Putra Wiji Thukul, Fajar Merah: Penuntasan Kasus HAM Mengecewakan

Rabu, 05 Februari 2020 | 07:50 WIB
Putra Wiji Thukul, Fajar Merah: Penuntasan Kasus HAM Mengecewakan
Ilustrasi wawancara putra Wiji Thukul, Fajar Merah. [Foto: Erick Tanjung / Olah gambar: Suara.com]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Di Indonesia, Wiji Thukul tidak saja dikenal sebagai salah seorang sastrawan sekaligus aktivis. Ayahanda dari musisi muda bernama Fajar Merah itu adalah juga ikon, sekaligus pengingat tentang masih tidak beresnya penuntasan kasus-kasus kekerasan dan penindasan, sekaligus pelanggaran HAM masa lalu, hingga sekarang.

Wiji Thukul yang dilaporkan hilang di sekitar peristiwa Juli 1998 --diduga karena diculik oleh kaki-tangan rezim-- sampai kini masih belum diketahui pasti nasibnya, tak tahu di mana rimbanya. Tokoh kelahiran Surakarta, 26 Agustus 1963 tersebut memang saat itu sudah banyak dikenal sebagai salah satu yang tegas melawan penindasan rezim.

Kini, hampir 22 tahun sejak masa-masa pergerakan reformasi yang telah banyak menelan korban aktivis, mahasiswa dan masyarakat sipil tersebut, nasib penuntasan kasus-kasus penculikan dan penembakan era itu pun masih tidak jelas. Sesuatu yang terasa mengecewakan bagi banyak pihak, terlebih bagi keluarga para tokoh aktivis, seperti Fajar Merah.

Belum lama ini, Suara.com pun sempat berbincang dengan putra Wiji Thukul tersebut. Berikut petikan wawancara dengan anak muda yang memilih menjadi musisi itu:

Baca Juga: Irna Narulita: Saya Yakin Pandeglang Bisa Menarik Perhatian Dunia

Pemerintah melalui Jaksa Agung beberapa waktu lalu, menyatakan kasus Semanggi I dan II tidak termasuk pelanggaran HAM berat masa lalu? Pendapat Anda?

Kacau sih, ya. Kalau itu memang sudah menjadi rahasia umum, bahwa pelanggaran HAM banyak sekali terjadi di masa lalu, bahkan sampai sekarang. Kalau pemerintah sendiri tidak menganggap tragedi-tragedi itu sebagai pelanggaran HAM, berarti kacau. Itu sesuatu yang ironis, karena seharusnya pemerintah itu dapat menjamin secara utuh keamanan dan kenyamanan rakyat.

Dengan begini, dikhawatirkan banyak warga nanti tidak percaya dengan sila-sila Pancasila. Kalau sudah begitu, menurutku sudah gawat.

Bagaimana Anda melihat kebijakan dan komitmen pemerintahan Jokowi di periode kedua ini mengenai penegakan HAM? Anda optimistis pada pemerintahan sekarang di tengah menguatnya oligarki?

Sejak awal aku pesimis akan ada penanganan, penuntasan kasus-kasus HAM, terutama yang terjadi di masa lalu. Jadi menurutku, ya, sama saja.

Baca Juga: YLBHI Soal 100 Hari Kerja Jokowi-Maruf: Abadikan Impunitas Pelanggar HAM

Jadi mungkin, banyak orang yang merasa bingung, merasa aneh, sama orang-orang yang menggunakan isu HAM menjadi agenda kampanye politiknya. Sebenarnya sejak kampanye awal itu, saya pesimis melihatnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI