Irdika Mansur: Food Estate, Potensi Besar Revitalisasi Lahan Bekas Tambang

Selasa, 28 Juli 2020 | 15:12 WIB
Irdika Mansur: Food Estate, Potensi Besar Revitalisasi Lahan Bekas Tambang
Ilustrasi wawancara eksklusif. Dr Irdika Mansur, Direktur SEAMEO Biotrop. [Suara.com / Rin Hindryati / video captured]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Irdika Mansur, doktor lulusan University of Kent, Inggris, ini sudah 25 tahun berkutat mencari solusi bagaimana menjadikan lahan bekas tambang bukan hanya hijau kembali, tetapi juga lebih produktif dan memiliki nilai ekonomi tinggi. Hasil inovasinya kini telah diterapkan di sejumlah perusahaan tambang dan terbukti berhasil.

"Lahan pascatambang itu sekarang no more cost center. Mudah-mudahan one day, itu jadi revenue juga bagi government," kata pria kelahiran Manokwari ini.

Menurut dosen Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) ini, sayang jika lubang-lubang bekas tambang hanya ditutup, kemudian ditanam dengan pohon-pohon yang baru bisa dipanen 30 atau 100 tahun kemudian.

Reklamasi itu seharusnya juga mempunyai nilai investasi. Jadi, meski pekerjaan ini dilakukan perusahaan tambang, tapi ia harus menjadi investasi bagi negara; demikian menurut Irdika. Terbukti, berdasarkan pengalamannya selama ini, lahan pascatambang sudah bisa dihijaukan kembali, dikembangkan menjadi peternakan secara silvopastura, sentra tanaman pangan, bahkan sebagai usaha perikanan pada lubang-lubang bekas tambang.

Baca Juga: Menteri LHK Dukung Pemprov Babel Rehabilitasi Lahan Kritis Bekas Tambang

Menurut Irdika, inilah waktu yang tepat untuk mewujudkannya. Kenapa? Karena di tengah pandemi seperti saat ini, kemungkinan kita akan menghadapi masalah pangan. "Nah, lahan pascatambang berpotensi untuk mendukung itu," tuturnya.

Berikut wawancara eksklusif Rin Hindryati dengan Dr. Irdika Mansur via aplikasi Zoom, baru-baru ini. Percakapan yang berlangsung selama sejam lebih ini juga menampilkan slide presentasi lengkap dengan foto-fotonya.

Bagaimana awalnya Anda melakukan penelitian untuk merevitalisasi lahan bekas tambang?

Waktu itu tahun 1994, saya baru kembali dari (menyelesaikan studi) S2 di Selandia Baru. Kemudian pada 1995, ada perusahaan tambang, PT KPC (Kaltim Prima Coal, pertambangan batubara yang berlokasi di Sangatta, Kalimantan Timur --Red) berkunjung ke Fakultas Kehutanan, bertemu dengan senior saya. Mereka meminta bantuan, kira-kira bagaimana caranya mereklamasi lahan pascatambang. Lalu beliau, senior saya, berangkat ke KPC, Sangatta. Saya pun diajak.

Pada waktu itu ada masalah. Biasanya perusahaan setelah lahannya ditata, kemudian disebarkan tanahnya untuk media tanam. Masalahnya, tanahnya di sana sudah sangat berkurang, jadi dikhawatirkan nanti tidak cukup. Jadi, kita harus melakukan eksperimen. Kalau misalnya tanahnya hanya tipis, hanya 25 cm, 30 cm, 50 cm, 1 meter, kira-kira seperti apa. Senior saya, Doktor Riyadi Setyadi, karena beliau orang ekologi, maka pendekatannya dengan (menanam) jenis tanaman lokal. Maka ditanamlah jenis lokal itu.

Baca Juga: EKSKLUSIF: Cerita Irdika Mansur Revitalisasi Lahan Bekas Tambang (Part-1)

Lalu pada 1996, saya harus berangkat ke Inggris untuk menyelesaikan studi doktor, jadi hasilnya sebenarnya saya tidak tahu. Tapi belakangan setelah saya pulang, saya tanya, ya memang ada keberhasilan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI