Exclusive Interview: Joey Alexander, Musisi Jazz Belia yang 'Ajaib'

Jum'at, 07 Agustus 2020 | 21:29 WIB
Exclusive Interview: Joey Alexander, Musisi Jazz Belia yang 'Ajaib'
Ilustrasi wawancara eksklusif pianis jazz belia, Joey Alexander. [Foto: Rin Hindryati / Olah gambar: Suara.com]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Masih berusia 12 tahun saat Joey Alexander tampil di panggung bergengsi Grammy Awards di Staples Center, Los Angeles, AS, pada Februari 2016. Dia adalah pianis sekaligus menjadi musisi pertama Indonesia yang bermain di ajang paling ditunggu-tunggu para musisi di dunia.

Joey memainkan lagu 'City Light' hasil komposisinya yang diambil dari album ke -2 bertajuk "Countdown" yang masuk nominasi Grammys untuk kategori solo jazz improvisasi terbaik.

Saat berbincang intens dengan Rin Hindryati, kontributor Suara.com baru-baru ini, Joey menggambarkan momen itu sebagai, "It's beyond words... yang saya tidak akan lupakan."

Acara Grammy selalu disiarkan langsung dan direlai sejumlah televisi asing. Penontonnya kala itu mencapai 25 jutaan orang. Itu sebabnya Joey merasa acara itu mirip ajang audisi untuk unjuk kemampuan, bakat, dan kepiawaiannya berimprovisasi memainkan musik-musik jazz hasil komposisinya sendiri.

Baca Juga: Musisi Indonesia Jadi Guru Terapi Musik di AS, Siapakah Dia?

Dia pun menjadi sebuah fenomena dan dianggap sebagai 'anak ajaib' di dunia jazz. Selanjutnya ia banyak diundang tampil di sejumlah klub jazz legendaris di AS dan bermain di hadapan Presiden Barrack Obama di Gedung Putih. Profilnya muncul di media-media mainstream, termasuk di program "60 Minutes" yang disiarkan di jaringan televisi CBS dan halaman depan The New York Times.

Begitu pun, Joey tetap rendah hati. Dia menganggap seluruh pencapaiannya sebagai berkat dari Tuhan. Setelah tinggal selama 5 tahun di New York, dia menjadi lebih fasih dan nyaman berbicara dalam bahasa Inggris saat mengutarakan pendapat, menceritakan pengalamannya berinteraksi dengan musisi-musisi hebat Amerika maupun Indonesia, serta menyampaikan harapannya terhadap musik jazz di Indonesia. Dia nampak dewasa dan matang untuk usianya. Berikut wawancara yang dilakukan via Zoom selama satu jam di sebuah Sabtu malam waktu New York:

Bagaimana Joey dan keluarga menghadapi pandemi Covid-19?

Ya, harus sabar... tapi ya, Puji Tuhan, keadaan di New York City semakin baik, restoran sudah mulai buka, some businesses started to open. Cuma untuk musisi, ya masih belum. Venue buka, cuma secara virtual.

Jadwal Joey sudah pasti terganggu ya dalam 3 bulan terakhir?

Baca Juga: Manggung Seperti Frank Sinatra, Impian Benny Likumahuwa yang Belum Terwujud

Kalau performance sudah pasti, semuanya alami sama seperti yang saya alami. Cuma sebagai artis, kita coba terus berkreasi, bikin musik, bikin lagu masih tetap terus.

Jadwal konser terdekat Joey, kapan? Kata teman saya yang tinggal di Washington DC, Joey akan main di salah satu jazz club terbaik di sana. Bisa cerita soal ini?

Oh, maksudnya yang di Blues Alley, ya? Iya, saya dijadwal main di sana 3 hari. Blues Alley itu salah satu (klub jazz) yang tua, legendaris di DC. Dan itu akan pertama kali saya main di sana.

Kapan rencananya?

September. Mulai 10 September sampai 12. Tapi sebelum jadwal DC (Washington DC --Red), saya akan main di tour jazz festival, setelah itu baru di DC tiga hari dari 10-12 September.

Joey main dengan siapa?

Saya main trio (Joey Alexander Trio terdiri atas Joey, bassist Larry Grenadier dan drummer Kendrick Scott --Red). Cuma teman saya beruntungnya dia dari DC, pemain bass, sering main sama saya. Jadi serulah. Oh ya, teman Ibu itu saya kenal nggak ya?

Rasanya belum. Dia wartawan The New York Times, pernah datang ke Indonesia 5 tahun lalu. Kami remain in touch. Dia penggemar Joey!

Oh gitu. Iya... terima kasih. Saya senang sih mau main di DC, dan bersyukur banget ada kesempatan dari Blues Alley yang bisa kasih kesempatan saya bermain. Tapi nggak ada penonton, tetap.

Karena masih Corona ya?

Iya, this is how it is now.

Rencananya Joey akan bawakan lagu di album baru, "Warna", atau lagu lain?

Oh, for sure, music from this new album, "Warna". And sometimes I'd like to put some standards, but mostly, primarily more (of) my original composition. I want to share more (of) my original works.

Soal album baru "Warna", kenapa namanya "Warna" (bahasa Indonesia), padahal kan untuk audiens di US? Ada pertimbangan khusus?

Well, first, this ablum "Warna" is about my journey. Perjalanan saya sama musisi yang berbeda. Dan saya cuma bisa bilang tentang... my experiences main sama musisi lain. Setiap musisi yang bermain sama saya itu berikan true color-nya mereka. Itu adalah their personality; mereka punya style, sound, yang menurut saya itu menunjukkan true color, their true color.

Itu saya rasakan setiap saya bermain sama mereka. Ya, saya bersyukur bisa bermain sama musisi yang the best musician di dunia ini, jazz.

Can you name those musicians?

Oh yes, of course. Saya undang drummer Kendrick Scott, dia sendiri juga band leader. Dan yang main bass itu, he was also in my first two albums by the name of Larry Grenadier. I also invited two guests on percussions, Luisito Quintero and flautist Anne Drummond.

In this album I also want to incorporate different sounds. Sounds that I haven’t tried before, instruments that I haven’t played before. So it’s something... it’s new experience for me, and I am so happy to also share my original works.

And I’ve been composing since previous album “Eclipse”, so I wanna extend from “Eclipse” to now “Warna”.

Did you compose all songs in the album?

Yeah... there is one cover which is song by Sting’s 1988 hit ‘Fragile’, and one classic standard by iconic saxophonist Joe Henderson 'Inner Urge'.

Where did you get inspiration to compose songs?

Well, to be honest, most of my inspiration came when I play with musicians, like trio mostly (trionya Joe Alexander --Red); the spirit to interact with musicians I play with, it’s inspiring.

But here at home I also try to compose more music, especially when there is no show coming, at least for now. There is a lot of time to create and reflect yourself as a person too, not only as musician.

Pianis jazz belia, Joey Alexander. [Suara.com / Rin Hindryati / video screenshot]
Pianis jazz belia, Joey Alexander. [Suara.com / Rin Hindryati / video screenshot]

How is the response from US audience about your new album?

So far it has been very...

Positive?

Yeah, very well. Everywhere I go, people really are excited to hear the music. I am really thankful to the radio stations who play my music so far during this pandemic. And I am very grateful for people out there who value it. I hope this album will bring hope, some sort of life for people.

Is the album also distributed in Indonesia? I haven’t seen it.

Oh, really? I think it should be there. Now people buy it from i-Tune. It’s all digital and streaming via Youtube, Spotify. I’ve emailed you the new video on Youtube. You can check.

There is no Indonesian jazz musician in your latest album?

Oh, no, mostly people based from here (AS --Red).

It seems, at least to me, that you rarely collaborate with Indonesian jazz musician. Is there any special reason, or maybe it’s too difficult to find one?

Oh, there are a lot of incredible young musicians back home (Indonesia), a lot to me that I don’t want to miss any of them... when I visited or I got a chance to come to Indonesia, always been invited to play with me as special guest.

When was your last visit to Indonesia?

My last visit was when I was invited to play at Asian Games. Terakhir saya diundang main solo. Itu kedatangan terakhir. Saya merasa terhormat bisa diundang ya... kebanggaan juga Indonesia menjadi host Asian Games. Itu salah satu yang besar, dan saya bersyukur banget bisa terlibat di acara itu.

Iya, kami lihat pas Joey main. Keren banget.

Terima kasih.

Kalau sekolah Joey, bagaimana? Apakah masuk sekolah musik atau umum?

Kalau tanya saya soal sekolah musik, ya, sekolah musik saya di panggung, haha... Kalau sekolah, ya tetap saya sekolah, online school. Sudah beberapa tahun ini saya home-schooling.

Joey sudah merilis berapa album ya?

OK. Jadi album saya sudah... studio album saya ada 4. Cuma ada (juga) recording one live album; event-nya itu di Lincoln Center’s Appel Room di New York City. Saya mainkan lagu-lagu (dari) salah satu inspirasi saya, Thelonious Monk. Jadi, total album lima.

Apa beda album “Warna” dengan album sebelumnya?

Iya, yang tadi sudah saya mention, saya lebih mau ini sebagai showcase saya sebagai young composer. Dan saya juga mau share... nggak selalu gampang sebagai musisi yang muda di jazz untuk membawakan komposisi yang mungkin nggak semua bisa, mungkin bahasa Inggrisnya, digest.

Saya akan terus berkreasi, to play and compose... Saya harap komposisi saya bisa meng-inspire orang, semoga, dan album ini "Warna" dan juga musisi yang sudah saya undang di album ini.

Saya putar ulang tayangan saat Joey main solo di panggung Grammy beberapa waktu lalu. Itu sungguh membanggakan. Tolong ceritakan gimana perasaan Joey saat itu?

Ya. It’s beyond words. Tapi saya bisa bilang itu salah satu kesempatan yang saya tidak akan lupakan. Dan itu merupakan salah satu, menurut saya, itu kayak audisi saya untuk share my talent, and I’m thankful to God bisa dapat that chance to share.

Dan saya main dua kali di Grammy Awards. Sebelumnya nggak di-broadcast di TV, tapi saya main sama trio, dan habis itu yang di-broadcast saya main sendiri. Saya main lagu sendiri dari album ke-2 saya “Countdown”, lagu saya yang saya mainkan di situ berjudul ‘City Light’. Saya cuma diberi waktu nggak banyak. Cuma main lagu ini aja. Biasanya kan kalo jazz harus ada solonya, cuma saya nggak ada kesempatan. Jadi ya, saya ya harus berikan apa yang saya punya. Dari menitnya nggak terlalu banyak, tapi saya tetap appreciate kesempatan itu bisa bermain.

Iya, itu membanggakan sekali, Joey. Saat itu kan usianya masih 12 tahun ya? Pas di panggung, nervous nggak ya?

Iya. Saya sampai sekarang juga kalau main ada penonton, ya, itu ada normal reaction, ada nervousness. Itu bikin kita lebih aware ya. Menurut saya sih, yang penting harus prepared untuk diri sendiri, nggak cuma musik, dan juga, ya berdoa. Yang penting bersyukur ada kesempatan, so kita berikan yang terbaik. Ya, saya berharap selalu saya berikan yang terbaik, walaupun saya main di Grammy atau saya main di White House (pada 2016 Joey Alexander bermain dengan Wayne Shorter dan Esperanza Spalding di acara International Jazz Day di Gedung Putih di Washington DC di depan Presiden Obama, Ibu Negara dan tamu-tamu terhormat lain --Red).

Ya, itu menurut saya kesempatan yang nggak semua orang dapat. It’s not something you take it for granted.

Talking about practicing, are you playing piano everyday, like the whole day?

Well, never all day; something... it’s good to set away from instruments, so you don’t make it... not a routine to me. It’s more like feeling; if you want to play, you play. When I feel good about myself, when you wanna work on, then I play.

So it depends on your mood?

Yeah... but I do try to practice, not too long, but everyday.

Joey ada guru untuk sharpening skills, or do it by yourself?

Saya dari awal selalu dibimbing sama ayah saya. He really directs me into music and who is so gifted... Well, both of my parents saw something in me. I feel was shared his gift, given in me. And yes, to always work on it, not only practicing, but when I play with other people that’s how I practice everything; how to connect with other musicians, and also I feel like how I play myself as a person. I like (to) carry myself with confidence. So it’s more than just playing, it’s also the ability in appreciating others around you; appreciate peole who you become.

It seems to me that your parents have a great influence in you. Could you tell us about your parents?

Well... back in Bali. My parents have tourist business.

They are running a hotel or something?

Oh, just inviting guests from everywhere.

Like sort of travel agent?

Ya, there you go... But before that, my dad plays music, especially at church. My dad used to play guitar at church. He is very good in playing guitar, but my dad decided not to play anymore.

Why? Because you've replaced him?

Ya... that’s what I heard. When I started playing, my dad think, it took time to... I won’t say teach, but (to) share with me the insight about the music. And also I think, my parent will take me to live music, which I know it’s harder now with all these going on.

Your parents both are jazz lovers, yes? How was it influence you in jazz?

Ya, I would say music was always in the house. My dad would play the music that... not only jazz, but from R & B to classical, gospel music. We love being in church, singing hymne that plays very important role in me, spritually and as person; also some rock music.

Are you the only child at home?

I do have an older brother, much older.

How old?

He is 20s. He got married few years ago.

Back home, you learnt about different kinds of music, but then you choose jazz. Why?

That is a fantastic question. I wanted to say it is the beauty to communicate and play the music. Music of the moment... everthing that I play or whatever I decided to play is in that moment. So it’s not (about) right or wrong, but it’s personal expression.

Jazz is also about freedom, correct? You can improvise, so there is no such rule?

Yes, that’s what everybody says. I mean, you have to know how to listen. In that freedom, you have to know how to listen to others, what they are playing in certain ways, the rythms, like swing of those elements. So many elements with jazz. You have to learn those rythm and how to work together as a group. So it’s really important when you start in jazz, definitely listening part is very important. You have to have open ears.

So I think that’s really imortant to start playing jazz. (And) I always try to be good listeners.

Di jazz, pas nge-jam, ada kesulitan?

Pertama saya mau bilang nggak sulit... Cuma perkenalannya aja sih. Kaya baru pertama ketemu, tapi pas kita main udah lupa gitu, haha... Maksudnya, kita di mana nih, berapa bar nih kita main.

Sometimes kita bisa... we can get lost. But there comes a time when we find our way back home. That’s the real part of jazz.

Does it always work that way?

It doesn’t always work, and when it happens, ya... I learnt from it, and next time when I played with different musicians, I will try to make sure that I’m together with them. It’s important to be together for sure, especially (in) jam sessions.

I don’t know what song they gonna play. They want to play song that I don’t know, and that’s how I really practice my intuition; my understanding of every song is different. Some songs are... versi jazz kan banyak: ada blues, ada latin, ada tempo yang cepat, tempo fast.

Jadi harus adapt (to) different style gitu. Dan saya belajar itu, ya waktu saya main.

Saya banyak diajar main sama musisi, namanya Benny Likumahuwa, yang sudah meninggal (wafat pada Selasa 9 Juni 2020 di usia 73 tahun --Red). Setiap kali saya main sama Opa Benny, itu selalu kaya ada surprised. Saya belajar banyak sama Opa Benny, nggak cuma cara main tapi juga cara (ketika) nggak tahu mau ke mana... Jadi saya ngikutin apa arahnya musisi yang lain mau main; jadi saya go with the flow, I would say.

What do you think about Benny Likumahuwa? Seperti apa sosoknya yang Joey kenal?

Wah... Salah satu, ya, banyak sih musisi yang hebat kita punya di Indonesia, tapi Opa Benny Likumahua salah satu yang kasih kesempatan saya, dan dia selalu percaya apa yang kita miliki (itu adalah) gift itu dari Tuhan. It's something yang, ya... Opa Benny itu orangnya juga very spiritual, some peole would know. And he is full of joy to be with, and of course he happens to have incredible son, Berry Likumahuwa (bassist berbakat dengan aliran funk jazz --Red).

What do you think about other jazz musicians, like maybe Bubi Chen, Jack Lesmana, Bill Saragih?

Ya... I have never met any of those people. I think the music scene is growing, ada jazz festival which I think is really amazing. I hope it will grow and more people will play jazz especially... Saya selalu ter-inspired lihat kalau kita ngomongin tadi, late Benny Likumahuwa, untuk selalu... saya belajar dari Opa Benny itu ada selalu, (soal) menghargai orang yang... Ya, saya ingat waktu itu saya datang ke gig (istilah slang untuk live musical performance --Red). Waktu Opa Benny main, ya, orang nggak begitu peduli musiknya. Opa Benny main itu kan... yang kita mainin ini kan instrumental musik.

Jadi, audiens kurang memperhatikan... karena berat barangkali?

Iya. Cuma tetap saya appreciate dan salut sama Opa Benny. Dia tetap...

Serius?

Iya, serius; tetap skill-nya dia tampilkan, dan profesionalismenya.

Why do you think jazz di Indonesia kurang berkembang?

Kalau menurut saya sih enggak ya. Menurut saya, ya... saya tahu lagi keadaan gini nggak banyak acara musik. Cuma saya berharap ini akan berakhir, dan I think, kita udah banyak talented mucisians di Indonesia. Ya, saya berharap ini bisa lebih berkembang.

Soalnya kalau ada konser jazz atau album jazz baru dirilis, sambutannya tidak sebesar genre musik yang lain.

Tapi menurut saya, jazz itu unik, karena musisi jazz itu bisa... we have the ability not only to have the freedom, but also to be open to other music genre that is not only jazz. We have seen many collaborations.

Saya sendiri pernah kolaborasi sama country singer, namanya Kalsea Ballerini (penyanyi pop dan penulis lagu country Amerika --Red). Saya juga diundang di Country Music Awards; mereka hadirin ada Christmas show, saya main di depan audiens yang bukan... mungkin mereka nggak pernah lihat seorang berimprovisasi (main musik).

Responnya bagus?

Bagus. Mereka juga pengen tahu sih, apa jazz bisa dimasukin sama country. Beda gitu. Karena jazz is open to new ways of possibility. Ini yang menurut saya, well, I think in the world mostly. Ya, saya tahu jazz bukan pop benar; kita juga nggak mainstream. Cuma, jazz always has the ability. Menurut saya kita bisa kolaborasi sama orang yang berbeda-beda. Itu kemampuan yang luar biasa buat saya.

Di Indonesia bisa di-mixed dengan genre yang lain supaya lebih accepted by public, begitu?

Iya... I mean, that’s the way. Cuma menurut saya, ada juga... I think kita harus tetap belajar roots-nya, apa jazz itu. Dan saya nggak ngomong style. Saya ngomong lagu-lagu yang tua, jazz yang old style itu, yang nggak penting. Itu artis yang harus tahu.

Tapi saya tidak akan masalahin siapa artis yang harus belajar. Cuma saya mau bilang (bahwa) itu penting juga sih.

Di Indonesia saat Java Jazz Festival, Joey main berapa kali?

Ya, saya waktu baru mulai main di Jakarta pernah diundang, dan salah satunya di festival itu. Saya diundang main sama Opa Benny.

Di panggung yang sama?

Iya, saya di panggung special guest, waktu itu Opa Benny main "Tribute to Bubi Chen".

Acara itu dikenal lebih nge-pop. Apa pendapat Joey?

Banyakan sih targetnya lebih ke... saya kurang tahu sih. Cuma pasti ya, orang kan ingin dengar yang mainstream juga kan. Itu udah pasti, mau di mana aja, di US juga sama. Selain itu, saya juga diundang main di Prambanan Jazz Festival. Semoga selanjutnya bisa terjadi.

Siapa musisi jazz idola Joey?

Saya bisa bilang, inspirasi saya banyak. Saya nggak bisa bilang satu atau dua. Tapi seperti saya mention sebelummya, (untuk) improvisasi musisi genre yang lain, saya bisa bilang dari artis pop, classical, gospel.

Pemain jazz terbaik menurut Joey siapa?

That’s not one person... Nobody is the best represents of the artist, I think. Each individual is different and special in their own way. Every musician I play with, they are all special. So that’s why it brings their true color, something remarkable.

Belajar dari pengalaman Joey, jika seseorang tertarik untuk belajar jazz, apakah harus mendengarkan dulu musik-musik jazz standar, seperti Duke Ellington, Sarah Vaughan, Ella Fitzgerald, Louis Armstrong, misalnya?

Ya, bisa mulai dari mana aja sih.

Wajib mendengarkan jazz standar?

Bisa juga artis yang selain Duke Ellington dan semua musisi yang disebut itu. Saya justru pertama banyak mendengarkan penyanyi kayak Nat King Cole, Elle Fitzegrald, Louis Armstrong. Ada recording itu juga bagus... Louis Armstrong yang sama Elle Fitzgerald. Itu salah satu yang bagus kalau mau nikmatin jazz juga.

OK, not even playing, just listen to this or Miles Davis; (they're) different from others, something that always inspired (you) to do. I think you can start from anywhere.

Tapi perlu juga mendengarkan ya?

Iya, untuk knowledge dan juga menyelami. Enggak harus main dulu sih. Yang penting dengar; kalau suka main, kalo enggak ya bisa cari yang lain.

Jadi semacam panggilan juga ya? Nggak semua orang kemudian terpanggil dan tertarik untuk mempelajari jazz seperti Joey?

Iya, yang tadi Mbak Rin bilang itu benar. Itu panggilan. Saya benar-benar percaya itu adalah panggilan, dari... ya, pertama dari Tuhan; dan juga untuk bisa berbagi kan untuk orang lain.

Saya berharap dari recording yang saya sudah share, album "Warna" ini bisa memberikan harapan.

Kita musisi kan cuma kasih pengharapan dan untuk orang menikmatinya. Dan kita selalu berdoa setiap sebelum kita main, kita berdoa apa yang kita mainkan itu sungguh-sungguh dari hati. Itu paling penting.

Apakah Joey berencana tinggal selamanya di AS dan berkarier di sana? Atau kembali ke Indonesia?

Saya kalau mau berkarier, ya, saat ini pun saya sudah diundang main di mana-mana ya ke Eropa, Asia. Jadi di mana saya diminta main, saya akan bermain di sana. Di mana saya diminta, musik saya akan bawa saya ke sana. Itu adalah berkat banget bagi musisi.

Akan tinggal di US for good?

Ya...

Saya rasa lingkungan di sana lebih mendukung untuk karier Joey ya?

Audience, so far, ya, very responsive. Puji Tuhan, positif. Tapi yang tadi Mbak Rin bilang mendukung di sini (US), ya... di sini, it’s a lot of tension, very competitive.

It is good environment, isn’t it... untuk mengasah kemampuan?

For the better, for the worst... I think in my case, itu memacu saya untuk bisa lebih baik sebagai musisi dan tetap maju. Ya, saya bisa bilang itu aja sih.

Lima tahun saya di US, dan iya, nggak mudah sebagai musisi muda di jazz untuk diterima.

Apa tantangan terbesarnya, berkarier di US?

Menurut saya sih, saya melihat itu bukan tantangan, tapi itu adalah menurut saya itu. Saya bisa bilang itu... something to always look forward to share my music.

At the end, it's for the people. Musicians, we play for people. So, I try not to think about it.

Tapi saya coba menghadapinya dengan positive thinking, dan juga... yang penting ada lingkungannya bener, nggak cuma musicians, tapi juga timnya yang support saya, ada label, agent, manajer saya juga. Beruntung saya juga ada dukungan dari orangtua yang sangat support saya sampai sekarang untuk musik saya.

Dan juga audience yang udah mau dengerin musik saya. It’s something to be thankful for.

Pianis jazz muda asal Indonesia, Joey Alexander. [Suara.com / Rin Hindryati / video screenshot]
Pianis jazz muda asal Indonesia, Joey Alexander. [Suara.com / Rin Hindryati / video screenshot]

Joey saya perhatikan kalo pas main piano itu rileks banget. Apa tipsnya?

Iya, semuanya sama, kita semua kerja keras. Kita coba selalu prepare ourselves when opportunity comes. Even now when there is no show, but I alwyas try to prepare myself. So when opportunity comes, I will be ready.

Sudah berapa kali melakukan virtual concert selama pandemi?

Yeah... I have done some. I’ve been invited from venue in New York City. Ini juga salah satu legendaris, namanya Blue Note (klub jazz bergengsi dan disegani para musisi dan pecinta jazz dunia --Red). Saya main sendiri, main live streaming, dan itu menurut saya something.

Saya coba udah banyak main. Kita semua sekarang kan main lewat social media coba. Sampai saya coba take a break, karena mau lebih... mau fokus gimana bisa memperbaiki saya sebagai composer; juga improvisasi.

Yeah, it’s a great platform to share music sekarang kan, social media.

Pasti ada perbedaan ya, main secara virtual concert and with audience?

Itu udah pasti berbeda. Nggak ada transfer energy. Apa yang kita mainkan, nggak ada respons. Jadi udah pasti beda.

Ya, saya berharap semoga venue akan mulai buka. Kita nggak tahu kapan ini berakhir. Yang kita bisa: berdoa, sabar, dan tetap kuat, harus benar-benar mendukung satu dan lain. Lewat social media juga penting sih untuk share.

Tapi semoga live performance will come back, I hope real soon.

Yang di DC itu nanti juga virtual? Yang September ini?

Iya, still virtual.

Nggak ada audiens?

Nggak ada; 3 hari saya akan bermain. Ya, saya nggak tahu gimana tuh.

My friend told me it seems you would perform live. But it’s not the case ya?

So far, I’ve been hearing mostly it’s all virtual.

Nah, kalau penyanyi jazz perempuan, siapa referensi Joey? Misalnya apakah Billie Holiday, Sarah Vaughan, Ermy Kulit, Margie Segers?

Oh Margie, kenal, kenal saya. Saya pernah diajak main sama Mbak Margie. Saya rasa ya, (dia) itu salah satu tokoh penting di jazz. Yang muda juga... Wah, kalau mau dinamai sih banyak ya.

Kalo Mbak Margie sendiri, hebat ya?

Oh... luar biasa, trully a master. Especially scat singing-nya (istilah untuk improvisasi yang dilakukan penyanyi jazz di mana suara digunakan untuk meniru suara instrumen --Red). Wah, keren deh! One of the best.

Saat nge-jam, bagaimana cara Joey communicate with other musicians, (untuk) membangun chemistry biar pas?

Kalau chemistry, easy. Satu hal, kalau main sama penyanyi itu, harus bisa mendengar, karena kuncinya bisa berubah-ubah.

Saya pertama nggak jago iringi penyanyi. Saya diajak sama Tante Margie untuk main, waktu itu saya main 1 lagu deh, nggak ingat main lagu apa.

Lebih sulitkah, karena kunci yang berubah-ubah?

Ya, itu adalah something that... bisa belajar lewat experience yang saya mention tadi. So far, saya belajar musik ini dengan cara main dengan orang seperti Margie Segers, Benny Likumahuwa, sama Berry. Oh ya, salah satu musisi yang lupa mention, saya juga (pernah) diajak main sama Tompi.

Most of the time Joey main sendiri? Bukan iringi penyanyi?

Iya, banyakan saya. Mostly trio, instrument. Tapi ada special project saya diundang main like Kelsen Ballerini (penyanyi pop dan penulis lagu country AS --Red). Jadi ya, ada project yang saya mau ambil untuk experience saya, untuk bikin perbaikan saya sebagai musisi, to try different things. Saya juga pernah main untuk big band at Lincoln Center. Saya main dengan Wynton Marsalis, iconic trumpet player musician (Wynton Marsalis mengundang Joey untuk bermain jazz pada 2014 --Red). Jadi saya selalu terbuka untuk mencoba format yang lain.

Saran saya sih untuk young musician, untuk mencoba format yang berbeda-beda. Coba nggak cuma satu format, jadi bisa belajar dari beberapa format. Itu sih experience saya. Saya berharap, maybe we can get experience playing with different people, different format.

Pianis jazz Indonesia yang jadi favorit Joey, siapa? Mungkin Bubi Chen?

Ya, saya belum ada kesempatan untuk ketemu sama Om Bubi. Cuma ya, mungkin yang tadi saya bilang, kita banyak musisi yang luar biasa.

Tapi salah satu menurut saya, musisi yang senior, ia adalah musisi yang menurut saya one of the best. Cuma saya ada kesempatan juga untuk mengenal Mas Indra. Itu salah satu tokoh yang penting, dan senior di jazz.

Pernah ketemu?

Iya, beberapa kali. Saya selalu ke... dulu Mas Indra ada tempat klub, Red White Jazz Lounge (klub jazz di bilangan Kemang, Jakarta, yang dibangun Indra sebagai tempat berinteraksi musisi jazz, dari kelas maestro hingga pemula --Red). Main musiknya di sana, karena saya waktu di Jakarta kesempatannya nggak terlalu banyak, besides diajar main sama Pak Benny.

Indra Lesmana mulai dari kecil juga seperti Joey ya, meski karier mas kecilnya tidak seperti Joey.

Iya. Tapi menurut saya, ia sosok yang penting. Saya juga nggak ada kesempatan untuk... saya kan dulu nggak sempat les sih. Cuma saya sempat spent time sama musisi bernama Nita Aartsen.

By the way, Mbak Nita sempat jadi kaya guru saya sih. Saya sempat disekolahin; nggak lama sih, sekolah di Farabi. Jadi, saya, gurunya Mbak Nita. I had really good time. She is an excellent teacher. I really enjoyed learning from her. Jadi saya banyak belajar, berlatih... Setiap musisi yang saya (dapat kesempatan) belajar sih, semuanya punya different style, dan each (one) of them is special.

Pertanyaan terakhir saya, karena sudah larut juga ya di New York, apa rencana Joey, dalam katakanlah, in 25 years?

Saya mengalami this current situation. Kita semua nggak tahu apa yang akan terjadi dalam bulan-bulan ini, or even in years. Kita cuma bisa berharap musisi bisa diundang lagi, balik untuk main. Mungkin juga ada vaksin akhir tahun ini, atau lebih cepat, untuk orang bisa kembali semangat. I know it’s easy for me to say, but I would say tetap semangat dan selalu tetap maju. Selalu terus positif, benar-benar sabar, karena apa (masalah) yang kita hadapi akan berakhir.

Joey akan tetap terus di jalur ini, sebagai musisi jazz? Sudah mantap ya Joey?

I can only say, music choose me. It’s calling for me. And I have to answer that call, to get out, and to share with people.

It’s something that keeps on giving... Jadi bagi saya, itu seperti responsibility, tanggung jawab untuk bekerja dan juga enjoy. Berproses, karena menurut musik itu bekerja adalah fun.

It’s always fun bagi saya untuk musisi itu ada, selalu enjoy, apa (pun) kesempatan yang ada karena keadaan begini.

Music can bring people together. That’s why I hope from the music I share from "Warna", I hope the music could bring people closer together. It’s a powerful thing.

Baik, terima kasih Joey untuk waktunya. Sukses terus.

Terima kasih. Semoga bisa kita ketemu face-to-face.

Kontributor : Rin Hindryati

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI