Ini dampak Tanah Abang saja sudah besar sekali mempengaruhi sektor retail sampai ke daerah.
Perputaran uang di Tanah Abang mencapai Rp 200 miliar per hari. Itu baru di Tanah Abang saja. Jika barang dijual sampai ke daerah-daerah, ada nilai tambah sehingga mencapai Rp 400-500 miliar per hari. Ini uang yang hilang.
Pedagang kecil juga akan menanggung risiko, karena stok barang jualan turun. Padahal menjelang Ramadan-Lebaran biasanya permintaan pakaian berada dalam puncaknya.
Tidak hanya toko fisik, ya. Toko online, pedagang di platform maupun e-commerce juga kena imbas. Asal barangnya kan sama, bahan bakunya juga dari Tanah Abang. Yang jelas, ada daya beli yang merosot, (ada) PHK di sektor UMKM.
Baca Juga: Curhat Ojol Dilarang Pulang Kampung: Ciawi Sudah Lockdown
Bagaimana sebenarnya situasi ekonomi Indonesia saat ini yang tiap hari lesu? Apakah bisa seperti krisis keuangan pada 2008?
Situasinya jauh lebih buruk dari 2008, karena saat ini disertai oleh perlambatan konsumsi yang terjadi sejak 2015. Kemudian pertumbuhan kredit rendah, baik kredit modal kerja maupun kredit konsumsi. Bank kurang bergairah, dan pertumbuhan ekonomi rata-rata jelang krisis hanya 5%. Tahun 2008 pertumbuhan ekonomi masih 6,1%. Dulu 2008 episentrum krisisnya di AS, (sedangkan) saat ini merata di hampir seluruh dunia kena corona.
Bagaimana dengan kondisi industri saat ini?
Industri mengalami penurunan bahkan jauh sebelum corona masuk Indonesia. (Itu) Bisa dilihat dari porsi industri terhadap PDB (yang) berada di bawah 20%. Sudah terjadi de-industrialisasi prematur. Kemudian secara permintaan, ekspor anjlok. Ya, bencana-lah di industri ini.
Baca Juga: Lima Cara Atasi Krisis Keuangan di Tengah Pandemi Virus Corona Covid-19