Suara.com - Kisah memilukan pekerja migran Indonesia kembali terdengar, kali ini dari kalangan pekerja atau anak buah kapal (ABK). Tepatnya, kabar itu adalah soal empat dari 18 ABK yang bekerja di kapal Long Xing 629 China yang meninggal dunia, di mana tiga jasad di antaranya terpaksa dibuang ke laut lepas.
Yang lebih miris, sebagaimana antara lain diungkapkan oleh Ketua Serikat Pekerja Perikanan Indonesia (SPPI) Korea Selatan, Ari Purboyo, para ABK itu meninggal dunia dalam kondisi tubuh yang bengkak. Menurut Ari, ada banyak faktor yang menjadi indikasi penyebab keempat WNI tersebut meninggal dunia dengan kondisi tubuh seperti itu.
Faktor kekerasan yang sempat dialami adalah salah satunya, meskipun menurut Ari, faktor tersebut bukan menjadi unsur terbesar dari penyebab meninggal dunianya mereka. Faktor lain adalah dari makanan atau minuman yang dikonsumsi para ABK setiap harinya, apalagi diketahui ABK asal Indonesia mendapatkan perlakuan berbeda untuk makanan dan minuman dengan ABK asal China.
Kini, dari 14 ABK Indonesia yang masih tersisa dan sementara ini masih tinggal di Korsel, Ari mengakui masih bingung karena belum ada kepastian soal pemulangan mereka, terutama terkait pembiayaan. Mengaku sudah berbicara dengan sejumlah perusahaan yang bertanggung jawab, namun sejauh ini belum ada titik terang.
Baca Juga: 14 WNI ABK Kapal China Terdampar di Korsel, Bingung Pulang ke Indonesia
Berikut petikan lengkap wawancara Suara.com dengan Ari Purboyo yang mewakili para pekerja migran di Korea, Selasa (5/5/2020):
Jadi awal ceritanya ini bagaimana?
Al Fattah (pada) September 2019 meninggal karena sakit, dibuang di laut. (Lalu) Sefri asal Palembang (2019), ini kurang lebih sakit juga, sama sakitnya kaya Al Fattah, badannya membengkak di tengah laut; (lalu) Ari pada Februari 2020. Tiga orang ini yang dibuang di laut yah. Yang Ari ini yang videonya viral.
Effendi Pasaribu (26 April), sakit juga, sama badannya bengkak semua. Effendi Pasaribu ini sudah berada di Korea, di daratan Korea, sempat masuk RS tapi hanya semalam.
Penyebab penyakitnya diketahui?
Baca Juga: Jasad 3 WNI ABK Longxing Dibuang ke Laut, Meninggal Dengan Tubuh Membengkak
Diketahui dong. Berdasarkan forensik itu karena pneumonia, radang paru-paru ya.
Itu apakah (pemilik) kapalnya sendiri melakukan kekerasan terhadap ABK, atau bagaimana?
Ini yang panjang ya. Kalau kita bilang indikasi, jadi banyak faktor ya; bisa makanan, bisa kekerasan, bisa minuman. Saya ingin tarik garis besar, meninggal dunianya karena badannya bengkak. Jadi kemungkinan, ini ada kekerasan juga, tapi kekerasan itu tidak berpengaruh besar. Mungkin di awal bekerja, soalnya mereka 18 orang ini, mereka mendapatkan kekerasan semua. Tapi indikasi kuatnya bukan di sana ya.
Jadi total sekarang yang masih hidup 14, itu sekarang ada (di) Busan. Empat hari lagi mereka akan pulang ke Indonesia, itu kalau nggak salah.
Ceritanya bagaimana mereka bisa sampai ke Korsel?
Kalau terlantar sebetulnya tidak, hanya tidak diurusi. Persoalan ini bukan cari siapa yang salah. Semuanya pun salah, termasuk pemerintah juga salah.
Jadi mereka itu berangkat dari Indonesia dulu ke Korea Selatan, dijemput ke Korsel itu dengan kapal collecting. Mereka berangkat ke laut lepas, jadi bukan ke China.
Ketiga almarhum itu dibuang jenazahnya di lautan lepas semuanya. Jadi kapal ini berlayar ke Pasifik, ke Laut Kuning, jadi panjang rute mereka. Yang atas nama Sefri itu meninggalnya di Samoa, dibuang di sekitar laut Samoa.
Jadi, ini yang disebut mafia. Kita sulit untuk memecah, memetakannya. Jadi yang sebatas saya tahu dulu saja ya.
Jadi mereka itu datang dari Korea, melangkah ke laut lepas, setelah itu mau dan akan mendarat dulu di Samoa, setelah itu nggak jadi. Ini kapal Long Xing 629 ini, almarhum Fattah dan Sefri ini meninggalnya di Long Xing 629, karena mereka dioper kapal. Rencananya kan mereka mau dibawa ke darat katanya, ya toh. Ternyata meninggal di perjalanan, dibuang di tengah laut itu.
Itu (Long Xing 629) bukannya kapal ilegal ya?
Ini yang kita ndak tahu. Pengiriman mereka ini bagaimana, ya, apakah pakai G to G, atau private atau mandiri, nggak jelas. PKL-nya juga nggak jelas.
Tapi kalau berdasarkan berita, kapal itu illegal fishing?
Iya, itu (karena) nangkep ikan hiu.
Mereka awal nyampai ke Korsel tepatnya kapan sih?
Mereka itu ke Korea sekitar tanggal 22 April, di kisaran itu. Ini nama agency-nya kalau dari Indonesia pemberangkatannya melalui PT Alvira, Lakemba, Karunia Bahari.
KBRI yang terlibat itu empat, KBRI Beijing, KBRI Wellington, KBRI Samoa, KBRI Seoul. Di China itu agency-nya Dallian, bisa sampeyan lihat profilnya.
Kalau dirunutkan, perginya dari Indonesia, terus kemudian langsung, atau bagaimana sih?
Enggak, mereka di Indonesia ke Korea dulu, dari Korea mereka baru dijemput kapal.
Bulan kapan itu?
Setahun yang lalu ini.
Sekarang yang 14 (ABK) sisanya, kondisinya bagaimana?
Lumayan memprihatinkan ya. Sebetulnya yang mendarat itu 15 orang, yang Effendi Pasaribu itu sakit keras, dua hari di daratan Korea, terus meninggal dunia.
Kondisi memprihatinkan itu bagaimana sih?
Kalau dari makanan, itu minuman, mungkin bisa dilihat dari peristiwanya. Kan badannya membengkak, ya, itu kemungkinan besar mereka (biasa) meminum air laut yang disuling.
Jadi orang China dan orang Indonesia itu cara makan dan minumnya pun dibedakan.
Masing-masing ABK kerjaannya berbeda-beda kan ya?
Ada yang beda-beda, ada yang sama. Mereka itu tipe pancing tuna.
Oke, tadi disampaikan mereka ini juga sudah konsultasi ke pengacara ya?
Kalau di Korea, saya koordinatornya, Mbak. Jadi ada lima kantor pengacara lockhome yang saya koordinasi.
Kalau Kedubes?
Enggak. Itu diplomasi, Mbak. Kita sudah bedakan ya. Jadi aturan pemerintah itu kan diplomasi, mereka tidak bisa menuntut. Negara kita tidak ada Perpres apa UU yang bisa menuntut ya.
Jadi jalur negosiasi layak saya sebutkan, maka harus melibatkan ahli hukum.
Mereka (para ABK tersisa ini) di Busan tinggal di mana?
Di hotel.
Pulangnya mandiri dong?
Pulangnya ini belum tahu siapa yang biayai ya. PT harus bertanggung jawab dong.
Sudah ada komunikasi dengan PT-nya?
Sepanjang ini komunikasi kami alot.
Apa yang disampaikan PT ketika diminta pertangggungjawaban?
Ya, kalau kita kan hanya rundingan dengan PT-nya. Nggak bisa nuntut. Kalau nuntut, ke pengadilan dong.
Artinya, belum ada titik terang dari PT-nya, begitu ya?
Iya, karena itu ada hukum yang bisa dijalankan. Hukum diplomasi dan hukum penuntut kita masih merencanakan. Itu penuntutan ada di Indonesia nanti. Bukan di kita ya, bukan di Korea lagi ya, karena memang dari berita acaranya itu antara hukum Indonesia dan hukum China.
Tapi bantuan bagi ABK di Busan itu, sejauh ini ada nggak sih?
Iya, ada. Bahkan di Busan sebetulnya mereka sudah dijaga polisi dari rekan-rekan kami Coast Guard. Korea lebih bagus hukumnya.