Mariana Amiruddin: Kesempatan Perempuan Banyak, Tapi Patriarki Masih Kuat

Selasa, 24 Desember 2019 | 22:59 WIB
Mariana Amiruddin: Kesempatan Perempuan Banyak, Tapi Patriarki Masih Kuat
Mariana Amiruddin. [Akun Twitter Mariana Amiruddin/captured]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Pada waktu zaman penjajahan Belanda, perempuan di mata masyarakat masih dipandang rendah daripada laki-laki. Pada waktu itu tidak semua orang menyekolahkan anak perempuannya, selalu yang didahulukan anak laki-laki. Hari Ibu di Indonesia adalah untuk memperingati gerakan perempuan di Indonesia yaitu digelarnya Kongres Perempuan Indonesia I yang diprakarsai oleh tiga orang yaitu: Ibu Soekonto dari Wanita Utomo, Nyi Hajar Dewantoro dari Wanita Taman Siswa, dan Ibu Soejatin dari Putri Indonesia. Namun, penyelenggaranya adalah 7 organisasi perempuan yang diadakan tanggal 22-25 Desember 1928, dan terdapat 30 organisasi perempuan yang hadir dari seluruh Jawa, Madura, Sumatra.

Kongres tersebut diadakan di Dalem Jayadipuran, Jogjakarta, sebuah rumah luas dan besar, rumah Kanjeng Joyodiporo dan dia adalah abdi dalem keraton. Mereka bolak-balik berkumpul mencari jalan keluar bagaimana caranya mengubah pandangan masyarakat supaya masyarakat menghormati kaum perempuan sebagaimana menghormati kaum laki-laki.

Jalan keluarnya adalah mereka mengadakan kegiatan-kegiatan untuk meyakinkan masyarakat bahwa perempuan bisa setara dengan laki-laki. Dan kegiatan itu akan diadakan pada hari tertentu, dan hari tertentu itu akan diberi nama Hari Ibu.

Dalam Kongres III, Istri Indonesia mengusulkan adanya Hari Ibu, oleh Istri Indonesia yaitu Ibu Sunaryo Mangun Puspito. Kongres Perempuan Indonesia yang ketiga menerima seluruhnya usul tersebut. Lalu muncul pertanyaan: "Hari apakah yang bisa kita jadikan hari Ibu?" Kemudian kongres ini menetapkan ketentuan dan persyaratan hari apa yang dipakai. Ketentuan persyaratan peringatan Hari Ibu adalah:

Baca Juga: Ucok Homicide: Penggusuran Tamansari, Ladang Ilmu Warga Melawan Oligarki

  1. Sebagai hari yang bersejarah.
  2. Sebagai hari yang berarti bagi bangsa Indonesia.
  3. Hari yang netral yang tidak memihak pada salah satu aliran atau golongan anggota kongres.

Dengan persyaratan tersebut, maka sejarah Kongres Hari Perempuan Indonesia Pertama ditetapkan sebagai Hari Ibu, dan mereka menemukan dalam arsip kongres tersebut jatuh pada tanggal 22 Desember dan berakhir tanggal 25 Desember tahun 1928 di Jogjakarta. Maka disepakati Hari Ibu diperingati tanggal 22 Desember. Kongres kemudian setuju.

Jadi Hari Ibu diputuskan pada tahun 1938 yang mengambil dari hari bersejarah Kongres Perempuan Indonesia I tahun 1928, dan dipilih sebagai tanggal Hari Ibu. Presiden Soekarno lalu menetapkan Hari Ibu sebagai hari besar nasional, yang sama nilainya dengan Hari Sumpah Pemuda, Hari Pendidikan Nasional dsb.

Bila di negeri Belanda Hari Ibu disebut sebagai "Moederdag", sebenarnya lain dengan makna Hari Ibu di Indonesia. Di Belanda, Hari Ibu tidak ada latar perjuangan, sementara di Indonesia ada latar belakang perjuangan perempuan untuk mendapatkan kedudukan yang sama dengan laki-laki."

Bagaimana kondisi kaum perempuan maupun kaum ibu pada era kekinian? Apakah yang disebut emansipasi itu sudah terjadi?

Nah ini, soal emansipasi itu, sebenarnya maknanya adalah setiap orang yang ingin mengalami perubahan dan kemajuan, termasuk mau merdeka, itu salah satu bentuk emansipasi. Ya, nggak ada penjajahan lagi, ya, itu emansipasi. Ya, tentu saja pada waktu itu, setiap orang yang ingin kemerdekaan adalah emansipasi, termasuk perempuan.

Baca Juga: Selain Indonesia, Intip Tradisi Hari Ibu di 6 Negara Ini

Masalah perempuan dalam bidang ekonomi kekinian?

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI