Bagaimana biasanya Anda saat membawakan wayang figur kartun ke anak-anak?
Ini khusus dalam adegan goro-goro, masih belum. Sebenarnya ada wayang kancil khusus hewan, itu ada di Solo sana. Kalau kehadiran kartun seperti ini, hanya khusus saya gunakan untuk memberikan pesan-pesan tertentu kepada anak. Di sisipan acara goro-goro, ikut nembang dan sebagai bintang tamu. Kenalan dengan Semar Bagong, kalau di Jawa Timuran kenalan dengan Besut. Ini untuk memancing anak-anak (bahwa) ternyata Dora keluar dari situ. Ini anak-anak kan, kalau sudah senang, yang penting itu dulu. Jadi ini bisa dikenalkan yang lain.
Jadi begini. Bahwa kita dengan memunculkan boneka yang lucu, (itu) dia sudah tertarik, otomatis gitu. Kita suguhkan sesuai dengan selera dia. Dengan memunculkan begini, mungkin (dengan) suara khusus, mereka akan ikut ngumpul.
Anda sendiri, selain jadi dalang, apa kesibukan lainnya saat ini?
Baca Juga: Mengintip Pembuatan Wayang dari Daun Singkong
Saya juga sebagai pemusik tradisi pengrawit. Saya pemain gamelan, melatih anak-anak dan dititipi penyerapan sitem ganda atau prakerin jurusan SMK di Surabaya. Di sini (sanggar) tempat anak magang dan anak SD (berlatih) karawitan.
Untuk wayang masih proses, kalau karawitan sudah jalan. Kalau berdirinya, sudah lama. Kalau (soal) terdaftar, saya cari izin keabsahan notaris itu tiga tahun sebagai sanggar resmi. Kalau melatih, ya sudah lama, (mulai) tahun 2000-an. Yang SD ada, terus remaja SMA, diajari campursari karawitan klasikan. Murni sajian karawitan, ndak campur kibor dan gitar, termasuk dalang juga, gamelan pentatonis.
Terus, pesan apa yang ingin Anda sampaikan kepada anak-anak muda penerus budaya?
Pesan saya kepada para generasi muda, semoga tetap mencintai budaya kita. (Termasuk) Tradisi budaya wayang kulit dan karawitan, apalagi karena wayang kulit merupakan media untuk membentuk budi pekerti yang luhur dan membentuk akhlakul karimah.
Kontributor : Arry Saputra
Baca Juga: Ki Putut Agusseno, Dalang Inovatif yang Bawa Wayang Hingga ke Korea Selatan