Sirojudin Abbas (SMRC): Sekitar 134 Juta Warga Kondisi Ekonominya Menurun

Rabu, 22 April 2020 | 11:23 WIB
Sirojudin Abbas (SMRC): Sekitar 134 Juta Warga Kondisi Ekonominya Menurun
Direktur Eksekutif SMRC, Sirojudin Abbas. [Dok. pribadi]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Kebijakan yang dipilih pemerintah untuk menghambat penyebaran wabah adalah pembatasan interaksi antar manusia secara langsung. Kelompok yang terdampak langsung dari kebijakan tersebut adalah pekerja di sektor informal. Sebab, kegiatan ekonomi yang mereka lakukan mensyaratkan interaksi langsung dengan masyarakat. Misalnya, pedagang kaki lima, penjual makanan tenda, pedagang makanan keliling dan lain-lain, (itu) mengandalkan adanya kerumunan warga. Kebijakan social distancing dan PSBB telah membuat aktivitas sosial dan ekonomi di luar rumah berkurang sangat drastis. Padahal, pekerjaan di sektor informal dengan pendapatan harian itulah satu-satunya sumber penghidupan mereka.

Sementara itu, pekerja kerah biru yang bekerja berdasarkan standar upah minimum juga tidak memiliki jumlah tabungan memadai untuk bertahan hidup. Kelompok ini sebagian termasuk pada 40% warga (dari 77% yang terancam penghasilannya), atau sekitar 61,6 juta warga yang tabungannya (jika memiliki) hanya cukup untuk menutup kebutuhan hidup satu hingga beberapa minggu saja.

Di DKI Jakarta, sudah sepekan lebih PSBB diterapkan untuk menangani pandemi ini. Apa yang kurang dari kebijakan itu? Pasalnya, masih banyak warga yang melanggar.

Menurut hemat saya, PSBB di DKI Jakarta hanya mungkin berjalan efektif jika didukung oleh tiga prasyarat. Pertama, pemerintah memiliki aparat yang memadai untuk menegakkan aturan. Kedua, warga memahami tujuan dan manfaat kebijakan PSBB tersebut bagi mereka sendiri dan bagi masyarakat luas. Ketiga, jika warga merasa aman dan tidak khawatir dengan sumber penghidupan harian keluarganya. Menurut hemat saya, PSBB di DKI Jakarta belum didukung oleh tiga prasyarat di atas.

Baca Juga: 1 Toilet Per 1.230 Orang, Pemukiman Kumuh Ini Jadi Sasaran Empuk Corona

Dari ketiganya, prasyarat ketiga yang paling lemah. Masih banyak warga yang belum merasa aman secara ekonomi, sehingga mereka masih terus berupaya mencari sumber-sumber pendapatan tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Meskipun pemerintah pusat dan pemerintah provinsi sudah melaksanakan program bantuan sosial, jumlah dan bentuk bantuannya belum tentu sesuai dengan standar hidup minimal warga sebelum terjadinya wabah.

Mungkin ini pula salah satu faktor penyebab sebagian warga tidak senang pemerintah memberlakukan sanksi atau hukuman bagi warga yang melanggar aturan PSBB.

Polisi lalulintas beserta Dinas Perhubungan (Dishub) memeriksa pengendara sepeda motor saat melaksanakan pengawasan dalam penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di jalan perbatasan Depok-Jakarta, Jumat (10/4).
Polisi lalu lintas beserta Dinas Perhubungan (Dishub) memeriksa pengendara sepeda motor saat melaksanakan pengawasan dalam penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di jalan perbatasan Depok-Jakarta, Jumat (10/4/2020). [Suara.com]

Langkah taktis apa yang perlu dilakukan pemerintah dalam situasi saat ini, di tengah keterpurukan ekonomi, khususnya yang paling merasakan dampaknya masyarakat kelas menengah bawah berpenghasilan harian?

Bagi kelompok pekerja sektor informal dan buruh harian, kebijakan bantuan sosial sementara mungkin sedikit membantu. Tetapi fungsinya sebagai "bantalan" agar warga yang jatuh secara ekonomi tidak benar-benar menyentuh dasar terendah. Sejalan dengan itu, pemerintah juga perlu memikirkan penyiapan skema bantuan permodalan bagi mereka untuk memulai kembali kegiatan usaha. Besar kemungkinan, selama masa penjarakan sosial atau PSBB, mereka sudah menghabiskan modal kerja untuk menutupi kebutuhan konsumsi rumah tangga.

Mereka yang memperoleh bantuan sosial dalam bentuk makanan, sekaligus juga perlu dibantu cadangan modal usahanya untuk digunakan nanti setelah masa pandemi selesai. Jika memungkinkan, bantuan modal diberikan dalam beberapa skema. Misalnya, hibah untuk modal di Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta. Di atas itu, baru berlaku model pinjaman dengan bunga rendah.

Baca Juga: WHO Ingatkan Dampak Terburuk Covid-19 Belum Muncul

Pengawasan pelaksanaan program bantuan sosial juga harus benar-benar ketat. Perlu lembaga independen yang mengevaluasi program ini. Pengawasan perlu dilakukan pada tiga aspek. Pertama, ketepatan data warga penerima; kedua, ketepatan jumlah bantuan; ketiga, ketepatan penerimaan bantuan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI