Jadi, yang sudah dilakukan Pemprov DKI sejauh ini, apakah bisa dinilai belum cukup? Apa yang kurang?
Sebenarnya semuanya sudah siap semua (termasuk dalam penanganan banjir, alat dan sebagainya). Bahkan kemarin yang banjir itu disedot pakai branwir (pemadam kebakaran) itu sudah di luar, ibaratnya "gunting untuk memotong pakaian digunakan untuk memotong kawat", kira-kira seperti itu.
Tapi sebenarnya, harus ada penataan ulang. Di DKI Jakarta itu intensitas pemanfaatan ruang yang sudah 90 persen, bagaimana caranya dikurangi menjadi 30 persen. Ya, rumah-rumah kecil itu digabung menjadi apartemen/rusun. Ya, yang ada mereka nggak mau, karena apartemen bukan kepemilikan. Alasannya seperti itu. Padahal Pak Jusuf Kalla sudah menyatakan bahwa rumah kecil-kecil itu (harusnya) menyatu menjadi satu di apartemen, dan akan ada ruang terbuka.
Lantas, seberapa perlukah kerja sama dengan pemerintah daerah lain untuk membenahinya, dan peran Pemerintah Pusat? Ataukah kelihatannya ada masalah selama ini? Dalam hal apa saja terutama?
Baca Juga: Bantah Jokowi soal Banjir Jakarta karena Sampah, Anies: Apa Ada di Bandara?
Nah, sekarang kaitannya dengan pengelolaan DAS (daerah aliran sungai), itu sekarang menurut saya kacau. Kacaunya begini. Dulu satu DAS satu manajemen, sekarang satu DAS diserahkan kepada provinsi dan dibagi-bagi. Contoh Ciliwung, ada Korwil Ciliwung Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, dan DKI Jakarta. Nah itu, yang tadinya satu DAS satu manajemen, sekarang satu DAS ada empat manajemen. Mengkoordinasikan empat manajemen bukan hal yang mudah, tapi kalau satu manajemen relatif mudah. Itu masalahnya yang kacau. Yang satu manajemen saja belum tuntas, sekarang diubah lagi.
Nah sekarang, nyatanya seperti Jawa Barat, sudah ngeblok masing-masing; Korwil punya bagian minta anggaran, apa yang dikerjakan. Padahal yang namanya DAS itu (melibatkan) hulu, tengah dan hilir. Hulu harus jadi hutan, minimal 30 persen; di tengah harus dijaga, bahwa pemanfaatan ruang harus 30 persen; di hilir juga harus dijaga karena air itu harus cepat ke laut. Tetapi banyak perumahan, tandon airnya tidak efektif, nah itu yang menjadi kendala. Sehingga terus-menerus, seperti Ciliwung yang harusnya air baku air bersih, sekarang airnya tidak bisa dimanfaatkan, karena yang datang itu sampah. Karena dari pinggiran-pinggiran sungai yang ada saluran air membawa sampah.
Bagaimana dengan warga masyarakat, peran apa yang perlu ditekankan? Jika imbauan atau aturan (misal soal sampah) juga belum bisa berjalan maksimal, apa yang bisa memaksimalkannya?
Warga harus waspada, siaga; itu yang harus dilakukan khususnya di daerah yang sering banjir. Dari awal harus mitigasi, dan itu kaitannya dengan RT, RW dan kelurahan harus siap siaga.
Soal aturan sampah, sebenarnya ada warga yang sudah sadar, dan ada warga yang belum sadar. Ini kelihatan sekali. Saya sering lihat kalau berangkat kerja, ada orang naik motor bawa bungkusan sampah, dia mau buang ke mana nggak tahu. Ini ciri orang yang sadar tapi (juga) tidak sadar. Dia sadar rumahnya agar bersih, tapi dia nggak sadar kalau buang sampah itu ke sungai berdampak besar.
Baca Juga: Nenek 67 Tahun Selamatkan Diri dari Banjir, di Atas Loteng Hampir 10 Jam
Harus dilakukan sosialisasi. Kalau sudah sosialisasi tetap tidak berubah, menurut saya perlu ada penegakan aturan yang tegas dan tindakan yang tegas. Contoh di Singapura, ketahuan orang yang buang sampah sembarangan, hari pertama diperingati, dia didata. Begitu ketahuan lagi orang itu buang sampah sembarangan, maka dia dikurung. Begitu yang ketiga ketahuan lagi, dia dikasih pakaian tukang sampah dan disuruh bekerja dua hari membersihkan sampah. Dengan begitu orang akan jera.