Imbas secara ekonomi sudah jelas, warga Tamansari kehilangan mata pencaharian, tak lagi bisa mencari nafkah. Kan mereka kebanyakan mata pencariannya di sektor informal.
Mereka buka warung di Tamansari, berdagang di sana, kemudian dipindahkan ke (Rusun) Rancacili yang jauh begitu.
Imbas secara kebudayaan, sejak lama Tamansari dikenal sebagai pusat perayaan ruang hidup di kampung kota, begitu. Jadi, di sana ada festival dan sebagainya.
Satu hal lainnya adalah, pelajaran penting yang didapat dari warga Tamansari. Warga Tamansari mampu melawan saat digusur. Kalau daerah lain di Bandung, ketika digusur ya digusur saja begitu.
Baca Juga: Dua Personel Polisi Kena Pelanggaran Disiplin saat Penggusuran Tamansari
Tapi warga Tamansari melawan. Ini semacam teladan bagi warga lain di Bandung, karena ke depan, akan banyak penggusuran serupa.
Ada studi bahwa nanti progam Kotaku—Kota Tanpa Kumuh (milik Pemkot Bandung)—itu akan membenahi, dalam tanda kutip, permukiman kumuh, ada 300 sekian titik lagi.
Jadi, merujuk konteks itu, ke depan akan lebih banyak daerah-daerah digusur. Buat saya, perlawan warga kemarin di Tamansari adalah semacam teladan buat daerah lainnya di Bandung.
Bagaimana nasib warga dan anak-anak seusai penggusuran?
Beberapa di antaranya ada yang tinggal menumpang di tempat saudara. Tetapi mayoritas masih di masjid. Di depan masjid, warga mendirikan posko, dan di lantai atas masjid dipakai buat tidur.
Baca Juga: Penggusuran di Tamansari Ricuh, Mahfud: Siapapun Tak Boleh Melanggar Hukum
Selain itu, solidaritas dan bantuan dari warga lain masih mengalir. Karena ini bukan cuma 11 kepala keluarga, bukan cuma itu, ini soal simbolisasi bagaimana warga Bandung melawan kesewenang-wenangan.