Tapi, apakah ada rasa khawatir Anda menularkan ke keluarga? Apalagi sebagai garda terdepan, petugas medis ini kan paling rentan tertular?
Ada, sempat ada seperti itu. Saya bilang ke suami saya, "Abi, kalau aku jadi PDP gimana? Status aku ini kan ODP." Terus kata suami saya, "Ya udahlah, lillahi ta'ala aja." Gitu.
Kan banyak teman-teman lain malah juga ada yang pengennya stay dulu di RS, nggak usah pulang. Ada yang sampai berpikiran seperti itu.
Kebetulan kalau saya kan, rumahnya dekat-dekat sini, jadi nggak terlalu khawatir. Cuma kan teman-teman yang rumahnya jauh, (harus) naik mobil, naik kereta, nah itu masih khawatir lah, takutnya nanti di kereta. Di rumah sakit kita aman karena pakai APD lengkap, tapi kan di tempat itu (umum) kita nggak tahu ya, kita bisa tertular juga.
Baca Juga: Sopir Bus Jurusan Bogor Positif Virus Corona di Wonogiri
Apa yang diterapkan di keluarga Anda untuk mengantisipasi penularan Covid-19?
Ya, seperti itu tadi. Saya juga langsung mandi, baju yang kita pakai di rumah sakit diusahakan langsung ganti. Ya, untuk saat ini nggak nyium-nyium anak dulu. Itu sih sedihnya. Takut juga sih. Tapinya, bismillah sih, (saya) tetap pulang.
Sampai teman saya ada yang bilang, "Udah, saya mau nginep aja di rumah sakit, daripada nanti ada yang ketularan jadinya. Karena saya kerja di rumah sakit ini, saya (jadi) tersangka yang menginfeksi mereka gitu." Sampai mereka berpikirnya seperti itu, (bahwa mereka) lebih baik di rumah sakit saja.
Benarkah sampai ada yang seperti itu?
Ya, karena ya, stigmanya seperti itu ya (soal tenaga medis dan penularan).
Baca Juga: Kronologi 2 Perempuan Anggota Ombudsman RI Dinyatakan Positif Virus Corona
Umumnya seperti apa curhatan sesama petugas medis, khususnya perawat?
Ya, itu. Awalnya katanya dia yang menjauh. Tapi ke sini-sini, kok dia yang merasa dijauhin. Ya, keluarganya jadi menjaga jarak lah, karena takut juga kan. Karena merawat pasien, semakin ke sini semakin banyak, ya, keluarganya mereka juga katanya (jadi) menjaga jarak.
Terlebih karena sampai ada beberapa petugas medis yang kemudian berguguran (wafat) ya?
Iya. Sampai ada yang suaminya bilang, "Udahlah, izin aja, cuti aja." Cuma kan, lagi kondisi begini nggak bisa cuti. Ya, jadi kita jelaskanlah ke keluarga. Banyak sih yang jelasin ke suaminya (bahwa) kita tuh aman, ada IPCN, APD-nya insyaallah lebih lengkap, gitu. Jadinya rasa khawatir itu lama-lama hilang juga.
Lalu, apa pesan yang ingin Anda sampaikan kepada masyarakat, khususnya untuk sama-sama berjuang melawan wabah ini?
Alhamdulillah ya, kalau sekarang ini kan ada media sosial kayak Facebook gitu. Setiap hari, alhamdulillah teman-teman berkampanye, kayak di status Whatsapp kita, (di) Facebook, kalau keadaannya seperti ini lho. Jadi, ikutilah anjuran pemerintah untuk berdiam diri di rumah.
Saya tahu masyarakat bosan di rumah. Kayak anak sekolah, selama hampir seminggu lebih ini di rumah pasti merasa bosan. Tapi alangkah lebih baiknya untuk berdiam diri di rumah, gitu. Karena wabah ini cepat sekali menular. Jadi untuk kepentingan semuanya, bukan hanya untuk kami petugas kesehatan, tapi untuk semua, keluarganya, teman-temannya. Jadi kalau bukan kita yang menjaga, siapa lagi? Kita semua punya peranan penting. Kayak saya perawat, saya merawat pasiennya. Nah, masyarakat perannya itu (adalah) stay di rumah. Itu peran penting juga. Jadi, saya berharap sih, ke depannya (masyarakat) betul-betul mengikuti. Kalau diperpanjang pun (masa berdiam di rumah), ya, tetap bersabar. Karena setiap kebijakan (meski) ada sisi negatifnya, tapi demi kebaikan kan.
Terkadang kita melihat sesuatu yang baru itu pasti, "Kenapa seperti ini?" Dan (lalu) berpikirnya negatif. Padahal di balik itu, ada sisi positif yang lebih besar, demi kepentingan dan kebaikan semuanya.
Kondisi teman-teman Anda perawat di RSPI sendiri, saat ini bagaimana? Benarkah banyak yang sampai kelelahan?
Kebetulan sih, kayaknya yang habis shift malam biasanya yang suka langsung ngedrop. Karena kan yang masuk sesi malam itu dia habis menangani pasien harus mandi. Misalkan jam 12 malam, ya, mereka harus mandi jam 12 malam juga. Mungkin itu yang bikin mereka drop. Udah mereka capek nangani pasien gitu, stres juga. Beberapa teman juga udah ada yang izin sakit begitu.
Anda sendiri pernah pengalaman sampai kondisi drop?
Alhamdulillah sih enggak. Cuma paling capek-capek aja sih. Kita juga kan dapat suplemen. Paling kita minum suplemen itu aja. Terus kita juga ada grup. Misalkan ada yang sakit, ya, kita saling mendoakan dan kasih semangat sama-sama. Jadi saling menguatkan lah ya.
Pernah dengar ada curhatan perawat yang sampai menyerah atau gimana, gitu?
Nggak sih. Ya paling, misalkan dia datang, pasien di dalam udah banyak, terus pasien terus mengalir gitu. Jadi kita (kayak), "Aduh, pengen belah diri aja" Gitu. Supaya yang dalam bisa kita tangani, yang luar juga begitu. Pas lagi pasien datang nggak berhenti-henti. Belum lagi keluarga pasien yang emosi karena pengen cepat-cepat dilayani, panik juga. Kalau kita nggak pintar-pintar, (bisa) ikut tersulut emosi juga.
Udah kita jelasin berkali-kali, tetap aja nggak ngerti dan maunya serba cepat. Paling nanti kalau kita sudah emosi, kita panggil teman yang lain yang belum ngadepin. Setidaknya dia lebih tenang. Kita cari orang yang pinter ngademin lah, gitu.
Bagaimana dengan pandangan suami Anda, dengan kondisi saat ini?
Suami saya, alhamdulillah bekas perawat juga, jadi mengerti lah dengan kondisi saat ini. Kadang saya ngeluh juga, "Aduh, capek Abi". Udahlah, semangat, kita kan bantu orang. Begitu (katanya). Ya, semangatnya itu (bangkit) lagi.