannya?

Iya, karena kan yang harus dipikirkan energi utamanya apa. Energi primernya seperti apa. Jadi kayak mobil listrik itu, sebagian besar... hampir 50% dari berat mobil itu dipakai untuk lithium and battery, untuk baterainya. Kebayang nggak kalau misalnya kita sudah punya 1 juta mobil listrik, nah setelah 20 tahun mau diapain sampahnya. Gitu lho.

Walaupun dia sudah tidak terpakai, tapi dia masih mengandung energi yang tinggi. Artinya, penanganannya harus hati-hati. Karena gampang banget... oke, saya nggak mau ngasih ide ya, tapi maksudnya, bahan kimia apa pun itu kayak bom, gitu lho.

Hm... sejauh ini belum ada pernyataan yang mengarah pada pemikiran itu di sini. Kalau di Jerman, apakah sudah mulai terpikirkan untuk mengelola sampah baterai mobil listrik bekas itu? Apakah sudah ada temuan bagaimana mengelolanya?

Sudah dipikirkan. Tapi sampai saat ini, itu cuma kayak... sampai saat ini ya. Jadi riset itu kan tetap berkembang. Jadi recycle itu, dalam pengertiannya mau seperti apa: apakah benar-benar baterai yang lama di-treatment menjadi bisa dipake lagi, ataukah seperti saat ini cuma dipisahin materialnya terus dipake lagi. Nah, sampai saat ini tuh, itu pun di Eropa cuma terbatas nggak sampai 10 perusahaan yang bikin recycling battery. Cuma ya, itu emang ke depannya, itu mungkin bisa jadi bisnis sendiri.

Kalau tidak dikelola dengan baik, akan ada waste dari battery yang bisa berbahaya ya?

Iya. Kalau treatment-nya enggak... kalau nggak dipikirkan treatment-nya seperti apa, itu bisa berbahaya, karena yang namanya bahan kimia kan berbahaya.

Kalau komitmen Jerman sendiri untuk memanfaatkan mobil listrik, gimana? Apakah mereka ingin menggantikan seluruh mobil yang menggunakan internal combustion engine dengan mobil listrik?

Sampai saat ini, yang saya tahu, kayaknya nggak bakal. Oke, strict nggak boleh ada mobil yang lain. Harga mobilnya masih dua kali lipat daripada yang konvensional. Terus juga stasiun pengisian mobil listrik tetap nggak sebanyak gas (bensin --Red). Ya, pasti kalau pun ada transisi, ada beberapa waktu; nggak mungkin langsung dalam 1-2 tahun langsung berganti. Cuma memang, Eropa sendiri sudah kasih banyak... sedang menggiatkan untuk ya, itu, membawa pabrik baterainya sendiri dari China ke sini.

Maksudnya, relokasi pabrik?

Iya.

Jadi nanti pabrik-pabrik baterai yang ada di China akan dibangun di Jerman dan produksi baterai di situ?

Iya. Itu yang saya tahu sedang dibicarakan, gimana caranya untuk relokasi itu.

Tapi yang pasti, bahan bakunya diimpor ya? Jerman kan nggak punya sumber daya alam memadai?

Iya, nggak ada.

Atau lithium itu kan [yang punya] cuma terbatas. Nggak semua negara punya lithium, dan itu pada akhirnya akan habis juga.

Bahkan sekarang step-nya itu kita ada penelitian untuk post-lithium and battery. Itu sudah ada. Jadi setelah era lithium, karena kan akan habis juga dengan lebih banyak mobil listrik, artinya kita akan mengurangi suplai lithium juga.

Kebutuhan meningkat padahal dia tidak renewable, begitu ya?

Iya.

Sebagai peneliti, apakah sudah ditemukan materi pengganti ini?

Untuk penelitian, ya, namanya itu post-lithium battery. Jadi ada sodium atau natrium magnesium. Tapi ya, demand untuk lithium and battery itu kan (kurang terdengar)... Harus banyak, harus gede. Terus energi juga gede, terus kalau misalnya sodium...

Lithium itu kan atom yang sangat kecil, jadi dia lebih lincah untuk bergerak artinya dia memberikan power yang lebih besar. Nah sodium itu lebih besar secara atom, artinya dia pun akan lebih susah untuk bergerak. Jadi masalah utama dengan sodium

Lithium itu salah satu atom yang paling kecil dan electrode netagifnya tinggi. Sementara atom-atom yang lain, itu kan tidak punya properties yang se-ideal lithium. Ya, jadi artinya ada compromise dari kinetiknya atau powernya. Tapi ya secara umum seperti itu.

Tapi kan lithium and battery ini kan bisa dipergunakan tidak hanya untuk... tergantung penggunaannya apakah untuk mobility. Kalo untuk mobility artinya butuh power tapi kalo untuk stationary, artinya tidak butuh power. Jadi mungkin untuk misalnya, kayak untuk di remote area untuk stationary application, nyimpen listrik di, misalnya ada tenaga angin, terus nyimpen energi listriknya, itu mungkin bisa pake jenis battery yang lain.

Artinya lithium ini hampir tak tergantikan untuk bahan baku battery untuk mobil listrik?

Kalau dari properti-nya iya, atau mungkin sampe ada ketemu lagi chemestry yang lain.

Apakah ini area penelitian Anda, untuk mencari pengganti lithium?

Enggak, saya lebih ke karakterisasi.

Kalau karakterisasi berarti fokusnya pada apa ya?

Lebih ke fundamental. Jadi mekanismenya, misalnya gimana sih caranya lithium itu bisa memberikan listrik. Lebih ke dalam atomic level mungkin ya. Jadi lithium ini kan sebenarnya saat ini yang kebanyakan misalnya, ini baterai tuh kayak gini (sambil memperagakan dengan alat peraga dua lembar kertas HVS yang disusun berjarak 30 cm --Red). Nah, lithium itu bolak-balik ke sana sini (sambil menggerakkan tangan bolak-balik pada ruang yang ada di antara dua kertas HVS itu --Red).

Itu salah satu teknologinya. Ya artinya, gimana kalo ini lithium yang bolak-balik tadi keluar dari 2 tangan ini. Nah artinya kan itu kalo mau menemukan material yang baru, salah satu teknologinya ya gimana supaya lithium ini masuk ke dua tangan ini.

Kalo sodium itu [ukurannya] lebih besar dari jeruk ini. Artinya kan gak semua compatible, harus yang supaya bisa keluar masuk secara responsible, supaya kan ada yang namanya fatigue.

Misalnya kita bayangin aja orang stres ya, jadi kalo misalnya kita kasih beban banyak, itu kan akan ada stress-nya dan pada suatu saat kalo misalnya material yang namanya material itu kayak karet nih, kita ekspansi-in terus gini gini [peragaan meregangkan karet gelang] pada suatu saat akan putus ya. Nah itu di material di tingkat dari...itu akan terjadi gitu juga.

Nah, itu yang namanya salah satu mechanical degradation di baterai itu.

Jadi baterai ini yang asalnya besar itu, maksudnya particel size-nya besar, itu jadi kecil-kecil.

Lithium itu karena kecil dia bisa memproduksi power lebih besar, sedangkan sodium besar maka power yang dihasilnya kecil.

Yes. Yang lebih kecil dari lithium itu hidrogen. Itu masalah size.

Size itu satu, lalu masalah yang lain yakni stability. Baterai itu dapat energi karena ada oksidasi material, misalnya nickel two plus jadi nickel three plus. Dua kali lipat jadi nikel tiga kali lipat. Tapi itu di dalam baterai sendiri ada yang namanya parasitic reaction. Jadi ada unwanted reactkon yang dia makan lithium-nya..jadi si lithium-nya yang aktif itu berkurang karena ada reaksi lain yang memakan lithium. Nah itu yang harus di-balance.

Itu hanya bisa diatur dengan voltage window kayak kita mau mengoperasikan baterai di voltage antara berapa sampe berapa. Nah karena parasitic reaction-nya itu terjadi misalnya di 3 volt atau di...dengan menghindari reaksi ini, ya kita bisa memperpanjang umur baterai.

Itu juga salah satu hal yang bisa dilakukan untuk optimisasi pemanfaatan baterai.

Kalau baterai untuk mobil listrik yang usianya paling panjang bisa menjapai berapa kilometer?

Saya nggak update deh, tapi yang jelas sih setiap hari bos saya pulang pergi 100 kilometer lebih ya, tapi itu untuk yang generasi lama.

Yang generasi baru pasti lebih banyak. Jadi itu sebenernya tergantung pada akhirnya gimana kita... tergantung berapa banyak baterai yang ada di dalam satu mobil. Nah itu [tugasnya] yang bagian battery management system. Berapa banyak baterainya. Kalo bisa unlimited.

Nah kalau nge-charge mobil listrik itu paling cepat berapa lama ya?

Itu tergantung, satu, berapa banyak material; berapa banyak [baterai] yang ada di mobilnya. Yang kedua, OK, ada banyak yang klaim itu fast charging, ya, Cuma yang saya lihat sendiri sih gak secepat itu loh. Berapa jam...gak secepat beberapa menit.

Mungkin kalo di level laboratory, mungkin bisa ya cepat gitu. Itu sebenarnya ya harus dilihat detail materialnya. Isinya apa, Cuma kalo sampai saat ini yang materialnya sama aja, maksudnya material electrode di dalam commercial cell saat ini ya gak terlalu banyak variasinya.

Jadi saya gak tahu deh kalo ‘sebenarnya’, apakah itu udah diaplikasikan di mobil. Tapi kalo misalnya di tahap laboratory mungkin aja, tapi dari penelitian di tingkat laboratory sampe jadi mobil listrik untuk komersialisasi itu tahapnya banyak dan scaling up itu gak selalu linier.

Kalo di lab, bisa berapa lama?

Hmm... tergantung maunya berapa banyak. Cuma harus dijelasin, ok ada material-material yang bisa misalnya 20 menit, bisa, tapi apakah itu bisa di-scaling up. Kemudian juga apakah dengan sangat cepat itu yang harus diperhatikan juga kan long term performancenya. Gak Cuma satu kali Ok bisa 20 menit, bisa. Tapi long termnya seperti apa, apa dampaknya terhadap degradasi.

Apakah sudah ditemukan baterai yang performance-nya ideal: fast charging, tahan lama, bisa tahan 10-15 tahun lebih. Sudah ada penelitan yang membuktikan ini?

Ya, belum ada bukti, karena kan electrical car sendiri kan kayak BMW baru 10 tahun terakhir. Jadi kan belum terbukti. Mungkin di atas kertas bisa.

Kalau seperti bos Anda yang bisa pulang pergi 100 km baterai tahan tidak di-charged?

Iya, atau 150 kilometer ya.

Mobilnya BMW atau Tesla?

Itu BMW yang generasi pertama.

Kalo BMW sendiri memproduksi mobil listrik sebanyak mobil konvesional?

Enggak sih, masih tetap banyak yang konvensional. Kalo di awal-awal itu kan masih inden. Jadi pesen dulu mobil listriknya

Tapi masyarakat di sini mau pindah pake mobil listrik?

Gak ada masalah sih dari segi itu Cuma orang Jerman itu kan sangat suka kecepatan ya. Mobil itu harus cepat. Nah mungkin mobil listrik belum bisa dari segi itu gak bisa sama.

Saran Susan apa ya untuk mewujudkan ekosistem penggunaan mobil listrik. Apa yang harus disiapkan selain yang sudah disebutkan tadi soal ketersediaan sumber energi primer. Jadi, ekosistem utama apa yang perlu dibangun jika kita mau ikut tren pindah ke mobil listrik?

Manpower-nya. Karena yang seperti saya bilang teknologi lithium and battery itu bukan sesuatu yang konstan. Sesuatu yang berkembang terus. Nah kalo orangnya nggak ada, kalo tidak ada orang yang punya pengetahuan dan skill, gimana. Itu misalnya mau optimasi masalah thickness itu kan bisa berapa lama, kan harus dilihat. Itu misalnya saya ngetes 1.000 cycles, artinya untuk ngetesnya sendiri kan butuh waktu.

Maksudnya manpower dalam hal memproduksi baterai mobil listrik?

Iya. Untuk risetnya.

Kalau untuk mobilnya sendiri kan bisa aja para produsen membangun pabrik. Indonesia sendiri ada perusahaan yang mulai memproduksi mobil listrik tapi memang komponen utamanya kan baterai ya.

Iya, tapi saya nggak tahu apakah Pemerintah Indonesia punya database berapa orang yang meneliti tentang ini misalnya.

Sepengetahuan saya sih kalau mau memproduksi baterai, Pemerintah akan mengundang investor asing saja lalu bikin pabriknya di isni. Artinya memang teknologi dari mereka, tidak seperti di Jerman mengembangkan sendiri teknologi lithium and battery. Di Indonesia nampaknya tidak ada lembaga khusus yang meneliti lithium and battery. Bagaimana menurut Anda?

Saya tahu ada beberapa... penelitian di Indonesia ada, tapi tidak semasif di negara lain. Kalah banget sama China. Tapi kan apakah... ya, untuk awal bolehlah. Cuma kan kita selalu bilang masalah transfer of technology. I mean, nggak ada yang namanya transfer of technology. Yang ada: ‘lu cari sendiri teknologi itu.’ Karena gak mungkin ada yang mau transfer of technology. Gak ada.

Itu kan mahal?

Iya dong. Maksudnya orang misalnya menjadi seorang PhD itu bisa kerja dari jam 8 sampe jam 8 lagi. Terus mau ditransferin gitu? Maksudnya itu logika kasarnya seperti itu. Gak ada transfer of technology.

