Suara.com - Bulan Juli lalu, temuan struktur batu kuno diduga bagian dari candi oleh pengelola basecamp bukit Sipandu Dieng, menggegerkan warga. Temuan susunan batu mirip tangga sepanjang sekitar 10 meter itu pun segera menghadirkan peneliti, salah satunya arkeolog dari Banjarnegara, Aryadi Darwanto, yang langsung datang memeriksa.
Menurut Aryadi, dari pengamatan sementara, susunan batu yang terletak di bibir tebing itu memiliki posisi kemiringan 30 sampai 40 derajat. Menurutnya, jika mau digali, kemungkinan susunan batu yang diduga Ondo Budho itu lebih panjang.
Aryadi pun mengatakan bahwa batuan itu berjenis andesit, sama dengan batu penyusun candi-candi Dieng. Adapun struktur bangunan itu secara utuh belum diketahui pasti, karena masih butuh penggalian dan penelitian lebih lanjut. Berikut petikan wawancara kontributor Suara.com dengannya, beberapa waktu lalu.
Bagaimana awal penemuan situs di Bukit Sipandu?
Baca Juga: Diprediksi "Paling Tua di Dunia", Ilmuwan Temukan Struktur Batu Misterius
Awalnya saya dikirimi video oleh Ahmad Waluyo, pengelola basecamp pendakian gunung Sipandu, (bahwa) ada temuan struktur batu sepanjang sekitar 10 meter, tiga minggu lalu. Kemudian saya datang mengecek, saat itu saya sekadar membersihkan sedikit karena tidak membawa peralatan. Sekarang, Minggu (26/7), saya datang lagi untuk mengetahui lebih jauh apakah situs itu Ondo Budho atau perosotan yang digunakan untuk mengangkut gerobak di zaman kuno. Dugaan awal memang ini tangga kuno karena berada di kemiringan 30 sampai 40 derajat.
Adakah referensi atau sumber yang menyebut soal temuan situs ini?
Sebelum ditemukan warga, Belanda sudah melaporkan ada dua jenis tangga kuno di sisi utara Dieng. Salah satunya memiliki struktur anak tangga (Ondo Budho), yang satunya lagi tidak memiliki anak tangga, semacam perosotan. Sayangnya, catatan Belanda tidak memuat foto Ondo Budho di sisi utara Dieng yang dimaksud.
Apa perbedaan dua jenis tangga itu?
Ondo Budho dengan anak tangga digunakan untuk mobilitas pejalan kaki atau peziarah zaman dahulu menuju pusat keagamaan Dieng. Ondo Budho tidak mesti panjangnya ratusan meter, karena hanya dibangun di lokasi dengan kemiringan tertentu untuk sarana naik pejalan kaki. Sedangkan tangga perosotan (tanpa anak tangga) dibangun untuk akses transportasi gerobak pengangkut barang.
Baca Juga: Tahun Ini, Dieng Culture Festival Bakal Digelar Secara Virtual
Situs yang ditemukan ini mengarah ke mana?
Setelah tanah dibuka sedikit, kami belum menemukan anak tangga. Kami malah menemukan tatanan batu berbentuk persegi di sisi struktur batu memanjang yang ditemukan sebelumnya. Sepertinya itu bukan anak tangga karena ukurannya terlalu lebar jika untuk pijakan kaki.
Permukaan luarnya halus, dan permukaan dalam atau bawah yang menempel tanah kasar. Seperti situs Watu Kelir juga begitu, luarnya halus, dalamnya kasar karena untuk mencengkeram tanah. Sehingga ada indikasi bangunan ini adalah tangga perosotan untuk akses gerobak.
Hanya saja, kami belum menemukan struktur batu yang masih in situ (utuh di tempat aslinya --Red), dan tata letaknya masih sama, antara batu yang ada di pinggir dengan yang ada di tengahnya. Sehingga masih butuh penelitian lebih lanjut untuk menarik kesimpulan.
Bagaimana kondisi situs tersebut saat ditemukan?
Struktur batu yang ditemukan mulanya sepanjang sekitar 10 meter. Namun setelah tanah dibuka di beberapa sisi, susunan batu itu ternyata belum putus alias masih terus memanjang. Belum diketahui ujungnya sampai mana, karena masih terpendam tanah.
Ada sebagian bangunan yang sudah lepas, mungkin dibongkar, namun batu-batunya masih ditumpuk di lahan sekitarnya. Jenis batuannya andesit. Dilihat dari karakter batunya, mirip material Candi Setiyaki Dieng.
Adakah bukti lain yang menguatkan dugaan situs itu sebagai akses transportasi gerobak?
Dari cerita turun-temurun warga Dusun Bitingan, Desa Kepakisan, Kecamatan Batur, Banjarnegara, mereka meyakini wilayahnya dulu menjadi tempat pembuatan batu candi. Batu-batu itu dibawa dari komplek curug Sirawe Dusun Bitingan ke Dieng, untuk membangun candi-candi di Dieng. Penduduk membawa batu-batu itu melalui gunung Sipandu yang menjadi jalur tercepat menuju Dieng.
Di sekitar curug Sirawe, atau lereng bukit Sipandu pun pernah ditemukan banyak batu-batu candi oleh warga. Ditemukan juga arca yang masih disimpan di rumah warga. Bisa jadi, tangga naik gunung Sipandu ini digunakan sebagai akses gerobak untuk mengangkut batu-batu dari Sirawe menuju Dieng. Jaraknya sekitar 5 kilometer dari Sirawe ke Dieng melalui gunung Sipandu.
Selain di gunung Sipandu, adakah situs Ondo Budho di lokasi lain di kawasan Dieng?
Belanda menyebut ada situs Ondo Budho di empat sisi ke arah Dieng. Selain sisi utara Dieng yang ditemukan sekarang, di sisi selatan sebelumnya sudah ditemukan situs Ondo Budho, yaitu di Siterus, Desa Sikunang, Kecamatan Kejajar, Wonosobo. Tinggi tangga sekitar 34 meter. Kondisi bangunan itu masih relatif bagus lengkap dengan anak tangganya.
Badan Pelestari Cagar Budaya (BPCB) bahkan telah menetapkannya sebagai cagar budaya yang mesti dilestarikan. Ondo Budho di Siterus dimungkinkan untuk akses pejalan kaki atau peziarah dari wilayah bawah Wonosobo ke pusat keagamaan Dieng. Sementara, situs Ondo Budho di sisi lainnya seperti disebut Belanda belum ditemukan.
Pada zaman apa Ondo Budho dibangun?
Situs itu dimungkinkan ada sejak zaman Mataram Kuno, yakni abad ke-7 sampai abad ke-12 Masehi. Dieng di zaman itu menjadi pusat keagamaan dan pendidikan agama Hindhu. Ini sesuai dengan salah satu bukti prasasti yang menyebut, (bahwa) saat pembangunan candi agama Hindhu, para biksu diundang untuk peresmian candi pada waktu itu.
Masihkah ada situ-situs lain yang belum ditemukan di Dieng?
Belanda menyebut terdapat sekitar 400 situs yang tersebar di berbagai lokasi di dataran tinggi Dieng. Situs yang ditemukan sampai saat ini barulah sebagian di antara banyak situs kuno di Dieng. Kemungkinan masih banyak situs yang belum ditemukan karena terkubur, atau hilang.
Sebelum ini juga ditemukan arca Ganesha tanpa kepala yang terkubur di lahan warga Desa Dieng Wetan, Wonosobo, Januari tahun 2020 lalu. Tak lama kemudian ditemukan struktur bangunan candi di lereng bukit Pangonan, saat warga hendak menggali untuk proyek pembuatan septic tank.
Kontributor : Khoirul