Kami mulai melepaskan nyamuk dewasa di Sleman, kalau yang di Bantul metodenya sudah berkembang, bukan lagi melepaskan nyamuk dewasa. Melainkan menitipkan ember berisi telur nyamuk. Kami beri air, pelet dan embernya ini 'diasuh' oleh masyarakat yang ketempatan ember itu. Tidak semua rumah mendapat ketempatan, ada dalam jarak tertentu.
Dan yang paling penting, kami bisa membuktikan bahwa wolbachia itu kalau sudah dilepaskan dalam waktu tertentu dan distop, dia tetap ada di area itu. Ketika dia secara natural kawin dengan nyamuk setempat kemudian telurnya sudah mengandung wolbachia.
Sekarang sudah lima tahun, kami tahu mereka stabil secara statistik. Jadi di wilayah pelepasan itu, kalau kami tangkap dan kami periksa, pasti sudah ada wolbachianya.
Pada 2016 sampai akhir 2017 merupakan fase ketiga dan kami lakukan di separuh wilayah Kota Yogyakarta (Kricak, Karangwaru, Bener, Tegalrejo, Pakuncen, Wirobrajan, Patangpuluan, Purbayan, Rejowinangun, Prenggan). Setelah itu wolbachianya stabil tinggi dan yang paling tinggi adalah apakah kasus demam berdarahnya turun. Kami masih mengumpulkan data, semoga rencana akhir 2020 kami selesai mengumpulkan data dan menarik kesimpulan dari studi ini. Setelah itu, kami lebih berbicara bagaimana teknologi ini bisa dibawa ke wilayah-wilayah lain yang demam berdarahnya tinggi.
Pernah ingat seperti apa penolakan masyarakat terhadap program ini, dulu?
Itu pembelajaran penting bagi kami. Dulu waktu di Sleman, kami teknologinya adalah melepas nyamuk dewasa. Kami yakin ada kekurangan dari kami juga dalam meyakinkan, menjelaskan kepada masyarakat. Saat itu kami juga diminta komisi etik untuk minta persetujuan masyarakat itu satu per satu individu [bukan per Kepala Keluarga]. Itu bukan model yang cocok bagi masyarakat kita, karena masyarakat kita itu tidak individu, tapi komunal, rembuk ndeso, rembuk adat. Saya yakin ada masyarakat yang kurang terinfomasikan saat itu dan mengajak yang lainnya untuk menolak.
Tapi ada yang saya syukuri, pertama itu penelitian. Dalam penelitian itu kami harus menjunjung tinggi yang menolak, mereka kami lindungi, mereka punya hak sepenuhnya untuk menolak. Ya tidak apa-apa, menolak ya sudah. Jadi ada suatu wilayah yang tidak kami lepaskan nyamuk berwolbachia.
Kedua, kalau dibuat dalam persentase, yang menolak itu kurang dari 1%. Jadi mungkin ada belum diyakini, walau sebagian sudah memahami. Selain itu kekhawatiran ya.
Tapi beberapa tahun setelahnya, hubungan kami dengan masyarakat tetap baik. Melepas nyamuk itu hanya salah satu, karena kalau ada tersangka DBD kami dampingi berobat dan lainnya. Bahkan, hingga pada di titik tertentu, mereka minta dilepasi nyamuk. Tapi mereka kan sudah memberikan somasi, kami tidak dapat melepaskan nyamuk sebelum somasi itu ditarik.
Sekarang ini di Sleman, hingga November 2019 ada 692 kasus demam berdarah dengue (DBD) dan satu di antaranya meninggal dunia. Kabarnya, Dinas Kesehatan Sleman menyebut ini merupakan siklus empat tahunan. Itu bagaimana?