Gimana caranya mentransfer proses berpikir. Gimana caranya mau ngasihin, gitu loh. Proses berpikir itu kan skill yang dilatih, bukan yang diberikan, dan itu bukan cuma dalam tahap sampe di universitas tapi juga proses berpikir dari tingkat misalnya SD. Makanya pendidikan dasar itu kan penting banget ya karena itu mengolah proses berpikirnya.

Konsep transfer of technology saya gak paham. Maksudnya technology itu sendiri berubah, pengetahuan itu berubah, gak bisa ditransfer. Yang bisa dilatih itu proses berpikir, kritis.

Saya bisa mengerti maksud Anda. Memang kita seharusnya melakukan inovasi sendiri dengan mengembangkan lembaga riset yang ada.

Iya.

Kalau Anda sendiri, apakah suka komunikasi dengan sesama peneliti di sini?

Pernah ada. Saya pernah ngasih presentasi ke BPPT. Makanya saya tahu bahwa pemerintah Indonesia punya rencana untuk bikin baterai. Cuma ya rencananya harus didetailin ya, maksudnya bukan cuma klaim. OK, satu pihak kemauan, itu baguslah ya. Yang lebih bikin pusing itu kan detailing rencananya. Maksudnya tahapannya seperti apa. Kalo misalnya cuma mau bangun aja terus “berharap” ada transfer technology, ya itu agak-agak... ya, saya bilang gak ada yang namanya transfer technology. Kalau mau, bikin sendiri.

Kapan ada kontak dengan BPPT?

Tiga atau empat tahun lalu kalo gak salah.

Acara apa ya?

Karena waktu itu lagi boomingnya bilang bahwa pemerintah mau bangun mobil listrik. Nah itu korespondensi pribadi aja. Jadi saya tanya-tanya. Sebenarnya waktu itu udah mau balik ke Indo. Kayak ada kesempatan atau gimana, terus dapat info ya hubungin pihak BPPT deh. Terus ya pada akhirnya ya diundang untuk kapasitasnya pribadi aja.

Lalu kenapa gak jadi balik ke Indonesia?

Karena ada batasan umur ya. Umur saya sudah ‘kadaluarsa’ gitu. Maksudnya untuk masuk institusi di Indonesia itu kan kayak misalnya untuk jadi dosen maksimum 35 tahun.

Dari korespondensi itu, apakah teman-teman di BPPT sudah mulai mengembangkan baterai untuk mobil listrik?

Saya gak tahu perkembangan selanjutnya ya. Cuma yang paling mudah mungkin melacaknya berapa banyak publikasi ilmiah dari Indonesia. Kalo misalnya tidak ada, ya artinya gak ada. Tapi yang namanya dalam bidang penelitian ya yang paling utama, paling terukur, meskipun mungkin tidak selalu adil, ya yang paling terukur berapa banyak publikasi dari Indonesia mengenai lithium and battery.

Sepantauan Anda, banyak atau sedikit?

Ada, saya tahu ada tapi sangat rendah dibandingin negara-negara lain. Kalo dari China itu, ya OK China awalnya juga dari mereka cuma produksi ya. Cuma pada akhirnya mereka mengembangkan dan mereka ngembangin dengan cara kirim sebanyak mungkin mahasiswa-mahasiswa untuk belajar di negara lain dan mereka disuruh balik. Itu cara mereka upgrade.

Ya, saya setuju. Sementara di Indonesia, pemerintah punya ambisi tapi untuk penelitian komponen terpenting mobil listrik, yakni baterai masih ketinggalan jauh. Apakah selamanya kita hanya akan menjadi lokasi pabrik, sementara teknologi dari luar, tidak pernah inovasi?

Ya, kalau tidak berubah akan seperti itu.

Apa saran dari Anda untuk bangsa ini?

Itu sih kalo menurut saya manusianya, karena Indonesia udah ketinggalan jauh banget.

Sumber daya alam kita punya, tapi sumber daya manusia yang skilfull yang kurang.

Iya, tidak sebanyak negara lain.

Seharusnya orang-orang seperti Anda pulang, supaya ikut mengembangkan ilmunya di sini.

[Tersenyum] Ya, boleh sih. Tapi kebentur age limit. Ya udah ketinggalan. Basi banget...

Nggak ada minat untuk balik?

Kalo ada kerjaan sih boleh, haha.

Baik, sukses terus buat Anda ya. Saya rasa sudah cukup percakapan kita hari ini.

Iya, terima kasih banyak ya Mbak.

Sama-sama.

Kontributor : Rin Hindryati

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI