Heri Andreas, Ahli ITB: Jutaan Hektar Wilayah Pesisir Indonesia Bisa Hilang

Kamis, 02 Juli 2020 | 07:05 WIB
Heri Andreas, Ahli ITB: Jutaan Hektar Wilayah Pesisir Indonesia Bisa Hilang
Ahli Geodesi ITB, Heri Andreas. [Suara.com / Rin Hindryati]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Sampai sekarang masih belum. Saya terakhir dipaksa, dan itu akhirnya menerima 2 tahun karena urusannya nanti harus ada record. Masak peneliti tidak pernah mendapat dana dari pemerintah. Nanti akan susah untuk kenaikan jabatan. Ada kum. Kalau saya tidak pernah mendapatkan dana penelitian, nggak akan pernah jadi profesor. Akhirnya, ya sudah, saya menerima 2 tahun lah, kalo nggak salah. Habis itu saya nggak lagi. Waktu itu saya hanya ingin ada catatan saja, bahwa saya pernah meneliti dengan menggunakan dana Dikti. Karena masih ingin mempertahankan objektivitas.

Menurut saya, sebenarnya kalau kita wajib meneliti, kita wajib didanai. Ketika ada teman-teman saya tidak didanai dan saya didanai karena proposal saya lebih bagus, itu sebenarnya buat saya bukan sistem yang bagus. Harusnya kan semuanya didanai. Okelah, yang proposalnya lebih bagus, dia dananya lebih tapi. Jadi minimal ada dana minimum bahwa semua peneliti itu didanai. Tetapi ya, tidak mungkin untuk saat ini karena keterbatasan anggaran.

Nah, dari situ saya pikir, "Ya sudah deh, silakan teman-teman aja yang dapat anggaran, saya cari cara lain lewat 'pesugihan' mungkin." Hahaha...

Kembali ke skenario terburuk yang bisa terjadi di pesisir pantai Nusantara, seberapa optimis/pesimis itu bakal terjadi?

Baca Juga: Bukan Utara dan Barat, Ini Wilayah Terbanyak Banjir di Jakarta

Kalau saya optimis bahwa model yang saya buat itu tidak akan terjadi. Jadi, saya optimis itu hanya skenario the worst case. Karena apa? Karena bangsa kita itu terus belajar. Mungkin sekarang masih perlahan-lahan, masih tertatih-tatih, tetapi saya yakin 10 tahun dari sekarang itu sudah lebih bagus. Sehingga mencegah 20-30 tahun dari sekarang. itu sudah bisa. Saya punya keyakinan seperti itu. Meskipun kalau lihat kondisi sekarang, ya itu, harap-harap cemas. Tapi ya, Insyaallah-lah.

Sebenarnya kondisi di Pekalongan itu kan makin tahun semakin buruk, apa Mas Heri tidak khawatir kalau penanganannya lambat?

Iya, termasuk hari ini. Saya sedikit sedih sebenarnya ketika ikutan diskusi, aduh, kok jalannya masih terlalu pelan. Tetapi kembali lagi, bahwa kita punya kemampuan untuk belajar. Jadi mungkin harus lebih sabar lagi. Tetap saya masih optimis bahwa Pekalongan sendiri pun sekarang kalau hujan, banjir, rob juga banjir, tapi pasti masih bisa kita atasi.

Ada satu hal yang menarik lagi sebenarnya, yang menambah optimisme bahwa orang-orang kita, Bangsa Indonesia, itu tingkat legowonya, tingkat kepasrahannya tinggi. Ketika sudah kena banjir rob dan datang tiap hari, mereka harus tidur dengan alas lantai basah karena kebanjiran, yang penting alas tidurnya masih kering, ya, tapi tetap saja masih bisa bersyukur, masih happy. Ini tentunya menambah optimisme kita.

Kalau di luar negeri (itu) sudah chaos, udah demo sana-sini. Tapi kalau kita lihat temen-temen di Pekalongan, ya begitu. Lah, tambaknya hilang saja masih tenang. Padahal sebenarnya kalau kita teliti lebih lanjut, ada peran pemerintahnya yang menyebabkan kawasan tambak itu hilang. Karena tanggulnya dibangun lebih ke selatan, dan yang utara-nya itu dibiarkan tenggelam aja ke dalam laut. Tapi (mereka) masih menerima, ya sudahlah nggak apa-apa.

Baca Juga: Cerita Riswanto Warga Pluit yang Motor dan Perabotannya Teredam Banjir Rob

Tapi sikap pasrah itu bukannya membahayakan?

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI