Wawancara Khusus Sevo Widodo, Warga Global Pendiri Silicon Bali

Rabu, 27 Mei 2020 | 07:01 WIB
Wawancara Khusus Sevo Widodo, Warga Global Pendiri Silicon Bali
Ilustrasi wawancara Sevo Widodo. [Foto: Instagram @sevowidodo / Olah gambar: Suara.com]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Baru-baru ini sosoknya muncul di segmen “Voice of Pandemic” yang disiarkan ulang beberapa kali di stasiun televisi kabel CNN International. Sevo Widodo, 24, adalah pendiri Silicon Bali, sebuah marketplace tempat orang mencari kerja sekaligus berkesempatan travelling di luar negeri.

Meski menyandang nama Bali, Silicon Bali ternyata didirikan di Brasil pada akhir 2018. Sevo sendiri saat ini tinggal di Lisbon, Portugal. Di usianya yang masih muda, pria kelahiran Jakarta ini sudah berpengalaman tinggal di 14 negara. "Saya pasti bakal pindah ke luar negeri lagi, karena ini yang saya suka," katanya dalam wawancara lewat aplikasi telekonferensi Zoom.

Sevo seolah mewakili potret orang-orang masa kini yang cenderung mengidentifikasi diri sebagai warga global. Tak banyak orang Indonesia seperti dirinya. Sebuah survei yang pernah dilakukan BBC World Service pada 2016 menunjukkan Indonesia memang memiliki perasaan warga negara global paling rendah.

Baca Juga: Agus Sudibyo: Negara Harus Hadir untuk Membantu Pers agar Tetap Hidup

Setelah beberapa kali janji wawancara dijadwal ulang karena kesibukannya, akhirnya Sevo bersedia bercakap dengan Rin Hindryati --kontributor lepas Suara.com-- selama 50 menit sembari meminta maaf jika nanti spontan menjawab dalam bahasa Inggris. "Soalnya udah lama di luar," katanya.

Berikut petikan wawancaranya:

Saat ini Anda tinggal di mana?

Aku sekarang tinggal di Lisbon, Portugal. Di sini udah sejak Juli lalu, dua bulan lagi genap setahun. Sebelumnya tinggal satu tahun di Brasil, di Rio de Janeiro. Lisbon itu negara ke-14 yang saya tinggali.

Bagaimana bisa masuk CNN?

Baca Juga: Wawancara Virtual, Selingkuhan Presenter Ini Tak Sengaja Nongol di Video

Ketemunya pas connection, pas saya ke Cambridge University di UK. Pada waktu itu ada kayak networking night di acara graduation ball gitu. Terus saya bertemu dengan salah satu orang yang end-up jadi jurnalis di CNN dan Financial Times, punya banyak connection di CNN Global. Dia suka konsep Silicon Bali karena jurnalis banyak tertarik dengan opportunity bisa travel.

Saya bahkan ketemu banyak jurnalis selama ini yang tujuannya mereka malah bilang pengen jadi jurnalis karena mereka pengen travel around the world. Saya juga punya teman jurnalis, goal-nya dia bukan kerja di kantor headquarter di New York atau London, tapi mereka malah ingin ditaruh di Middle East, Africa atau Southeast Asia, untuk meng-cover cerita-cerita itu.

Dari situ dia mulai excited, karena passion dia di situ. Tiba-tiba sejak Covid dikasih tahu kalau ada opportunity di sini dan bisa di-feature. Menurut saya, baguslah opportunity-nya.

(Wawancaranya) Shooting sama via Zoom seperti ini.

Tentang Silicon Bali, apakah didirikan di Bali, atau (itu) nama saja?

Nama aja, karena sebenarnya karena saya mau nyari nama startup yang sexy, bukan cuma nama-nama umum seperti startup lain. Karena saya mau brand-nya sexy di mana orang nganggep itu sebagai brand-brand fashion. Saya mau malah orang-orang pake merchandise kita, misalnya pake kaus bertulis Silicon Bali ke mall-mall. Saya mau jadi brand juga sehingga orang jika ke mall mau pakai kaos berlabel Silicon Bali dengan bangga. Jadi mau menjadikannya brand juga.

Dari situ saya mulai explore nama-nama yang menurut saya exciting dan merepresentasi brand itu sendiri. Ketemulah nama Silicon Bali. Lumayan mahal untuk beli namanya apalagi di domainnya. Karena tujuannya, nama Silicon Bali itu nge-combine Silicon Valley dan global destination like Bali; kebetulan line-nya sama.

Mengapa namanya Silicon Bali?

Jadi nama Silicon Bali bukan karena... Of course keren juga, karena dari Indonesia. Kita dari Indonesia jadi represent. Cuma mainly jujur aja karena pengen nge-combine dua konsep itu. Bali kan sekarang populer sebagai global destination orang liburan atau nomad. Sedangkan Silicon Valley, semua tahu itu tempat (di selatan Teluk San Fransisco di California Utara, Amerika Serikat --Red) tech company, opportunity top juga di dunia. Jadi saya meng-combine dua nama itu.

Pas saya beli, karena logaritma domain dilihat dari popularitas nama, bayangkan aja sekarang nama Bali udah salah satu paling populer di dunia, dan nama Silicon Valley juga sangat populer. Kalau kita combine dua-duanya, sudah luar biasa. Untung saya dapat option di mana saya bisa financing namanya.

Apa konsep Silicon Bali?

Silicon Bali itu platform untuk mencari work opportunities around the world, basically. Karena problem yang kita mau solved itu nyari opportunities di luar negeri yang bukan di negara kita sendiri. Itu susah.

Contah, Mbak atau saya orang Indonesia, tiba-tiba mimpi untuk kerja di Brasil, Afrika, atau Portugal. Kemana tuh saya nyari? Kaena kalau saya ke platform yang normal dan lokal di Portugal atau Brasil, bahasanya pasti bahasa lokal. Mayoritas opening-opening yang di sana adalah untuk orang lokal, bukan untuk orang luar negeri.

Apalagi kalau kita, sebagai anak muda, makin susah. Karena opportunity di luar yang dibuka itu untuk orang-orang yang lebih senior. Jadi saya mikir, gimana kita anak-anak muda nyari job opportunity.

Terus dari situ kita mulai lihat kompetitor, either mereka sebagai student organization di mana banyak birokrasi, dan, ya sudahlah kita mulai bikin ini. Konsepnya kaya Airbnb. Cuma kita adalah work opportunity stranging.

Jadi kita punya tiga types of opportunities: impactful, casual, and professional.

Impactful ini literarily kamu bakal travel dan kerja untuk bikin impact. Contoh, bisa volunteer di sekolah-sekolah di Afrika atau kerja bantu-bantu bisnis kecil di South America, di Indonesia.

Casual, lebih kayak leisure dan travel driven, contoh bisa kerja di served camp, di hostel. Jadi tujuannya lebih bagus untuk sambil liburan atau ingin ketemu orang dari luar negeri, belajar bahasa lain.

Professional, lebih kalau benar-benar mau kembangkan skill-nya. Misalnya internship di startup. Dan kita mulai ngetes job opportunity untuk full-time job juga. Really rich. Mulai unpaid opportunity sampai opportunity yang kita dikasih food sama accomodation, sampai yang paid job.

Yang really membedakan kita, kita punya opportunity ini, pertama open ke orang-orang luar dan second, opportunity kita arranged. Karena saya gak mau kerjaan ini hanya kerjaan office.

Menurut saya yang exciting di dunia itu beda-beda. Contoh, kita kepikiran kalau kerjaan di Afrika yang paling keren, apa sih? Pasti ingin kerja di Safari. Sedangkan di Brasil, apa sih yang exciting di sana? Pasti kepikiran bisa kerja di tim-tim bola atau sekolah carnaval.

Dari situ kita mulai approach bisnis-bisnis yang paling exciting di tempat-tempat ini. Makannya slogan kita: "Find the most exciting opportunity around the world." Jadi bukan cuma opportunity job.

Bagaimana pola kerja Silicon Bali?

Untuk sekarang yang bayar hanya job seeker-nya karena sekarang kita masih lumayan early stage. Masih gak mau nge-charged company-company yang mau hired. Karena kita mau nge-feature as many companies as possible, dan moga-moga goal-nya itu by summer ini kita bakal mulai nge-charged company-nya.

Cuma sekarang karena ada Covid dan sebagainya, kita bakal change business model lebih beda. Akan allow bisnis-bisnis kecil untuk buka opportunity gratis. Apalagi startup-startup ini habis corona kan gak ada yang punya duit untuk push hal seperti ini. Kita tahu orang pada tetep ingin travel, dan di sisi company-nya, mereka juga butuh orang. Jadi kita mau connecting.

Then, yang ketiga adalah kerjasama dengan government. Karena kita punya power untuk promote satu destinasi. Misalnya, kita bulan Februari kemarin ke Pulau Madeira di Portugal untuk melakukan pilot di sana bersama startup association di Madeira.

Madeira itu pulau kecil di Portugal; benar-benar kecil, penduduknya gak sampe satu juta orang. Sudah diketahui di dunia punya tourism destination paling top. Pernah di-voted sebagai pulau paling exciting di dunia.

Cuma orang-orang gak tahu kalau di pulau itu orang bisa cari kerjaan juga. Banyak startup, museum, dan tourism businessess yang butuh orang. Sedangkan orang-orang pengen ke tempat-tempat ini.

Jadi, kita mau kerjasama dan work dengan government untuk expose kota-kota kecil. Di Indonesia kan punya banyak opportunity top juga.

Goal saya juga bisa ke Indonesia. Kan banyak tempat-tempat di Indonesia yang exciting, banyak bisnis yang exciting, cuma gak dapat exposure di luar negeri. Misalnya Yogya atau Surabaya, pasti banyak bisnis-bisnis lokal yang butuh orang dari luar dan butuh global exposure.

Jadi business model-nya adalah pertama B to C untuk nge-charge job seekers, lalu in the future adalah B to B untuk nge-charge company-nya dan kerjasama dengan government.

Range usia klien Anda berapa?

Umumnya masih anak muda, maksimum kalau gak salah kita punya yang usianya akhir 30-an. Dia dari UK, end-up kerja di Brasil. Mayoritas masih anak muda karena memang itu target kita. Kenapa? Karena anak-anak muda yang masih punya flexibility dan punya willingness untuk travelling.

Seperti anak-anak Mbak, misalnya. Daripada liburan summer gak ngapa-ngapain, mungkin bisa ke luar negeri. Karena kerjaannya juga gak harus full time 1 sampai 2 tahun. Kita banyak opportunity kerjaan paling sedikit 2 sampai 3 minggu all the way sampai yang full time.

Pengalaman saya sendiri, di usia 24 tahun sudah bekerja di 14 negara. Enggak di setiap tempat bekerja selama setahun. Di beberapa tempat, saya kerja 2 sampai 3 bulan.

Seperti yang Anda sampaikan di CNN, platform Silicon Bali juga membantu mengatasi urusan dokumen dan hal-hal ribet lainnya jika hendak bekerja di luar negeri. Bisa ceritakan sedikit tentang ini.

Jadi begini, kita bukan memberi solusi di mana kita ngasih jaminan atau anything. Yang kita berikan semacam guide. Kita bikin tim yang betul-betul ngerti bagaimana cara kerja ini.

Kita banyak orang dari tim ini yang dulu kerja di AISEC. Kalau tahu AISEC itu student organization yang setiap tahun memfasilitasi 30.000 sampai 40.000 student untuk internship di luar negeri. Setiap tahun mereka accross 120 negara. Saat ini, CEO saya dulu juga bekas Global President AISEC.

Jadi, kita benar-benar ngerti, di tiap negara ini apa yang dibutuhkan. Contohnya, saya orang Indonesia, umur segini, punya paspor Indonesia, mau kerja di Portugal, di hostel selama 3 minggu. Apa yang saya butuhkan? Oh, karena ini unpaid job, jadi yang saya butuhkan hanya travel visa. Karena saya gak dibayar, tapi cukup untuk meng-cover hidup selama di sana.

Jadi benar-benar di-customized. Kita gak kasih support untuk nge-apply. Kita kasih guidence aja. Karena beda company-company policy-nya beda.

Company kecil, NGO atau startup, gak ada duit untuk bayar relocation. Kalau startup gede mereka bayar ribuan dolar untuk ngebantu orang ini pindah. Makanya tiap opportunity jelas kelihatan apa yang di-support.

