Suara.com - Indonesia ada di peringkat kedua setelah China sebagai penyumbang sampah ke laut terbesar di dunia. Sedikitnya 187,2 juta ton sampah yang dibuang ke laut Indonesia setiap tahunnya, 57 persen di antaranya sampah plastik.
Terkait itu, diketahui bahwa pemakaian sedotan plastik di Indonesia paling tinggi di dunia, yakni 93,2 juta unit per hari. Jika dibentangkan, panjangnya 117.449 km selama sepekan atau setara tiga keliling bumi. Semua sedotan plastik itu akan berakhir jadi sampah yang merusak lingkungan dan berdampak pada perubahan iklim.
Atas persoalan itu, sejumlah pegiat lingkungan gencar mengampanyekan stop penggunaan peralatan makan dari plastik sekali pakai seperti sedotan. Inilah yang membuat cukup banyak pelaku bisnis seperti kafe, restoran dan swalayan, kini memutuskan untuk tidak lagi menyediakan sedotan bagi pembeli.
Padahal sementara itu, terdapat banyak produk minuman yang sedang tren di masyarakat yang membutuhkan sedotan agar mudah dikonsumsi. Hal ini membuat usaha mengurangi plastik sekali pakai dan keberlangsungan bisnis pun berbenturan.
Baca Juga: Ki Puguh Prasetyo: Figur Tokoh Kartun Bisa Dekatkan Wayang pada Anak-anak
Seorang pelajar sekolah menengah atas di Jakarta, Kevin Seca Widyatmodjo, melakukan eksperimen dengan membuat sedotan alternatif. Ia menggunakan biji buah nangka sebagai bahan dasar untuk memproduksi sedotan yang dapat terurai secara hayati, bahkan dapat dimakan setelah dipakai.
Gagasan penelitian ini muncul pada akhir tahun lalu, ketika Kevin melakukan kajian pustaka tentang cara pembuatan produk-produk bioplastik yang dapat dikonsumsi. Di mana ia mengetahui jika bahan mentah dengan kandungan tepung atau pati dapat digunakan untuk memproduksi produk bioplastik.
Kevin lantas menyadari bahwa biji buah nangka ternyata mengandung cukup tepung/pati. Berdasarkan kompilasi data tersebut, ia lantas mengeksplorasi kemungkinan menciptakan sedotan yang dapat dimakan, sekaligus dapat pula terurai secara hayati dengan mudah.
Untuk mengetahui proses penemuan sedotan dari biji buah nangka ini, Suara.com berkesempatan mewawancarai Kevin Seca Widyatmodjo di sebuah mal di bilangan Jalan Jenderal Soedirman, Jakarta Selatan, Rabu (19/2/2020). Berikut isi wawancaranya:
Bagaimana kamu melihat penggunaan sedotan plastik? Apakah sudah ada produk alternatifnya di Indonesia?
Baca Juga: Pasar Percontohan Tanpa Plastik di Jakarta
Sampai saat ini penggunaan sedotan yang dapat terurai secara hayati dan sekaligus dapat dimakan belum dimanfaatkan secara luas di Indonesia. Padahal, dibandingkan dengan sedotan dari bahan kertas, sedotan ini merupakan solusi bagi bisnis minuman di Indonesia yang sedang disorot karena masih banyak menggunakan sedotan plastik.
Lantas, bisa dijelaskan eksperimen kamu dalam pembuatan produk sedotan bioplastik yang dapat terurai tersebut?
Seluruh tahap eksperimen dilakukan di rumah, dengan menggunakan bahan-bahan yang tersedia bebas di pasar dan peralatan rumah tangga seadanya. Saya melakukan dua kategori eksperimen, yaitu dengan penambahan dan tanpa penambahan bahan bubuk rumput laut.
Bahan utamanya adalah biji buah nangka yang diolah dulu menjadi pati; kemudian gliserin, cuka dan air. Kemudian bubuk rumput laut ditambahkan untuk menentukan efek tampilan dan nuansa hasil akhir produk.
Bubuk rumput laut ketika ditambahkan ternyata dapat membuat hasil akhir produk menjadi tidak lengket, sehingga meningkatkan konsistensi bahan dan mempermudah dicetak menjadi produk sedotan.
Apa kelebihan sedotan dari biji buah nangka ini ketimbang sedotan plastik yang beredar luas di pasar?
Sedotan yang dihasilkan dari eksperimen ini dapat terurai secara hayati. Karena semua bahan pembuatannya berasal dari bahan baku yang dapat dimakan, maka produknya juga sangat mungkin untuk dimakan.
Mengapa biji buah nangka?
Karena saya tahu biji nangka bisa dimakan, dan tidak banyak yang makan biji nangka, jadi bisa digunakan.
Sudah sempat ditawarkan ke industri?
Belum. Fokus saya sekarang adalah untuk menyadarkan (bahwa) ada bahan lain selain plastik yang bisa digunakan.
Oke. Lalu, bagaimana proses membuatnya?
Bahannya biji nangka, agar-agar, cuka, gliserin dan air. Cara membuatnya: pertama kupas kulit biji nangka, kemudian dicacah, lalu diblender sampai jadi halus seperti bubur. Kemudian siapkan kain untuk memisahkan hasil cacahan dan mendapatkan cairan dari biji. Cairannya didiamkan selama satu malam dan endapkan dari cairan, lalu dikeringkan dengan oven selama 6 jam dengan suhu 60-70 derajat celcius, kemudian jadilah pati.
Untuk membuatnya, pertama campur pati, agar-agar, dan gliserin, lalu aduk sampai jadi menggumpal seperti lem. Kemudian baru siapkan kertas untuk mengoleskan hasilnya.
Komposisi yang saya buat (ini sebenarnya) masih belum bisa dibilang tetap, karena saya hanya melakukan eksperimen kecil.
Bagaimana membentuk sedotannya? Dan bagaimana memastikan tebal setiap sedotan dari adonan pati?
Adonan yang sudah jadi dicetak dengan sedotan biasa. (Untuk ketebalan) Saya belum bisa memastikan, karena ini baru penelitian kecil di rumah.
Apakah suhu memengaruhi?
Temperatur tidak terlalu berpengaruh.
Berapa lama ini waktu produksinya?
Waktu produksi rumahan 2 sampai 3 hari. Untuk ketahanan, masih dalam penelitian. Ketebalan dari sedotan memengaruhi ketahanan. Dengan atau tidak pakai agar-agar tidak terlalu memengaruhi, namun penggunaan gliserin memengaruhi ketebalan.
Kalau dijual, berapa kira-kira harga untuk sedotan biji buah nangka ini?
Harga untuk sedotan plastik biasa Rp 400 per sedotan, sedangkan sedotan dari biji nangka ini Rp 700 per sedotan. Tetapi kalau sedotan yang dibuat tanpa penambahan agar-agar (bisa) Rp 500 per sedotan. Itu yang diproduksi rumahan. Kalau diproduksi industri, pasti (jadi) jauh lebih murah.
Apakah ada rencana kamu menawarkan ke perusahaan untuk memproduksi lebih masif sedotan ini?
Saat ini lebih fokus untuk meningkatkan awareness, bahwa ada alternatif solusi bagi industri minuman. Tidak menutup kemungkinan untuk mengeksplor kerja sama.
Apakah nanti dalam rencana studi ke jenjang universitas, kamu juga berencana untuk lebih menekuni temuan ini?
Sangat mungkin, apabila ada kesempatan, terutama untuk lebih menyempurnakan hasilnya.
Kamu sekolah di mana, dan kelas berapa?
British School Jakarta, kelas III setara SMA.
Anak keberapa dari berapa bersaudara?
Saya anak pertama dari dua bersaudara.
Bagaimana respon keluarga atas eksperimen ini?
Keluarga senang bahwa saya memiliki kepedulian akan hal ini dan melakukan sesuatu yang positif.
Apa bentuk dukungan dari ortu atas temuan kamu ini?
Lebih dari segi dukungan semangat.
Kalau boleh tahu, apa profesi ortu kamu?
Wiraswasta.
Lantas, apa rencana kamu selanjutnya dengan temuan sedotan dari biji nangka ini? Rencana memproduksi lebih banyak untuk dipasarkan?
Saya berharap hasil ini dapat meningkatkan perhatian terhadap riset bahan alternatif pengganti plastik. Masih diperlukan riset lebih lanjut untuk memproduksi sedotan ini secara luas.
Menurut kamu, kenapa di Indonesia belum mengadopsi konsep sedotan plastik yang bisa terurai?
Karena saat ini Indonesia kurang fokus terhadap hal ini. Tapi semuanya butuh proses, dan saya akan terus mengembangkan penelitian ini untuk ke depannya.
Apa yang kamu sendiri harapkan dari penemuan ini?
Karena biaya bahan bakunya terjangkau, saya berharap dapat memproduksi sedotan yang dapat dimakan ini secara luas, sehingga membantu mengurangi ketergantungan saat ini pada plastik sekali pakai.