Suara.com - Di tengah maraknya pemberitaan penyebaran wabah virus Corona dan respon heboh masyarakat Indonesia termasuk dengan memborong masker serta bahan-bahan pangan, sebuah kabar viral muncul dari sosok bernama Profesor Dr drh Chairul Anwar Nidom beberapa waktu lalu. Intinya, Guru Besar Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu menyebutkan soal adanya bahan yang juga dikenal sebagai bumbu dapur yang bisa menangkal virus Corona.
Empon-empon, demikian sebutan lain bahan-bahan alami kaya kandungan curcumin, yang antara lain termasuk jahe, kunyit, kencur dan sejenisnya yang disebut oleh Profesor Nidom tersebut. Pernyataan itu sendiri bukan tanpa alasan kuat, karena Profesor Nidom sendiri adalah salah satu sosok yang terlibat langsung saat penanganan wabah flu burung beberapa tahun lalu, yang antara lain berhasil diatasi dengan mengandalkan curcumin.
Untuk mendapatkan penjelasan selengkapnya dari sang Profesor mengenai kabar tersebut, yang belakangan segera membuat empon-empon di pasar pun laku keras, beberapa hari lalu Suara.com sempat melakukan wawancara dengannya. Berikut petikan keterangan Profesor Nidom mengenai hal itu:
Baca Juga: Setelah Empon-empon, Ubaya Ciptakan Lidah Buaya Jadi Penangkal Virus Corona
Soal adanya temuan obat atau bahan obat penangkal virus Corona, itu bisa dijelaskan?
Bukan penemuan sebenarnya, tapi mengungkap kembali. Jadi kan, saya sebetulnya buka-buka arsip lama pada waktu (wabah) corona di Wuhan, dan kita belum ada kan virusnya. Nah, di Wuhan pun di mana-mana pun jalan keluarnya apa? Jadi pada waktu terinfeksi, sembuh atau mati, gitu kan?
Terus apa yang mau dilakukan? Kan nggak ada. Saya teringat pada 2007 itu kan kami, saya peneliti flu burung waktu itu, jadi kenapa virus flu burung di Indonesia begitu ganas, kalau orang terinfeksi peluang hidup hampir tidak ada. Nah, kemudian ternyata setelah dianalisis, itu paru-parunya hancur setelah terinfeksi flu burung itu.
Jadi persoalannya adalah paru-paru yang hancur. Kemudian kami pelajari bahwa paru-paru yang hancur itu disebabkan karena produksi sitokin namanya. Jadi sitokin itu kalau saya terinfeksi benda asing atau virus atau apa, sebagian respon akan mengeluarkan sitokin nanti. Jadi kalau disebut biasanya respon imun. Tetapi karena di paru-paru respon imunnya berlebihan, sitokin yang berlebihan itu malah menjadi racun. Bukan virusnya, tapi sitokinnya. Nah, itu yang membuat jadi hancur. Rusak di sel berikutnya, sel berikutnya mengeluarkan sitokin, dan merusak sel berikutnya, seterusnya, sampai paru-paru itu rusak yang disebut dengan banjir sitokin.
Nah, sitokin itu bisa dicegah oleh curcumin. Itu ada di jahe, kunyit, ada di kencur, dan tanaman-tanaman itu yang saya sebut dengan empon-empon. Itu sudah kami lakukan 2007 untuk virus flu burung. Kemudian akhir Desember muncul kasus corona di Wuhan, kan begitu cepatnya penyebarannya. Saya lihat orang yang terinfeksi meninggal itu karena pneumonia berat.
Baca Juga: Mewah di Tengah Corona, Sekelumit Kisah Empon-empon di Surabaya
Jadi karena pneumonia berat, itu berarti kan kasusnya hampir sama dengan flu burung. Kemudian saya bandingkan sitokinnya, dan hasil sitokin yang dihasilkan lebih banyak di flu burung daripada corona. Artinya, lebih ganas flu burung, tapi curcumin ini bisa mengatasi flu burung. Jadi asumsi saya, hipotesis saya, untuk mencegah rusaknya paru-paru jauh lebih ringan.
Sekarang virus sudah masuk ke Indonesia, artinya sudah ketemu. Kita tinggal ngasih ke pemerintah, apakah dikasih (atau) enggak untuk mencoba itu. Terlepas dari bisa atau tidak, karena di flu burung bisa, dan virus sudah ada di Indonesia, sudah konsumsi empon-empon itu.
Untuk sekarang ini, saran atau imbauan Anda seperti apa?
Disarankan sudah mulai mengonsumsi itu, karena masyarakat kan sudah tahu, kan ada di dapur. Kemudian dulu pemerintah sudah menyarankan ada obat itu, dihidupkan lagi, karena alam Indonesia sudah menyediakan bahan-bahan pengobatan untuk orang Indonesia. Kenapa kita harus menunggu obat dari luar negeri? Jadi, jangan panik menghadapi ini.
Jangan panik. Karena yang mengumumkan Presiden, terus kita ketakutan. Jadi saya sebagai scientist, Anda sebagai komunikator masyarakat, (harusnya) bisa tenang begitu. Itu saja (buat) saya. Mungkin karena kemarin nggak ada yang ngomong, (terus) saya yang ngomong, jadi viral kan itu.
Profesor (Mangestuti) Agil itu kalau nggak salah juga menyampaikan hal sama ya?
Memang kami sudah diskusi kemarin. Beliau pada waktu itu ada di India. Dia membaca berita itu. Makanya terus apa yang saya sampaikan (juga) sesuai ilmu farmasi.
Punya rencana minta virus ke pemerintah sebagai uji coba untuk obat, tapi apakah mampu seperti yang profesor lakukan dulu? Dan kapan rencananya?
Saya ini bingung, penanganan (wabah) corona di Indonesia itu sebenarnya siapa yang menjadi leading sector? Apakah Menlu, apakah yang lain, atau yang mana? Saya harus ke mana? Oleh karena itu, saya usulkan di Indonesia agar segera dibentuk Komnas yang terdiri dari kementerian-kementerian terkait, para ahli dan macam-macam. Satgas itu adalah tugas di bawah menteri, jadi Kemenkes membuat Satgas. Corona sekarang (harusnya) bukan hanya urusan Kemenkes, soal kesehatan, tapi sudah menyangkut ekonomi, bagaimana orang-orang memborong makanan, (soal) transportasi dan sebagainya.
Kalau Anda ke hotel kemudian ada orang terinfeksi, harus seusai SOP membawanya. Ini harus segera, dan bukan tanggung jawabnya Menkes lagi. Pendeknya, virus ini sudah mengkhawatirkan dan sudah bukan urusan kesehatan lagi.
Anda tidak mau langsung menyampaikan ke Presiden?
Iya, silakan saja (kalau ada yang mau), nggak apa-apa. Saya lebih (bicara) ke media, itu saya sampaikan.
Coba saja bayangkan (kalau misalnya) Gubernur (Jatim) membuat tim sendiri, Risma (Wali Kota Surabaya) membuat tim sendiri. Kalau membuat sendiri-sendiri kan berantakan. Harus satu komando, ke siapa itu?
Apalagi sekarang (Senin 2 Maret --Red), pagi-pagi yang mengumumkan (dua orang positif Corona) adalah Presiden, dan langsung tatap muka. Jadi seolah-olah mereka nggak usah tanggung jawab dan tanggung jawabnya (di) Presiden. Kalau ndak ada kendali, maka Presiden yang harus jawab. Oleh karena itu, diusulkan untuk segera membentuk tim atau Komnas. Komnas Flu Burung (itu) dokumennya sudah banyak dan bisa dipakai sekarang.
Kontributor : Achmad Ali