Ini jujur aja kenapa saya bikin Silicon Bali. Awalnya saya pun berpikir, 'Kayaknya impossible orang Indo, paspor Indo. Ini susah mau kemana-mana.' Cuma at the end of the day, saya kemudian mulai nge-break sterotype lewat experience saya sendiri. Jujur susah, cuma gak impossible. Kalau opportunity-nya ada, reason-nya jelas, pasti bakal ada yang lewat-lewat aja.

Tingkat kesulitan menembus opportunity di setiap negara berbeda-beda; bagaimana mengatasinya?

Ada pasti. Makanya kita sekarang gak feature opportunity di Amerika dan Inggris, karena hampir impossible untuk orang-orang kita. Tapi di tempat-tempat lain di Eropa, South America, mereka lebih flexible. Kita banyak mem-feature opportunity di Portugal karena di sana betul-betul friendly untuk visa pekerja dan sebagainya, apalagi kalau untuk startup. Makanya kita target.

Kalau Afrika, bagaimana?

Jujur aja ya, Afrika memang lebih longgar kalau punya connection dan harus bayar-bayar along the way karena negaranya korup. Saya dulu datang ke sana dengan tourist visa, dua minggu pertama ajukan work visa. Orang-orang imigrasi pada minta sogokan, tapi akhirnya keluar. Sejauh ini hampir setiap negara lancar-lancar, so far belum pernah saya di-reject.

Di Indonesia banyak pekerja migran. Apakah mereka bisa memanfaatkan platform di Silocon Bali?

Of course bisa. Tapi tergantung pekerjaannya, apa yang mereka cari. Karena kita bukan pihak yang memilih candidates atau yang melakukan selection process. Kita hanya marketplace.

At the end of the day, kalau para pekerja migran ini punya skill set dan background, misalnya ingin mencoba kerja di startup pasti gak bakal dapat. Tapi kita punya banyak opportunity lain yang pas untuk mereka, misalnya volunteering. Banyak juga volunteering di startup yang gak butuh requirement. Jadi literarily, Anda gak harus bagus di something, tapi bisa cari opportunity yang memberi kesempatan learn pertama kali.

Contoh kita ada orang-orang yang punya experience kayak di banking atau law ingin mulai pindah ke startup, mulai marketing tapi gak ngerti. Makanya itu carilah opportunity yang bikin Anda jadi ngerti. Itu banyak.

Apa yang unik dari Silicon Bali?

Opportunity yang kita punya itu sifatnya career oriented, even untuk kerjaan-kerjaan di hostel dan segala macam, lebih career oriented. Not necessarily perlu skill, karena kita juga punya pekerjaan volunteering, reception asal bisa bahasa Inggris atau bahasa lokal dan ada willingness to learn.

Cuma pekerjaan yang kita punya bukan domestic manual worker. Kita gak ada kerjaan bersih-bersih, atau construction.

Apakah banyak mahasiswa Indonesia di luar negeri yang menggunakan platform ini untuk mencari kerja?

Oh pasti. Jujur itu malah jauh lebih gampang. Kita bakal expect paling banyak traffic dari exchange student. Kenapa? Misalnya, orang Indonesia lagi pertukaran pelajar ke Belanda. Kita sekarang lagi ada case orang Indonesia yang sedang pertukaran pelajar di Portugal. Mereka selama pertukaran pelajar di Portugal, tidak mengambil full course load artinya setengah tahun-nya nganggur. Nah, dalam waktu 6 bulan orang ini bukan hanya dapat pertukaran pelajar, tapi balik-balik dia juga dapat work experience.

Jadi, banyak juga pertukaran pelajar dan orang-orang yang udah ada di sana. Ini malah jauh lebih gampang. Logistiknya gak harus pindah. Visa dan birokrasinya gak harus urus lagi.

Sejauh ini jangkauannya sudah ke mana saja?

Total orang yang sudah dapat job hampir 100. Opportunity around the world mendekati 200. Di Eropa baru ada di Portugal, Spanyol, dan Jerman.

Dan sejak kapan berdirinya?

Silicon Bali berdiri pada akhir 2018. Sejauh ini sudah ada beberapa grant yang mendukung kami. Saya mendirikan Silicon Bali di Brasil karena mendapat support dari startup accelerator nomor satu di sana yang juga membantu saya bikin company.

Di Portugal sama, kita dapat opportunity, dikasih cover investment. Tapi so far, karena investment itu gak gede, jadi sampai sekang kita lebih rely on grant sama bootstrapping, karena expenses kita juga gak banyak.

Salah satu secret kita itu karena kita kerja banyak dengan volunteer. Itu yang kita sell di company. Banyak juga yang sign-up, tiba-tiba nge-email kita. Padahal kita bukan mau nyari kerajaan di tempat lain. Kita actually mau volunteer di sana. Dan kita juga banyak orang dari AISEC, jadi betul-betul ngerti gimana cara kerjanya.

Apakah jaringan AISEC dimanfaatkan?

Sebenarnya bukan jaringannya, tapi understanding-nya. Karena AISEC itu benar-benar ngerti gimana cara kita bikin work opportunity yang unpaid di luar negeri untuk bikin itu marketable.

Contoh di Portugal, kita mungkin gak bisa bayar student karena masih perlu full payroll orang yang spesifik. Cuma kita tahu gimana nge-sale opportunity di Portugal, misalnya: 'Come to Lisbon, the fastest tech ecosystem in Europe; tempat di mana di Europe kota yang paling banya sunshine, punya beach, national park.' Jadi benar-benar kita juga sell destination.

Bisa ceritakan background keluarga dan sekolah Anda?

Sejak lahir hingga SMA di Jakarta. TK dan SD sekolah di Al Azhar, lalu SMPN 19 di Mayestik dan SMAN 8. Kemudian melanjutkan kuliah S1 jurusan commerce di Vancouver, Kanada.

Ibu saya lawyer, sempat lama di British Petroleum, terus pindah ke Pertamina. Ayah, engineering di Exxon.

Siapa role model Anda?

Saya gak necessarily pengen menjadi siapa, karena saya gak pengen menjadi orang lain. Saya pengen find my own way. Cuma orang yang selalu saya look up adalah Cristiano Ronaldo. Kenapa? Pertama, karena dia itu true hardworker di sport. Saya value that a lot. Saya taroh itu di my life everyday.

Kedua, he is really good in a lot of things. Dia coba achieved a lot of things untuk setiap hal yang dia lakukan, mulai dari bisnis, politik, dan modelling. Benar-benar gak cuma pengen good di sport, tapi bidang lain juga. Itu yang saya suka, karena saya ingin punya project di tempat-tempat lain, bukan hanya work di Silicon Bali.

Ketiga, kenapa saya betul-betul adore dia, karena saya witness tempat dia dari kecil, tempat dia grow di Lisbon. Dia lahir di Madeira dan kemarin Silicon Bali sempat lihat ke Pulau Madeira. Lokasinya jauh, 2 jam dari Continental, lebih dekat ke Afrika daripada ke Eropa. Jadi kayak Pulau Nias gitu. Kecil, jauh dari mana-mana. Penduduknya hanya sekitar 300 ribuan orang. Kalau ke sana susah, harus naik pesawat.

Menurut saya Cristiano Ronaldo itu benar-benar luar biasa. Kita lihat daerah sekitar rumahnya yang hilly. Rumahnya pun kecil. Saya betul-betul adore dia. Saya juga lihat lapangan bola tempat pertama kali dia main. Jelek dan kumuh. Tapi betul-betul dari situ sampai dia menjadi selebriti, orang paling sukses di dunia sekarang.

Ini di meja saya ada foto yang dia tanda tangani. Waktu itu sempat nonton saat main di Real Madrid.

Anda sendiri, kapan pertama kali muncul minat untuk travelling?

Sejak kecil saya sudah suka travelling dan melihat dunia. Kalau anak-anak kecil lain minta barang sebagai hadiah, saya selalu minta trips and experience.

Hal yang saya suka adalah trying something new. Most importantly, saya kalau travelling gak suka hanya visit, tapi paling suka benar-benar getting immersed di tempat-tempat locally; which is juga value yang Silicon Bali buat.

Jadi tempat opportunity di mana Anda bukan hanya travel tapi juga bakal immersed di tempat-tempat lokal.

Ini mulai benar-benar sejak saya SMP. ikut pertukaran pelajar. Saat di universitas, saya dipilih mewakili universitas sebagai top 15 student untuk ikutan pertukaran pelajar ke Singapura, Cina, dan Denmark. Sejak dari situ saya mulai suka pattern-nya. Jadi saya bukan hanya travel ke sana, tapi tinggal dua, tiga, atau empat bulan di tempat-tempat ini. Teman-teman saya lokal semua, bergaul dengan mereka, datang ke aktivitas lokal, dan melakukan yang orang-orang lokal lakukan.

Satu hal yang saya barangkali different dengan student Indonesia lain, saya tidak hang out dengan orang Indonesia selama di tempat-tempat ini. Di mayoritas tempat, saya malah belum pernah ketemu dengan orang Indonesia. Bukan untuk menghindar tapi ingin fokus experience di tempat itu dengan orang lokal. Saya gak mau tinggal jauh-jauh di Denmark, (tapi) 4 bulan kerjanya only hang out dengan orang Indonesia; kalau begitu ya ketemu di Jakarta aja.

Saya ingin lives sebagai orang lokal. Itu yang saya akan lakukan long term.

Bagaimana dukungan orangtua?

Ini satu faktor lagi, keluarga. Passion kita sekeluarga juga hampir sama. Every single orang dari keluarga ibu saya kerja di Deplu, kecuali ibu saya sendiri. Kakek saya kerja di Deplu, jadi ibu dari kecil tinggal di tempat-tempat berbeda, seperti Iran, Inggris.

Apakah sulit beradaptasi? Bagaimana mengatasinya?

Awal-awal di dua pertama negara agak susah, seperti saat di Kanada, Brasil. Karena belum get used to it. Saat itu susah, karena saya belum tahu bahasanya, gak tahu di mana ketemu orang-orang ini. Lebih lonely. Tapi mulai dari dua tempat itu saya punya goal untuk benar-benar immersed di tempat-tempat lokal.

Cuma sekarang saya udah ngerti gimana cara nyari teman di sana, hangout sama orang lokal. Lebih gampang a long the way. Sekarang gampang aja pindah ke Brasil, dalam 2-3 bulan pertama langsung punya teman lokal di mana-mana.

Jadi, apa tipsnya?

Pertama, don’t be afraid. Kita mungkin selama ini takut bagaimana orang Indonesia perceived by orang luar negeri. Atau malu. Actually it is the opposite; completely the opposite. Karena kita dari Indonesia, orang malah excited ingin ketemu, kenalan dengan kita dan jadi teman kita. Indonesia itu very exciting country.

Salah satu perspektif yang selama ini orang-orang salah dan saya juga dulu salah (adalah) awal-awal agak sedikit afraid mengaku sebagai orang Indonesia. Ternyata saya salah, justru orang-orang tertarik dengan Indonesia. Mereka malah ingin ke Indonesia.

Orang-orang itu pengen ke Indonesia. Indonesia is very beautiful. Banyak tempat bagus. Orang-orangnya bagus. (Jadi) Actually it’s the opposite.

Awal-awal, pas travelling saya lebih fokus sebagai orang Kanada, kuliah di Kanada. Setelah saya ngerti, ternyata dengan meng-introduce saya sebagai orang Indonesia, jauh lebih exciting. Itu dia orang Indo yang perlu belajar lebih, gimana nge-sale Indonesia sebagai something yang exciting dibanding negara developing lain.

Apa pesan Anda untuk milenial Indonesia?

Pertama, saya mau bilang the world is big. Dunia itu gede, jangan selalu punya mindset kecil, hanya di Indonesia terus. Ini juga di-apply ke success sama failure juga.

Contoh kita sukses di satu tempat. Pikirin aja kayak dunia itu gede. Misalnya sukses di Indonesia, kecil, it does not mean anything. Kita semua tuh kecil, dunia ini gede. Contoh, saya achieved satu hal di sini di Portugal, orang Indonesia juga gak ada yang tahu, orang di Brazil gak ada yang tahu.

Kedua, failure juga, misal orang-orang takut di Indonesia gak dapat kerjaan atau apa, gak dapat opportunity yang mereka mau. Mungkin jangan banyak kepikiran di situ. Coba pikirkan banyak juga opportunity di luar yang lebih baik dan bagus. Dan ini salah satu juga alasan saya bikin Silicon Bali.

Dulu saya selama di Kanada gak dapat-dapat kerjaan awal. Saya pengen kerja di bank, cuma saya mikir, kalau saya gak dapat kerjaan di bank di Kanada, apa solusinya. Solusi saya waktu itu, mungkin kalo saya buka opportunity pool-nya, lihat ke negara-negara lain kayak Afrika yang lebih value expariate, mungkin saya dapat kerjaan. Akhirnya saya dapat kerjaan di bank pertama saya di Barclays Bank, bank Inggris, gede di sana.

Dan dari situ saya mulai ngasih tahu itu. Karena opportunity yang kita lihat di dunia, kita harus selalu lihat gede. I think friendship, itu aja sih: the world is big.

Apa cita-cita Anda yang belum tercapai atau rencana jangka panjang?

Saya pengen kembali ke competitive sport karena saya benar-benar suka. Saya orangnya naturally competitive. Jadi saya suka. Dan selama travelling ini gak ada tempat di mana saya bisa compete.

Tapi saya sekarang udah mulai nemu platform baru. Saya mau jadi competitive endurance athlete. Jadi selama travelling ini gak ada tempat di mana saya bica ikut race-race school di dunia seperti marathon, Ironman Triathlon, dan sebagainya.

Mungkin sebelumnya, kok saya ke Jerman cuma untuk lihat Berlin, atau sebelumnya ke Brazil cuma lihat tempatnya. Dengan Silicon Bali, saya mau tambah satu aspek lagi: ikutan race-race ini, gimana. Contoh, next time saya bakal ke Brasil, saya bakal travelling, bakal kerja, dan on the top of it saya bisa lari maraton di situ. Jadi itu cita-cita yang sekarang sedang saya lakuin.

Ada rencana memberi kontribusi untuk Indonesia?

Itu dia, saya benar-benar mau. Satu hal yang benar-benar bisa saya bawa pulang dari travelling selama di luar negeri ini. Saya ngerti kalo Indonesia itu potensinya gede banget.

Seluruh orang di dunia itu benar-benar nge-value. Saya selama ini gak tahu. Selama travelling, setiap saya ngomong dari Indonesia: "Oh ya?" Setiap orang pengen ke Indonesia, setiap orang excited sama Indonesia.

Dari situ saya pengen, lewat Silicon Bali, pertama benar-benar bantu orang-orang Indonesia. Anak-anak milenial, first of all, bisa ke luar ngeri, bisa benar-benar open their mind, punya willingness ke luar. Dan on top of it benar-benar bantu bisnis-bisnis di Indonesia, nge-promote destination, bantu bisnis-bisnis di Indonesia dengan Silicon Bali.

Saya pengen lebih banyak orang Indonesia juga join; bukan karena bisnisnya, tapi karena saya pengen. Contoh, saya orang Indonesia, client saya isinya orang Portugal, Brasil, Eropa, atau South America. Mana orang Indonesia yang pengen ke luar negeri? Saya pengen liat juga.

Yang terakhir, benar-benar mau promote Indonesia sebagai destination. Seberapa cantik Indonesia. Karena kita negara yang punya banyak pulau dan banyak yang belum pernah dikunjungi. Saya selama ini lihat orang-orang itu bahkan lebih tertarik visit Indonesia daripada ke pulau-pulau di Yunani, Karibian, atau South America.

Indonesia itu benar-benar mantap. Cuma belum di-maximize saja, marketing-nya ya. Itu mungkin yang saya bisa bantu.

Anda tidak selamanya tinggal di Lisbon, kan? Dalam 10 tahun ke depan, apa rencana Anda?

Saya pasti bakal pindah ke luar negeri, karena ini yang saya suka. Salah satu kenapa saya mau bikin Silicon Bali karena saya bikin platform untuk saya sendiri juga; bisa selalu pindah ke tempat-tempat lain. Jadi mungkin saya gak akan kerja di company-company yang beda. Instead, saya bakal build Silicon Bali di seluruh dunia, dan hopefully bisa pindah ke tempat lain. 

Kontributor : Rin Hindryati

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI