Suara.com - Sosok Bupati Pandeglang Irna Narulita sejauh ini dikenal cukup banyak menjadi bahan pemberitaan sekaligus sorotan. Baik itu terkait daerah yang dipimpinnya, termasuk kondisi maupun berbagai kejadian yang terjadi di sana, maupun sosok dan kehidupan pribadinya yang bahkan sempat dikaitkan dengan berbagai isu negatif.
Resmi duduk di kursi Bupati Pandeglang sejak Maret 2016, Irna Narulita antara lain harus melalui "ujian berat" ketika daerah yang dipimpinnya termasuk yang parah terkena bencana tsunami Selat Sunda pada akhir 2018 lalu. Bahkan program pembenahan dan upaya kebangkitan pasca-tsunami itu masih menjadi PR yang belum bisa tuntas dikerjakan oleh pemerintahannya sampai sekarang.
Dengan salah satu sektor andalan utama Pandeglang adalah pariwisata, wajar jika kini Irna Narulita berambisi memaksimalkan berbagai dukungan dari proyek strategis nasional --terutama di bidang infrastruktur perhubungan-- untuk program kebangkitan daerahnya. Antara lain mulai dari proyek jalan tol, reaktivasi jalur kereta api, hingga rencana pembangunan bandara.
Baca Juga: Prof Adi Utarini: Berantas DBD Perlu Gerakan Luas dan Terus-menerus
Lantas, bagaimana dan apa saja langkah perempuan kelahiran Jakarta, 23 Juli 1970 ini demi menggolkan semua rencana dan targetnya itu? Bagaimana pula istri dari Achmad Dimyati Natakusumah ini menjabarkan visi dan misinya terkait potensi alam di daerah Pandeglang khususnya, termasuk yang sudah cukup dikenal seperti Tanjung Lesung dan Ujung Kulon?
Dalam satu kesempatan baru-baru ini, tim Suara.com pun melakukan wawancara khusus dengan Bupati Pandeglang Irna Narulita di kantornya. Berikut petikannya:
Pandeglang ini terkenal dari segi wisatanya, dan tadi kami sudah berkeliling ke pelelangan ikan dan melihat beberapa pantai di sekitar Pandeglang. Bagaimana Pandeglang membangun pariwisatanya pasca-tsunami 2018?
Alhamdulillah, terima kasih sebelumnya sudah memberikan motivasi kepada Pandeglang. Memang ini pekerjaan yang tidak mudah karena kita belum sehat 100 persen. Tetapi kami punya semangat yang tinggi, agar ekonomi kami bangkit di sektor perikanan, pertanian. Di sektor pariwisata itu lumpuh, dan upaya yang kita lakukan sudah maksimal, dari pemerintah pusat, provinsi dan Pemerintah Kabupaten Pandeglang. TNI, Polri dan semua relawan membantu kami, sehingga kami bangkit untuk punya upaya agar ekonomi di sektor destinasi wisata.
Wisata (saat) ini tidak menjadi tujuan wisatawan. Kemarin ada berita nasional (soal potensi cuaca buruk di akhir tahun 2019 --Red), ya, mau tidak mau, banyak juga okupansi (hotel) yang terisi (namun) banyak menarik diri kembali. Itu risiko kami, sehingga (kami) nggak pernah give up, nggak pernah menyerah. Kami support terus untuk PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia), support terus untuk UMKM yang selama ini punya semangat tinggi. Sehingga Pandeglang sebentar lagi akan lebih baik lagi perekonomiannya di sektor pariwisata.
Baca Juga: Miris, Warga Pandeglang Harus Ditandu 5 Kilometer Akibat Jalan Rusak
Yang pertama, panik lah (saat terjadi tsunami), karena tsunami silent (muncul tanpa disangka-sangka --Red). Belum pernah (terjadi), ini fenomena langka dan selama berdirinya Republik ini dan memang mungkin di dunia, baru ada sekali ada silent tsunami, sehingga ini menjadi perhatian peneliti dunia. Dan saya tidak pernah menyerah karena sudah yakin bahwa Indonesia (berada di) "cincin api" begitu. Ada sekian gunung api yang aktif, salah satunya yang dekat ke Pandeglang yang beririsan dengan Lampung.
Jadi belum bisa kita give up, karena belum ada alat secanggih apa pun yang bisa mengetahui dan mendeteksi adanya tsunami dan gempa. Sementara masyarakat kami, anak-anak kami, butuh makan. Sehingga kami latih kesiapsiagaan diri, mitigasi bencana, (menyiapkan) jalur evakuasi. Kalau yang tua dan yang sakit jangan di pantai, kalau mau beraktivitas dari pagi sampai dengan sore hari, di malam hari tentunya menjaga jarak, bagi yang muda bisa melihat pandang yang jauh. Peraturan berlaku juga bagi pihak perhotelan dan villa juga, harus berada 100 meter dari titik tinggi. Itu menjadi aturan yang sudah diberlakukan.
Tapi (bagi) yang sudah membangun, nggak mungkin kami bongkar. Kami memberikan aturan yang baru, yang diperbolehkan yaitu untuk aktivitas-aktivitas kegiatan yang bukan hunian. Semuanya bisa dipakai dan tidak saling merugikan pemilik hotel dan villa di sana.
Kalau pariwisata unggulan Pandeglang, apa sebenarnya? Dan berapa besar sih PAD Pandeglang sejauh ini?
Kalau PAD, selama empat tahun saya dan Pak Tanto (Wakil Bupati), itu dari Rp 100 miliar, dan selama tiga tahun setengah ini sudah mencapai Rp 230 miliar kurang lebih. Hampir 150 persen (peningkatannya).
Kami sih sangat optimis bisa membangkitkan di tiga core business; agrowisata, agrobisnis, dan bisnis maritim. Di perikanan walaupun sedang lumpuh, dan yang tadi agrowisata (yang masih lumpuh). Core business kami ada tiga: pertanian, perikanan dan pariwisata. (Ini didukung) Dengan proyek strategis nasional yang akan segera selesai yaitu tol Serang-Panimbang, (itu) di 2022 sudah bisa beroperasi.
Beberapa hari lalu kami melihat langsung kondisi hunian sementara (Huntara) korban tsunami, tapi kondisinya sangat memprihatinkan. Mereka (penghuni) menunggu kapan hunian tetap (Huntap) dibangun. Itu bagaimana?
Jadi kita (memang) nggak punya anggaran, karena ini bencana nasional. Jadi memang ini domainnya pemerintah pusat. Pemerintah pusat juga berproses dari BNPB. Kita sudah ada MoU bantuannya dari dana cadangan, ada di Kementerian Keuangan parkirnya. Sehingga barulah di akhir tahun (kemarin) menerima bantuan untuk membantu hunian tetap (Huntap), fasos dan fasum juga, sebesar Rp 74,5 miliar. Ini sedang dalam tahapan lelang, sehingga mudah-mudahan sehabis Lebaran (mendatang) ini mereka punya rumah yang baru.
Mudah-mudahan mereka (warga pengungsi) bisa hidup lebih sejahtera lagi, (lebih) berkah lagi. Tetapi memang mohon maaf, di Huntara ini memang mereka tidak nyaman. Kalau siang panas, (atapnya) pakai asbes. Sehingga mereka kalau siang pulang ke keluarganya, malam (kembali) ke sana. (Tapi) Mereka sekarang sudah bisa beraktivitas kembali untuk mencari nafkah. Ada sebagian yang diputus listriknya karena kami tidak menganggarkan (untuk bayar listrik). Ada juga yang tidak bisa membayar listrik, sehingga diputus listriknya. (Itu) Menjadi permasalahan yang sedang kami tangani.
Dan Insya Allah, kontrak (pembangunan Huntap) nanti pada bulan Maret atau April, selama 120 atau 160 hari selesai terbangun, dan masyarakat korban tsunami bisa memiliki rumah baru. Mohon kesabarannya.
Pandeglang juga diketahui akan mempunyai Geopark Ujung Kulon. Sudah sejauh mana usulan penetapan Geopark Ujung Kulon menjadi Geopark Nasional?
Kami buat branding baru pasca tsunami ini. Kita sedang berupaya untuk (pengusulan) Geopark Ujung Kulon menjadi Geopark Nasional, dan tahapannya sudah kami lakukan hampir 82 persen. Kita punya taman bumi di geopark itu; ada kejadian alam, fenomena jenis bebatuan dari laut yang muncul ke permukaan, dan itu sangat cantik. Banyak situs-situs, air terjun, (itu) bisa menjadi nilai jual, menjadi wisata edukasi dan juga lingkungan. Makanya kami buat branding baru, yaitu Geopark Ujung Kulon menjadi Geopark Nasional. Mudah-mudahan ini menjadi minat khusus para peneliti, (juga) wisatawan mancanegara, untuk bisa melihat keindahan panorama alam di Kabupaten Pandeglang.
Dan tentunya Insya Allah, kalau sudah menjadi Geopark Nasional, tentunya pemerintah pusat dan beberapa kementerian akan "mengeroyok" untuk menurunkan program-programnya. Sehingga bisa bangkit kembali KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) Tanjung Lesung dan Geopark Nasional.
Tol Serang-Panimbang yang dibangun juga digadang-gadang untuk mendukung akses pariwisata. Apa yang bakal dilakukan oleh Pemkab terkait ini?
Berarti ada waktu satu tahun setelah ini untuk kami, bagaimana (agar) hasil produk di perikanan, di pertanian, ini tidak hanya hulunya saja yang berproduksi, tetapi juga sampai dengan hilirnya, dengan packaging. Sehingga kemasannya cantik, punya nilai jual yang tinggi.
Begitu juga wisata desa. Kampung-kampung sedang dalam renovasi, di-reform agar keindahan alamnya (bisa) dijual, juga pegunungan, (agar) bisa bersepeda gunung atau apa sajalah. Kita bersiasat, agar Pandeglang ini (jadi lebih) dekat, dan ini bisa jadi keuntungan yang sangat besar. Masyarakat Jabodetabek (kan) 24 juta, sehingga punya pilihan yang tidak terlalu jauh untuk datang ke Pandeglang.
Pemerintah pusat juga kabarnya berencana membangun bandara di Pandeglang. Sudah sejauh mana kajian dari Pemkab sendiri?
(Itu) Beriringan simultan dengan (reaktivasi) jalur kereta api, dan jalan tol dan juga bandara. Tentunya menjadi pilihan yang tepat (bagi) pemerintah pusat untuk membangun dua bandara di Banten, yaitu di Banten Utara dan Banten Selatan.
Jadi, saya mendengar di bulan Januari, bahwa melalui Bapak Menteri Perhubungan akan mencari atau menentukan alternatif tiga lokasi di Banten ini. Kalau nggak di Teluk Naga (Kabupaten Tangerang), di Tenjo atau di Pandeglang. (Tapi) Tidak mungkin dekat Bandara Soetta atau dekat dengan Tangerang lagi, atau dengan Serang.
Kami berharap tidak ada disparitas antara Banten Utara yaitu Tangerang dan sekitarnya, dengan Banten Selatan yang tertinggal, yang notabene kita sudah menjadi keluarga besar Provinsi Banten. Saya berharap banyak kepada Bapak Gubernur untuk bisa mengusulkan Bandara Banten Selatan itu di Pandeglang, agar bisa match. Kalau di sana sudah crowded, bisa beralih ke Banten Selatan di Pandeglang.
Sehingga ada lima-enam kabupaten bisa melakukan penerbangan melalui bandara di Banten Selatan. Kami berharap bisa seperti itu, agar balanced antara (Banten) Selatan dan Utara.
Tapi lokasinya di mana?
Yang ditunjuk oleh kami ada di Kecamatan Sobang, karena memang selama ini lokasi tanah yang belum pasti. Sehingga kami mendorong, memberikan usulan kepada Pemprov Banten, apakah baiknya di Perhutani sehingga kita bisa ruislag (menukar status tanah). Lahan Perhutani kan tidak menggunakan biaya yang sangat besar, sehingga bandara di Banten Selatan (diharapkan) bisa menggunakan lahan Perhutani.
Dan sudah banyak tahapan yang kami lakukan, (termasuk ke) Kementerian Kehutanan dan LH dan juga ke Perhutaninya. Sehingga mudah-mudahan menjadi jalan, agar pemerintah pemerintah pusat tidak terlalu lama menunggu lokus mana yang akan dipilih di Banten.
Kalau pengelolaannya (nanti itu) Provinsi Banten. Kami hanya memfasilitasi, pun kalau jadi, efek dominonya kepada masyarakat kami, kesejahteraannya, perputaran ekonominya.
Kenapa Pandeglang harus dipilih? Anda tampaknya bersemangat sekali agar Pandeglang punya bandara?
Kan harus ada sisi keadilan tadi. Kalau Banten Utara itu, Tangerang sudah mapan, nggak usah dibantu pemerintah juga sudah maju. Investor dan industri semua ke sana, dan ekonomi sudah lebih dari cukup. (Tapi) Banten ini kan punya delapan kabupaten/kota. Dulu bisa berpisah dengan Jawa Barat (dengan) menjual kemiskinannya Pandeglang dan Lebak, sehingga bisa berpisah dengan Jawa Barat karena dianggap tidak adil dan tidak memperhatikan Banten, khususnya Pandeglang dan Lebak.
Sekarang usia Provinsi Banten sudah 19 tahun, sementara masyarakat Banten Selatan masih banyak yang miskin, karena ada ketimpangan tadi, (antara) "si kaya" dan "si miskin". Jadi, bagaimana (agar) pemerintah bisa melakukan pemerataan dalam pembangunan. Saya berharap bandara ini adanya di selatan, sehingga orang Lebak mau keluar kota naik pesawat tidak harus ke tempat yang terlalu jauh, tapi bisa dijangkau. (Dari) Serang juga bisa ke sini, atau pun orang Lampung dan Sukabumi yang dekat dengan Pandeglang, kan dengan mudah punya alternatif.
Sehingga (diharapkan) hiduplah perekonomian masyarakat kami. Nelayan kami makmur, petani kami juga yang biasanya memproduksi sayur-mayur, tapi (kelak) sudah dengan packaging yang cantik. Banyaklah kuliner-kuliner, kafe, ojek-ojek online begitu, jadi semua bangkit. Backpacker juga bisa mencari destinasi wisata kampung, jadi bisa hidup semua lah. Insya Allah, Bumdes bisa memberikan produk unggulannya yang bisa kita jual sebagai tuan rumah. Jadi kami persiapkan dalam dua tahun ini. Kita punya suvenir yang bisa dijual, yang cantik seperti kita bisa lihat di Bandung.
Mendengar kabar baik dari Menteri Perhubungan akan membangun bandara, saya tentunya bergegas kepada Bapak Gubernur (melalui) Sekda Provinsi. Karena ini juga (menyangkut) nama baik Gubernur Banten. Alangkah baiknya untuk menunjuk penempatan lokasinya bandara di selatan itu ada di Pandeglang, sehingga masyarakat sejahtera apabila ada aksesibilitas proyek strategis nasional bandara. Tentunya wisatawan asing yang mau ke Ujung Kulon itu akan ngantri, karena cantik sekali panoramanya. Ada Pulau Panaitan yang ada tempat surfing. Kelasnya dunia, tapi (karena) aksesnya belum ada, siapa yang mau ke sini.
Kalau Serang kan daerah lintasan, sehingga orang bisa ke mall, ke MOS, jajan dulu beli oleh-oleh di Serang, baru ke Pandeglang. Para investor juga belum bisa buat mall ke sini, karena daya beli masyarakat masih kecil. Jadi kami mengajak media dan juga para aktivis, LSM, untuk bisa membantu kami bersuara ke pusat. Sehingga pusat yakin bahwa Pandeglang kondusif, kompak masyarakatnya, punya daya saing, sehingga bisa menjadi perhatian tidak hanya nasional tapi juga dunia.
Perkembangan KEK Tanjung Lesung sendiri progresnya terbilang lambat, kalah dengan KEK di daerah lain. Ada strategi apa untuk mendorong KEK Tanjung Lesung lebih cepat berkembang?
Saya sudah berupaya penuh, ya, karena tadi investor mikir kan. Karena KEK (pengelolanya) BWJ (Banten West Java), itu kan nggak berdiri sendiri, mereka konsorsium. Konsorsium itu berpikir, aksesibilitasnya ada nggak sih. Nggak ada. Jalan dari Jakarta ke sini dari enam sampai tujuh jam, dan itu pun menunggu tolnya Serang-Panimbang jadi apa enggak. Jadi kaya telor sama ayam; kalau tolnya jadi saya baru masuk, dan sebagainya.
Jadi kami dorong ke arah sana. Kenapa ada 10 prioritas destinasi wisata nasional salah satunya adalah KEK (Tanjung Lesung), tapi KEK ditinggal karena itu tadi, tidak punya aksesibilitas. Saya berharap dengan tol yang sudah jadi, saya berharap kepada Bapak Menteri Pariwisata dan juga Menko Maritim untuk bisa menunjuk Pandeglang di tahun ini untuk menjadi destinasi prioritas, untuk dikerjakan seserius Mandalika (NTB).
Terus, selain KEK Tanjung Lesung, Pandeglang punya apa lagi?
Kita punya warisan dunia (yang telah diakui) UNESCO, yang telah ditetapkan tahun 1992. Harapan kami kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, bisa dong, anak cucu kita bisa lihat badak bercula satu. Karena selama ini icon-nya saja punya Pemda, (tapi) badaknya ke mana? Dan Insya Allah di tahun 2021, badak cula satu bisa dilihat oleh kita dan peneliti-peneliti, oleh para wisatawan Nusantara maupun mancanegara.
Bagaimana rencana Anda untuk mensiasati supaya badak ini tidak terganggu oleh adanya aktivitas manusia, seperti di Pulau Komodo yang sempat ada wacana ditutup?
Kita berbagi tugas dengan pemerintah pusat. Saya alumni Komisi IV DPR RI, jadi mitra kami Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan itu memang domainnya mereka. Saya berharap mereka (badaknya) tidak terganggu, tidak stres karena adanya pembangunan di sana. Malah kita berencana akan menangkar.
Penangkaran badak bercula satu itu minimal empat, jadi kita juga bisa melihat tingkah laku sehari-hari badak itu. Sementara teman-temannya tetap dilepas di hutan yang sudah ada video (camera) trap-nya. Jadi bisa melihat kegiatan-kegiatan mereka, napak tilas dan sebagainya.
Kami pun tidak mau binatang langka ini terganggu. Malah kami lindungi, agar anak-anak kita, para peneliti, bisa lihat bagaimana kehidupan badak ini. Karena badak Jawa ini berbeda dengan badak di Way Kambas Lampung. Kalau Way Kambas cokelat seperti kerbau. Kalau badak cula satu itu (kulitnya) kaya mozaik, kaya baju perang zaman dulu. Keren lah pokoknya. Kan itu juga menjadi bahan edukasi bagi anak cucu kita, bagi para peneliti dan wisatawan mancanegara. Dan saya yakin tahun 2022-2024, Pandeglang ini akan menjadi perhatian dunia. Saya yakin sekali, karena aksesibilitasnya, karena proyek strategis nasional sudah meluncur ke Pandeglang.
Terakhir, soal Pilkada Pandeglang yang menjelang. Sebagai petahana, apa pandangan Anda? Dan strategi apa yang Anda siapkan untuk bersaing di kontestasi ini?
Setiap orang memiliki hak untuk ikut kontestasi demokrasi melalui Pilkada. Jadi itu hak asasi mereka semua. Dan setiap yang mencalonkan diri, kompetitor, kami perhitungan, karena nggak mungkin melihat sebelah mata. Kita juga punya visi-misi, menjual program. Nah, kami akan menjual program yang selama ini belum selesai kami lakukan. Itu tentunya harus kami sampaikan. Jadi (kami) mengapresiasi teman-teman semua yang ingin mencalonkan diri sebagai calon bupati, (agar juga) bisa bersama-sama berkolaborasi membangun Pandeglang ke depan.
Kontributor : Saepulloh