Menurut saya sih, ya memang, asumsi RUU ini sekuler dan ateistis berangkat dari Pasal 7 atau berapa, saya lupa, yang menyatakan sendi pokok Pancasila adalah keadilan sosial itu. Itu mereka berangkat dari situ. Kenapa? Karena menurut mereka sendi pokok Pancasila adalah ketuhanan, bukan keadilan.
Nah menurut saya, dua pandangan ini sama-sama ekstremnya. Baik yang menyatakan sendi pokok Pancasila adalah keadilan sosial di ekstrem yang lain, dan yang mengatakan sendi pokok Pancasila adalah ketuhanan juga di ekstrem yang lain. Kenapa? Karena sendi pokok Pancasila itu berada di titik tengah, antara ketuhanan dan keadilan sosial. Jadi cara membaca Pancasila itu tidak bisa dari satu nilai saja. Kebangsaan saja, kerakyatan saja, itu nggak bisa.
Jadi sila keadilan itu tidak bisa sendiri, karena itu adalah perintah Tuhan. Begitu juga sebaliknya, sila ketuhanan itu tidak bisa terlepas dari nilai-nilai di bawahnya. Di dalam alat pikir Pancasila, pengamalan nilai ketuhanan Pancasila itu demi apa? Ya, demi kemanusiaan, demi kenegaraan, demi keadilan sosial. Jadi kalau kita tawarkan satu istilah, sendi pokok Pancasila itu bisa "ketuhanan yang berkeadilan". Nilai ketuhanan yang berkeadilan sosial, itulah sendi pokok Pancasila. Di sini kita terbebas dari titik sekularitas dan titik formalitas keagamaan.
Tuduhan bahwa RUU ini sekuler dan ateistis tidak tepat. Jadi, Bung Karno menempatkan ketuhanan itu sebagai akar, sebagai dasar. Jadi kenapa Soekarno menempatkan ketuhanan sebagai sila kelima, karena ketuhanan sebagai akar, sebagai dasar sila-sila di atasnya. Saya sepakat sendi-sendi pokok Pancasila ini perlu direvisi.
Baca Juga: RUU HIP Dinilai Ngetes Umat, Politikus PKS: Reaksi Ustaz Abdul Somad Wajar
Lantas, apa yang harus diperbaiki dari RUU ini?
Pertama, judul dari RUU itu harus diubah. Tidak lagi RUU Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP), tetapi RUU Pembinaan Haluan Ideologi Pancasila.